tirto.id - Salah satu benda yang mengubah peradaban manusia adalah kulkas. Benda ini berhasil memberikan kemudahan untuk penyimpanan makanan. Kehadiran kulkas juga dilengkapi dengan kehadiran freezer, yang juga menghadirkan kemewahan bernama es batu. Dulu, saat Dr. John Gorrie membuat sketsa kulkas dan pembuat es pada 1814, benda itu nampak seperti teknologi asing, mirip ketika Leonardo da Vinci membuat sketsa helikopter.
Namun, jika mengesampingkan urusan teknologi dan kemudahan penyimpanan, maka hal baru yang diberikan kulkas dan freezer adalah kehadiran rupa panganan baru: frozen food alias makanan beku. Sama seperti apa pun yang disimpan di suhu beku, biasanya mereka tahan lama. Makanan ini menawarkan kepraktisan, hal yang dipuja-puja oleh masyarakat modern.
Pasar makanan beku sangat besar. Menurut riset Grand View Research, pasar makanan beku secara global bernilai 241 miliar dolar pada 2014. Nyaris semua makanan, entah itu hidrat arang atau protein, bisa dibekukan. Mulai dari nugget, sosis, kentang, ikan fillet, pizza, hingga sup. Secara nominal, pasar makanan beku terbesar ada di Eropa, dengan valuasi sebesar 92 miliar pada 2014.
Indonesia tak luput dari tren makanan beku ini. Apalagi di kota-kota besar, di mana waktu sangat berharga dan tak banyak orang yang punya waktu untuk memasak berjam-jam. Untuk memasak makanan beku, kamu cukup keluarkan makanan dari kemasan, goreng 5 menit. Beres.
Baru-baru ini situs Jakpat mengeluarkan hasil survei tentang pola konsumsi makanan beku orang Indonesia. Dari empat pilihan makanan (makanan beku, mentega dan margarin, mayonaise, dan keju) sekitar 68 persen orang Indonesia rutin mengonsumsi makanan beku. Sekitar 27 persen, alias mayoritas, mengonsumsi makanan beku ini tiap hari. Diikuti dengan 22 persen mereka yang mengonsumsi 2 hingga 3 kali makanan beku per bulan. Saat ditanya kapan terakhir mengonsumsi makanan beku, 41 persen menjawab: minggu lalu.
Ini artinya, makanan beku sudah menjadi bagian penting tak terpisahkan dari banyak warga Indonesia. Ada banyak faktor kenapa makanan beku bisa populer di Indonesia. Pertama, tingkat kepemilikan kulkas dan freezer di Indonesia cukup tinggi, sekitar 4,5 juta unit kulkas terjual setiap tahun. Kedua, harga makanan beku cukup murah. Banyak yang lebih murah ketimbang daging ayam. Faktor lain adalah banyaknya minimarket dan supermarket. Makanan beku bahkan juga dijual di pasar-pasar tradisional. Faktor lain adalah kepraktisan.
Namun, penjualan makanan beku adalah palagan yang riuh dan sesak. Ada banyak merek yang membanjiri pasar. Dari dalam negeri hingga merek impor. Dari survei Jakpat, sekitar 30 persen responden terakhir mengonsumsi merek Fiesta. So Good menempati posisi dua dengan 18 persen. Merek lainnya adalah So Nice, Champ, hingga Belfoods. Fiesta dan Champ adalah produk dari PT Charoen Pokphand Indonesia yang bergerak di bidang perdagangan ternak. Mulai dari pembuatan pakan ternak, hingga pengolahan makanan beku.
Konsumen juga cukup royal dalam membeli makanan beku. Sekitar 60 persen konsumen membeli 1 bungkus, 34 persen memberi 2 hingga 3 bungkus. Sekitar 35 persen konsumen mengeluarkan Rp5 ribu hingga Rp20 ribu untuk pembelian terakhir.
Meski sekitar 37 konsumen membeli makanan beku di minimarket, dan 31 persennya membeli di supermarket, penjualan makanan beku juga dilakukan dalam skala rumah tangga. Riskaning Dianti adalah salah satunya. Pegawai Negeri Sipil di Gresik ini punya usaha sampingan bernama Homeys.
Meski skala kecil, Ning --panggilan akrab Riskaning-- mampu menjual setidaknya 100 bungkus makanan beku. Sewaktu puasa, dagangannya bisa melonjak hingga 4 kali lipat. Makanan beku yang dijual Ning merentang, dari camilan seperti cireng, lumpia, donat, hingga kategori lauk seperti bakso, otak-otak bandeng, nugget, hingga ayam ungkep. Setiap bulan, omzet kotornya sekitar Rp1,8 juta. Itu belum dihitung dagangan tahu susu.
"Tapi kalau tahu susu, itu enggak termasuk frozen food sih," kata Ning. Kini Ning punya reseller. Rata-rata adalah ibu rumah tangga yang menjualnya di rumah masing-masing.
Secara potensi, pasar makanan beku di Indonesia amat besar. Ada sekitar 150 juta orang kelas menengah di Indonesia. Kebanyakan adalah para pekerja yang tak punya banyak waktu memasak, dan lagi-lagi mengandalkan makanan beku sebagai lauk sekaligus pengasup protein. Namun hambatannya adalah distribusi, terutama di daerah luar Jawa yang biaya transportasinya tinggi.
Tapi sebagian besar kaum romantis tentu akan membenci makanan beku ini. Produk ini adalah simbol mengendurnya ikatan kuat dalam keluarga. Jika dulu simbol cinta keluarga kerap disimbolkan oleh masakan rumahan, kini simbol itu mungkin menanti untuk punah karena terbatasnya waktu untuk memasak. Simbol itu, amat mungkin, digantikan oleh berbagai merek makanan beku yang ada di freezer.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti