tirto.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap munculnya saksi pelaku atau "justice collaborator" dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya.
“LPSK berharap munculnya saksi pelaku atau justice collabolator dalam kasus ini,” ujar Wakil Ketua LPSK Achmadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (2/1/2019).
Achmadi mengatakan LPSK memberikan perhatian yang besar terhadap kemungkinan diberikannya perlindungan kepada saksi dan/atau saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) dalam pengungkapan kasus Jiwasraya.
Menurut dia, adanya saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) diharapkan dapat mengungkap secara menyeluruh kasus tindak pidana yang menimbulkan kerugian negara dengan taksiran angka mencapai Rp13,7 triliun itu.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo sebelumnya mengatakan pihaknya siap melindungi sejumlah saksi yang akan diperiksa oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus ini.
Hasto mengatakan LPSK akan berusaha memastikan para saksi memperoleh hak-haknya sesuai undang-undang yang berlaku, mengingat pentingnya peran dan keterangan saksi dalam mengungkap dugaan kasus tindak pidana tersebut.
Kejagung sendiri telah memeriksa sejumlah saksi mulai pekan ini, di mana 10 di antaranya telah dicekal untuk berpergian ke luar negeri karena berpotensi menjadi tersangka.
Terkait hal tersebut, Achmadi mengatakan LPSK telah melakukan koordinasi langsung dengan Jampidsus Kejagung terkait dengan perlindungan sejumlah saksi dalam kasus ini. Menurutnya, pihak Kejagung menyambut baik upaya LPSK tersebut.
“Intinya Jampidsus Kejagung sangat menyambut, saya menyampaikan bila ada saksi dan/atau saksi pelaku yang memenuhi syarat diberikan perlindungan, LPSK siap untuk mengambil peran” ucap Achmadi.
Dalam konteks ini, terdapat syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi "justice collaborator", yakni tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK.
Kemudian sifat penting keterangan yang diberikan, bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya, kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis, serta adanya ancaman yang nyata.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menemukan adanya dugaan korupsi di PT Jiwasraya. Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan kasus Jiwasraya dengan Nomor: Trim 33/F2/Fd2/12 tahun 2019 tertanggal 17 Desember 2019.
Jiwasraya telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi, di antaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Sejumlah 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp14,9 triliun.
Sebanyak 2 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Akibatnya, Jiwasraya hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp13,7 triliun.