tirto.id - Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI Mayor Jenderal Zacky Anwar Makarim menilai, ditangkapnya Kivlan Zen dalam kasus dugaan makar 21-22 Mei 2019 adalah karena jebakan.
"Sepertinya dia [Kivlan] masuk dalam jebakan. Awalnya, kan, hanya perjuangan. Itu protes atas kecurangan pemilu," kata Zacky saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Kamis (25/7/2019).
Zacky menyampaikan, kehadirannya dalam persidangan Praperadilan Kivlan yang dilangsungkan hari ini adalah untuk mendukungnya sebagai teman satu angkatan.
Selain itu, Aktivis Sri Bintang Pamungkas juga menilai apa yang terjadi pada kasus Kivlan Zen yang diduga merencanakan makar merupakan bentuk kriminalisasi.
"Iya [Kivlan dikriminalisasi], disidik pihak lain lalu dipakai untuk menangkap Kivlan. Kivlannya harus dipanggil juga, jangan langsung ditangkap dan jadi tersangka," ungkap Sri Bintang kepada wartawan pada Kamis (25/7/2019).
Pada awalnya, Sri Bintang hadir untuk menjadi saksi ahli.
Namun, dengan alasan keterbatasan waktu, Hakim Tunggal Achmad Guntur menolak pihak Kivlan untuk menghadirkan dua saksi, yakni Sri Bintang dan ahli pidana Mudzakir. Sehingga, hari ini (25/7/2019), saksi ahli yang bersaksi hanya Mudzakir.
Kivlan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dugaan aksi makar 21-22 Mei 2019.
Ia disebut sebagai penyuruh enam tersangka aksi makar untuk membunuh empat tokoh yakni Menkopolhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, staf khusus bidang intelijen Gorrys Mere, dan Kepala BIN Budi Gunawan.
Ia pun diduga memerintahkan agar membunuh Yunarto Wijaya, Direktur Lembaga Survei Charta Politica.
Dalam menjalankan aksi pembunuhan tersebut, Kivlan disebutkan menyuruh salah satu dari enam tersangka, yakni HK alias I dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan. Kivlan "memodali" HK dengan uang Rp150 juta untuk menjalankan aksi makar tersebut.
Kivlan juga memberikan uang Rp5 juta pada IR untuk melakukan pengintaian, khususnya, target pembunuhan pimpinan lembaga survei, Yunarto Wijaya.
Dalam kasus dugaan makar ini, Kivlan pun berusaha mengajukan penangguhan penahanan. Namun, penangguhan tersebut tidak dikabulkan penyidik.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno