tirto.id - Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia menuntut tujuh hal dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2021. Hal ini berdasarkan banyak perempuan Papua yang mengalami kekerasan langsung maupun struktural.
"Kekerasan langsung berhubungan dengan Kekerasan dalam rumah tangga. Sedangkan kekerasan struktural dilakukan oleh aparat militer sejak tahun 1963-2021, dengan cara pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi dan diskriminasi," ujar Sekretaris Jenderal AMPTPI Ambrosius Mulait, dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Kekerasan terhadap perempuan Papua tidak terlepas dari eksploitasi sumber daya alam dan operasi militer di tanah Papua. Lantas tujuh tuntutan AMPTPI yakni:
Pertama, segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual agar memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual yang melibatkan aparat militer. Kedua, hentikan kekerasan militer terhadap perempuan Papua dan rakyat Papua.
Ketiga, menghargai kebebasan berekspresi sesuai UUD 1945, serta mendesak pemerintah membuka akses jurnalis nasional dan internasional untuk meliput situasi di tanah Papua. Keempat, tolak Otsus Jilid II atau cabut UU Otsus, sebab implementasi 20 tahun otsus tidak melindungi hak-hak perempuan Papua dan rakyat Papua.
Kelima, mendesak Kapolri segera membebaskan dua Aktivis Papua Roland Levi dan Kelvin Molama. Keenam, akhiri konflik bersenjata di Papua dan mendesak pemerintahan Jokowi segera melakukan gencatan senjata sebagai solusi demokratis.
"Ketujuh, pemerintahan Presiden Jokowi segera selesaikan empat akar persoalan utama yang dikemukakan oleh LIPI," ucap Ambrosius. Empat masalah utama yang ia maksud adalah kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, kekerasan negara dan tuduhan pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah Papua.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri