tirto.id - Mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), Chiko Radityatama Agung Putra, terancam kena sanksi dropout (DO) atau dikeluarkan dari kampusnya jika terbukti melakukan pelecehan seksual berbasis digital.
Chiko diduga membuat dan menyebarkan konten pornografi via aplikasi akal imitasi (AI) dengan mengedit wajah sejumlah siswi SMA Negeri 11 Semarang, tempatnya dulu bersekolah.
Undip mengakui Chiko saat ini berstatus mahasiswa semester satu program sarjana di Fakultas Hukum. Kampus melaporkan kasus ini ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) Undip untuk menentukan langkah lanjutan.
"Segera diproses pemeriksaan dan penjatuhan sanksi. Ancaman sanksi berat dapat dijatuhkan kepada yang bersangkutan, hingga dropout," tegas Dekan Fakultas Hukum Undip, Retno Saraswati, dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).
Proses pemeriksaan Chiko akan mendasarkan pada Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Undip, kata Retno, bersikap tegas terhadap setiap pelanggaran hukum yang dilakukan mahasiswanya, termasuk perbuatan Chiko. Berdasarkan informasi yang ia himpun, Chiko melakukan aksinya sejak masih SMA.
Dia berharap, ke depan tidak lagi ada kasus kekerasan seksual dalam bentuk apapun.
Sisi lain, pihak kampus menghormati hak hukum para korban. Ia pun mempersilakan jika para korban ingin bersuara dan melaporkan Chiko ke aparat kepolisian.
Pelaku Mengakui Perbuatan dan Minta Maaf
Tindakan cabul Chiko mulai terungkap ke publik usai akun media sosial X @colajfryy membuat utas berjudul "Kasus Pelecehan Seksual FH Undip". Cuitan tersebut menyita perhatian warganet.
Menurut info yang beredar, pelaku membuat dan menyebarkan lebih dari 300 postingan cabul di platform X serta menyimpan lebih dari 1.000 video hasil rekayasa wajah di Google Drive.
Usai viral, Chiko muncul ke publik. Ia membuat pengakuan langsung di hadapan pihak SMA Negeri 11 Semarang. Selain itu, video klarifikasi dan permintaan maafnya diposting akun Instagram @sman11semarang.official.
"Saya ingin meminta permohonan maaf atas perbuatan saya, yang di mana saya telah mengedit, meng-upload foto maupun video teman-teman tanpa izin pada akun Twitter saya," ucap Chiko dalam video.
Chiko juga mengaku menyimpan file video dalam Google Drive berjudul 'Skandal Smanse'. Dia menegaskan, semua isi file video tak senonoh itu bukan kejadian nyata, melainkan hasil editan dengan AI.
Ia berjanji tak akan mengulangi perbuatannya. "Saya menyadari bahwa perbuatan saya telah menimbulkan dampak negatif bagi SMA Negeri 11 Semarang," lanjut Chiko dalam video berdurasi sekitar dua menit itu.
Kepala SMA Negeri 11 Semarang, Tri Widiyastuti, belum merespons saat diminta tanggapan terkait kasus ini. Ia juga tidak menjelasan bagaimana kondisi siswa yang menjadi korban.
Pelaku Bisa Dipidana
Chiko sudah mengakui perbuatannya. Namun, apakah cukup hanya dengan minta maaf? Aktivis Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menyebut kasus ini bisa masuk ranah pidana.
Menurut Citra Ayu Kurniawati dari LRC-KJHAM, memanipulasi foto orang lain menjadi konten cabul dan diunggah di media sosial termasuk kasus kekerasan seksual berbasis elektronik.
"Itu bisa pidana karena masuk pelanggaran UU ITE dan UU TPKS," ucap Citra saat dikonfirmasi, Kamis (16/10/2025).
Ia menilai, kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar hukum dengan meminta maaf. Namun, pidananya harus menunggu korban melapor karena kasus ini merupakan delik aduan.
Citra mendorong korban berani bersuara dan melapor. Menurutnya, para korban berhak mendapatkan perlindungan dan pemulihan akibat dari kasus ini.
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































