Menuju konten utama

Ledakan Gudmurah & Masalah Tata Ruang Permukiman di Zona Militer

Peristiwa ledakan di Gudmurah Kodam Jaya tidak lepas dari lemahnya tata kelola perizinan permukiman.

Ledakan Gudmurah & Masalah Tata Ruang Permukiman di Zona Militer
TNI berjaga pascaledakan ledakan gudang amunisi di depan Culuster Visalia, Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (31/3/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/wpa.

tirto.id - "Awal mulanya kan kirain suara petasan karena dentumannya kecil seperti petasan. Lama-lama tapi gede."

Begitu salah satu pengakuan warga dari kompleks perumahan Kota Wisata Cibubur kepada reporter Tirto, Minggu (31/3/2024) lalu. Ia bercerita tentang kebakaran terjadi di gudang amunisi nomor 6 milik Kodam Jaya, Sabtu (30/3/2024) malam. Kebakaran tersebut berdekatan dengan pemukiman warga di dekat Kota Wisata, Cibubur.

Dalam cerita kepada Tirto, pengurus RT dan RW langsung mematikan listrik pada pukul 18.30 WIB atau tidak lama setelah ledakan terdengar. Warga pun langsung diungsikan ke masjid yang dinilai aman dari sumber ledakan.

Warga lain yang tinggal di luar lingkungan kompleks pun ikut menceritakan kengerian saat ledakan terjadi. Ia mengaku, warga langsung menyelamatkan diri begitu mendengar ledakan yang disertai dengan api membara.

"Semua langsung lari, ledakannya awalnya emang enggak besar, tahu-tahu besar, apinya gede, serem pokoknya," ungkap warga berinisial O itu.

O mengemukakan, Pak RT di wilayahnya saat itu langsung meminta semua warga keluar dari rumah tanpa menghiraukan harta bendanya. Mereka disuruh berlari ke tempat aman demi menyelamatkan diri.

Pihak warga pun tidak tahu bahwa rumah mereka dekat dengan rumah ledakan.

"Kami tidak mengetahui bahwa di belakang itu adalah bunker amunisi. Tidak pernah diberitahu saat membeli properti itu," kata Ketua RW 051 Klaster Visalia, Kota Cibubur, Fendy Munawan, Minggu (31/3/2024).

Fendy mengatakan para ibu dan anak-anak histeris setelah mendengar ledakan dan lemparan amunisi. Ia pun meminta kepada pihak TNI agar ada sterilisasi usai ledakan selain meminta penanganan pemulihan trauma ledakan.

Dia juga menyampaikan, saat malam peristiwa ledakan ditemukan tujuh granat nanas. Kemudian, ditemukan kembali lima granat pada keesokan harinya.

"Kami sepakat untuk dilakukan lagi sterilisasi satu minggu untuk memastikan. Karena kami warga melakukan penyisiran sendiri dan menunjukkan kepada TNI ada amunisi yang masih tersisa di bagian atap. Kami juga tidak tahu kalau mungkin saja di pohon ada [amunisi]," tutur Fendy.

Menurut Fendy, warga juga sepakat adanya komunikasi dari pihak TNI maupun Sinarmas sebagai pengelola Kota Wisata. Namun, diharapkan komunikasi antara TNI dengan pengelola Kota Wisata sudah membahas tentang proses tindak lanjut keamanan jangka panjang usai kejadian.

Warga Klaster Visalia

Warga Visalia mengutarakan pernyataan untuk TNI memberikan treatment hingga relokasi bunker, Minggu (31/3/2024). (Tirto.id/Ayu Mumpuni)

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto memastikan pihaknya segera menangani masalah dampak ledakan, sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo.

Menurut Agus, pihaknya juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk penanganan warga terdampak. Selain itu, tim khusus dan polisi militer telah dikerahkan untuk melakukan investigasi.

Agus mengklaim tidak ada kesalahan standar operasional prosedur (SOP) yang mengakibatkan ledakan tersebut. Ledakan semata-mata karena gesekan amunisi yang memang dalam kategori sensitif.

Sementara itu, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak menambahkan, dirinya menyampaikan permintaan maaf atas peristiwa tersebut.

“Pertama, mengucapkan permohonan maaf masyarakat sekitar khususnya atas kejadian ini,” tutur Maruli usai meninjau lokasi.

Maruli menyatakan, dipastikan akan ada evaluasi keamanan di daerah permukiman warga. Selain itu, akan ada penyortiran amunisi yang sudah kedaluwarsa.

Menurut Maruli gudang yang terbakar ini sudah ada sejak tahun 2000-an. Namun, wilayah kompleks Gudang Amunisi Daerah (Gudmurah) Kodam Jaya sendiri sudah dibangun sejak 1987.

“Masih bagus karena masih dari tahun 2.000,” ujar Maruli.

Dia memastikan, dalam peristiwa ini tidak ada kelalaian personel TNI. Namun, evaluasi tetap dilakukan secara menyeluruh.

Evaluasi Tata Ruang antara Zona Militer dengan Permukiman Warga

Analis militer dari ISESS, Khairul Fahmi, mendorong agar ada penelusuran lebih lanjut dalam insiden kebakaran tersebut, mulai dari jenis amunisi yang disimpan, kelaikan gudang hingga perawatan amunisi dan senjata apakah sudah berjalan sesuai prosedur atau tidak.

Ia tidak memungkiri kebakaran tidak lepas dari masalah selongsong peluru atau proyektir berkarat atau bahan peledak yang lapuk sehingga amunisi mungkin meledak sendiri. Ia pun tidak memungkiri ledakan juga terjadi akibat temperatur gudang penyimpanan senjata.

"Tentunya semakin besar jumlah dan bobot kerusakannnya, makin besar juga risikonya jika disimpan dalam waktu yang panjang sebelum dimusnahkan, belum lagi kondisi gudangnya, kalau kondisi gudangnya ada kerentanan tertentu, misalnya terkait getaran dan suhu udara, ya tingkat kepekaan, ketelitian dan respon para personel yang bertugas di sana ya harus makin tinggi untuk memperkecil risiko," kata Fahmi kepada Tirto, Senin (1/4/2024).

Fahmi juga sedikit menyinggung soal rentang waktu usulan pemusnahan senjata. Ia menilai, banyak hal perlu diverifikasi sebelum pemusnahan seperti apakah amunisi tersebut rusak dalam keadaan tidak diperbaiki atau sesuai jumlah sesuai laporan.

Fahmi menilai kejadian tersebut memerlukan sejumlah solusi. Pertama, Fahmi mendorong agar ada pengetatan pelaksanaan pengawasan munisi. Ia ingin agar jajaran meningkatkan kepekaan, ketelitian dan kesigapan personel dalam penanganan amunisi.

Dan evaluasi terpenting, menurut Fahmi adalah keamanan lokasi penyimpanan amunisi yang dekat dengan permukiman warga.

"Yang paling penting menurut saya mengenai keamanan lokasi. Soal jarak aman antara lingkungan warga dengan area gudang ini saya kira berkaitan persoalan pengelolaan tata ruang," kata Fahmi.

Fahmi mengatakan, kondisi gudang mungkin saat dibangun jaraknya masih aman dengan perumahan warga. Namun, seiring pertumbuhan ekonomi, penduduk dan pembangunan yang ambisius membuat kawasan yang sebelumnya kosong menjadi terisi oleh rumah tinggal warga, hingga akhirnya berdekatan dengan zona militer.

Ia mengingatkan kejadian kebakaran Pertamina Plumpang maupun kejadian kebakaran gudang munisi di Pangkalan Utama TNI AL III di Pulau Pondok Dayung, Jakarta Utara meledak pada 2014.

Serupa dengan di Gudmurah Kodam Jaya yakni peristiwa ledakan gudang peluru milik TNI AL di Cilandak pada 1984 yang memakan korban karena dekat dengan warga.

Menurut, Fahmi solusi jangka pendek memang yang terbaik adalah pemindahan gudang amunisi, tetapi itu bukan solusi permanen.

Ia menilai, masalah tata ruang akan menjadi momok ketika memindahkan gudang amunisi. Ia mengatakan, ada banyak aspek dalam pembangunan instalasi militer, terutama yang bersifat vital, khusus atau memiliki tingkat bahaya tertentu.

Fahmi mencontohkan bahwa kawasan padat penduduk, padat kendaraan terutama angkutan berat harus dihindari dalam pembangunan instalasi militer. Untuk itu, menurut Fahmi perlunya melihat kajian tata ruang dalam membangun instalasi militer, terutama gudang amunisi agar aman dari permukiman warga.

"Masalahnya, bagaimana jika kawasan yang semula ideal kemudian perkembangannya tidak terkendali dan mengakibatkan kerentanan? Ini memerlukan solusi lintas sektor. Apalagi banyak daerah cenderung tidak disiplin bahkan abai dalam hal pengelolaan tata ruang. Misalnya, kawasan pertanian mendadak alihfungsi jadi kawasan industri jadi praktik yang cukup lazim," kata Fahmi.

Fahmi menambahkan, fenomena tersebut menyulitkan penentuan lokasi pembangunan kawasan instalasi militer. Ia mendorong agar ada upaya disiplin dalam tata ruang.

"Karena itu penyelarasan antara rencana tata ruang daerah dan tata ruang pertahanan itu penting dan kemudian implementasinya harus disiplin jangan dilanggar. Karena akan berbahaya bagi masyarakat dan merugikan bagi negara," kata Fahmi.

Penyisiran material serpihan ledakan Gudmurah Kodam Jaya

Personel Kompi Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) Zeni TNI AD berusaha menjinakkan material diduga sisa bahan peledak dan amunisi dampak dari ledakan Gudang Munisi Daerah (Gudmurah) Kodam Jaya Ciangsana yang terlempar hingga perumahan Cluster Visalia di Perumahan Kota Wisata, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (31/3/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

Analis kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, menilai, peristiwa yang terjadi di Gudmurah Kodam Jaya tidak lepas dari lemahnya tata kelola perizinan permukiman.

Ia mengatakan, Undang-Undang Tata Ruang sejatinya sudah mengatur zonasi untuk pengembangan perumahan dan lainnya. Ia menilai pemerintah daerah seharusnya mampu mengawasi praktik pembangunan sesuai zonasi.

"Pemerintah daerah mengawasi ketat praktik pengembang untuk penyediaan rumah di zonasi-zonasi yang berisiko tinggi, seperti militer, bahan bakar dan lain-lain. Pemerintah juga secara aktif memberikan pengetahuan kebencanaan bagi warga di zonasi berisiko tinggi," kata Riko kepada Tirto, Senin (1/4/2024).

Riko menekankan instalasi militer adalah zona terbatas dan berbahaya. Ia mengingatkan bahwa ada perlakuan khusus pada instalasi militer, apalagi tempat tersebut adalah gudang senjata. Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa instalasi militer adalah sasaran perang.

Alhasil, instalasi militer kerap menjadi sasaran serangan sehingga harus jauh dari masyarakat.

Oleh karena itu, Riko mendorong agar pemerintah berani mendorong pengetatan perizinan di zona risiko tinggi. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kemampuan mitigasi dalam bencana.

"Pembekalan mitigasi bagi warga sipil agar mereka tahu risiko dan cara pencegahan," kata Riko.

Baca juga artikel terkait GUDANG AMUNISI MELEDAK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto