tirto.id - Serangan Umum 1 Maret 1949 diperingati sebagai hari bersejarah rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Peretempuran ini merupakan serangan balasan dari TNI dan rakyat Indonesia terhadap Belanda yang melancarkan agresi militer II pada 21 Juli 1947.
Agresi militer II oleh Belanda menyasar Yogyakarta, ibu kota Indonesia kala itu. Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menawan pemimpin Republik Indonesia termasuk Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh Hatta, Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Moh Roem, dan A.G Pringgodigdo.
Atas serangan tersebut Belanda sesumbar memberitahukan dunia Internasional bahwa Indonesia sudah dikalahkan dan TINI sudah tidak ada. Padahal kenyataannya tidak demikian.
TNI dan rakyat Indonesia terus menerus melakukan serangan gerilya, puncaknya perjuangan gagah berani Indonesia meletus pada 1 Maret 1949.
Dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Kolonel A.H Nasution, Jendral Soedirman, dan Letkol Soeharto, Indonesia berhasil merebut kembali Yogyakarta selama 6 jam, yaitu pada pukul 06.00 – 12.00 WIB.
Latar Belakang Serangan Umum 1 Maret 1949
Setelah Indonesia memproklamirkan kemeredekaannya, Belanda masih tetap berusaha ingin menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara.
Indonesia saat itu sebagai negara yang masih muda melakukan sejumlah cara untuk mempertahankan kemeredekaannya, termasuk dengan cara diplomasi atau berunding dengan Belanda. Salah satu jalur diplomasi yang ditempuh kala itu adalah perjanjian Renville.
Hasil Perundingan Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948 itu ternyata cukup merugikan bagi Indonesia. Wilayah kedaulatan RI menjadi semakin sempit dengan diterapkannya aturan Garis van Mook atau Garis Status Quo.
Di tengah kekalutan poltik Indonesia saat itu, Belanda menggempur Indonesia dalam agresi militer II. Tindakan Belanda tersebut juga merupakan pelanggaran atas perjanjian Renville. Agresi militer II yang dilakukan Belanda dikecam keras oleh dunia Internasional.
Kronologi Serangan Umum 1 Maret 1949
Mengutip buku Sejarah Kelas XII SMA dan MA Program IPS oleh Rini Mardikaningsih dan R Sumaryanto hal 65 - 66, dijelaskan bahwa setelah melakukan agresi militer II, Belanda merasa sudah memenangkan pertempuran dan berhasil merebut kekuasaan dari pemerintah RI. Apalagi Presiden RI, Wakil Presiden RI, dan para tokoh nasional lainnya berhasil mereka tawan.
Selanjutnya, Belanda mengeluarkan pernyataan bahwa RI telah berhasil dikalahkan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak demikian, Para pejuang Indonesia dan TNI masih terus- menerus melakukan perlawanan dengan cara perang gerilya.
Bukti dari masih kuatnya perlawanan TNI dan pejuang Indonesia dibuktikan pada tanggal 1 Maret 1949. Pada tanggal itu pasukan TNI secara besar-besaran melancarkan Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap Kota Yogyakarta yang telah diduduki oleh tentara Belanda. Serangan umum ini diprakarsai oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Operasi penyerangan dipimpin oleh Komandan Brigade 10 daerah wehrkreise III, Letkol Soeharto.
Serangan tersebut berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam, yakni pukul 06.00-12.00 WIB. Tepat pukul 12.00 WIB, sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya, pasukan TNI mundur. TNI membawa serta harta rampasan berupa persenjataan dan logistik dan menuju kembali ke pangkalan gerilya.
Berita serangan umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Siaran berita tersebut dapat ditangkap oleh RRI di Sumatra yang kemudian menyiarkannya ke Yangoon dan India.
Keesokan harinya, peristiwa Serangan Umum 1 Maret juga dilaporkan oleh R. Soemardi ke PDRI di Bukittinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Mr. A.A. Maramis dan L.N. Palar.
Akhirnya, berita serangan umum yang berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam itu tersebar ke dunia internasional.
Dampak Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan umum ke Kota Yogyakarta tersebut berhasil mematahkan pengakuan Belanda yang menyatakan bahwa Indonesia sudah dikalahkan dan TNI sudah tidak ada.
Hal itu juga membuktikan pada dunia internasional bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan.
Serangan umum 1 Maret 1949 membawa arti penting bagi posisi Indonesia di mata internasional. Selain membuktikan eksistensi TNI yang masih kuat, Indonesia memiliki posisi tawar melalui perundingan di Dewan Keamanan PBB. Perlawanan singkat tersebut turut mempermalukan Belanda dengan propagandanya.
Untuk mengenang para pejuang dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 maka pemerintah membangun Monumen Yogya Kembali.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra