Menuju konten utama

Mampukah PKS Mencopot Fahri Hamzah dari Kursi Pimpinan DPR?

Perseteruan antara Fahri Hamzah dan PKS kembali memanas setelah Fraksi PKS kembali melayangkan surat permintaan pencopotan Fahri sebagai wakil ketua DPR.

Mampukah PKS Mencopot Fahri Hamzah dari Kursi Pimpinan DPR?
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

tirto.id - Perseteruan antara Fahri Hamzah dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memasuki babak baru. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS melalui Fraksi PKS di DPR RI tidak hanya berusaha mencopot Fahri Hamzah dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR, melainkan juga mengajukan pergantian antarwaktu (PAW) untuk politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

Surat Fraksi PKS bernomor 09/EXT-FPKS/DPRRI/XII/2017 perihal permintaan pergantian Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR itu bahkan sempat dibacakan di Rapat Paripurna DPR, Senin sore (11/12/2017). Melalui surat yang ditandatangani Presiden PKS Sohibul Iman tersebut, Fraksi PKS menyatakan posisi wakil ketua DPR diberikan kepada anggota Fraksi PKS, Ledia Hanifa.

Menanggapi hal itu, Fahri Hamzah tetap berkukuh akan mengikuti keputusan pengadilan seperti halnya saat pemecatan dirinya dari PKS beberapa waktu lalu. “Ya masalahnya kan ada pengadilan, kan selalu mengacunya ke situ. Kan dulu juga ada suratnya ada pengadilan. Ya kami menghargai pengadilan. Gitu aja,” kata Fahri pada Senin kemarin.

Persoalan pengadilan ini bisa dirunut dari konflik internal antara Fahri Hamzah dan PKS sudah berlangsung sejak awal 2016. Perseteruan tersebut berawal dari keinginan Fraksi PKS yang hendak mencopot Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR sekaligus anggota legislatif melalui proses PAW.

Surat yang dilayangkan Fraksi PKS kepada pimpinan DPR sebelumnya, sama subtansinya dengan dua surat yang dikirim Fraksi PKS, pada Senin (11/12/2017). DPP PKS beralasan, usulan penggantian Fahri Hamzah sepenuhnya menjadi hak partai politik yang mengusulkan dan tak perlu menunggu adanya putusan hukum tetap.

Usulan Fraksi PKS itu merujuk pada peraturan yang ada tentang pemberhentian dan penggantian pimpinan DPR RI yang diatur dalam UU No 17 tahun 2014 tentang MD3 dan Peraturan DPR RI No 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib.

Jika mengacu pada dua aturan tersebut, maka surat permohonan Fraksi PKS untuk mengganti Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR, serta mencopotnya sebagai anggota legislatif cukup beralasan. Pasal 87 ayat (1) UU MD3 dan Pasal 34 Tata Tertib DPR, misalnya, mengatur bahwa pimpinan DPR dapat berhenti dari jabatannya dengan tiga cara, yaitu: meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Sementara pada Pasal 87 ayat (2) pimpinan DPR dapat diberhentikan dengan ketentuan yang diatur dalam poin-poin Pasal 87 ayat (2) tersebut. Salah satunya karena diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Atau bisa juga “ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya,” demikian bunyi poin e Pasal 87 ayat (2) UU MD3.

Namun, Fahri Hamzah saat itu merasa pencopotan dirinya tidak sesuai prosedur, sehingga ia memilih jalur hukum untuk membela dirinya. Fahri Hamzah kemudian membawa perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Selain itu, Fahri Hamzah juga melaporkan tiga elit PKS ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD) karena dinilai telah bertindak mengatasnamakan PKS untuk mengakhiri hak-haknya sebagai anggota PKS yang berdampak pada posisi Fahri Hamzah sebagai anggota dan pimpinan DPR RI.

“Ini bukan tentang balas dendam, bukan juga karena kebencian, tetapi ini adalah soal penggunaan hak yang terukur yang dijamin oleh undang-undang dan Peraturan Tata Tertib DPR,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum Fahri Hamzah, Mujahid A Latief, pada 16 Juli 2016.

Fahri Hamzah Menang di Pengadilan

Dalam konflik internal PKS tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengabulkan tuntutan Fahri Hamzah kepada DPP PKS. “Dengan ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sementara permohonan penggugat,” kata Ketua Majelis Hakim Made Sutrisna di ruang sidang V, Jakarta Selatan, Senin (16/5/2016).

Made berkata, putusan tersebut mengacu pada UU MD3 Pasal 239 Ayat (2) huruf d dan Pasal 241 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 untuk memutuskan sementara. Namun, tidak memengaruhi pokok perkara.

Atas putusan itu, kata Made, untuk sementara, posisi Fahri Hamzah akan dikembalikan sebagai kader PKS dan tetap menjalani tugasnya sebagai Wakil Ketua DPR RI. “Ya, sekarang untuk putusannya memulihkan sementara penggugat (Fahri Hamzah) sebagai kader PKS sampai putusan inkracht,” kata Made.

Namun demikian, DPP PKS tak tinggal diam atas putusan tersebut. PKS mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan provisi [tindakan sementara] gugatan perdata pemecatan Fahri Hamzah.

Zainuddin Paru yang saat itu bertindak sebagai kuasa hukum DPP PKS mengatakan, langkah untuk mengajukan banding itu dilakukan setelah pengadilan memutuskan untuk memberlakukan status quo dalam keputusan serta proses oleh DPP PKS, Majelis Tahkim PKS, dan Badan Penegak Disiplin Organisasi terkait dengan status Fahri di DPR dan partai.

Zainuddin menilai, apa yang dilakukan PKS adalah kewenangan petinggi partai, terlebih majelis hakim juga belum mendengar jawaban pihak PKS sebagai tergugat. “Hal ini bukan sengketa politik, terlebih pengadilan belum mendengar jawaban tergugat. Bagaimana bisa ada putusan tanpa mempertimbangkan dan mendengar jawaban dulu,” kata Zainuddin, pada 16 Mei 2016.

Proses banding yang diajukan DPP PKS tidak terdengar kelanjutannya, dan Fahri Hamzah pun kembali bertugas sebagai Wakil Ketua DPR. Namun, setelah berselang setahun lebih, pada Senin (11/12/2017) Fraksi PKS kembali mengajukan surat kepada pimpinan DPR terkait pencopotan Fahri Hamzah, baik sebagai Wakil Ketua DPR maupun sebagai anggota legislatif dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTB.

Akankah Rapat Paripurna DPR akan memenuhi tuntutan Fraksi PKS atau justru politikus asal NTB itu yang kembali memenangkan pertarungan alot ini?

Baca juga artikel terkait PENCOPOTAN FAHRI HAMZAH atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz