tirto.id - Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas Wisnu Prabawa Taher menyatakan, saat ini lapangan migas Indonesia mengalami penurunan produksi (decline) dan rata-rata mencapai 15-20 persen karena sudah cukup tua atau mature.
Kendati demikian, ia mengatakan pemerintah berusaha agar persentase decline dapat ditahan di bawah 5 persen untuk minyak (oil). Caranya, dengan mengoptimalisasi pengeboran sumur hingga pengoperasian (onstream) proyek migas baru.
“Realisasi lighting oil masih di atas 97 persen. Memang belum capai target karena kemampuan cadangannya yang perlu dijaga. Namun kami juga meminimalkan stok oil sehingga dalam beberapa bulan lifting oil bisa lebih besar dari produksinya,” ucap Wisnu dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto pada Selasa (9/7/2019).
Ia juga menyebutkan, pada semester II nanti akan ada tambahan produksi minyak. Tepatnya ada beberapa lapangan minyak baru yang akan mulai beroperasi. Tambahan lain, katanya, juga akan berasal dari Blok Merangin II yang mampu menambah produksi 1.500 boepd.
“Di Semester II 2019, diharapkan akan mulai onstream lapangan YY-ONWJ, Panen-Jabung, dan Kedung Keris-Cepu, yang akan memberikan tambahan produksi OIL secara total sekitar 10.000 bopd, mulai Kuartal IV 2019,” ucap Wisnu.
Lalu untuk produksi gas, Wisnu menjelaskan capaiannya masih di kisaran 86 persen karena bergantung penyerapan pembeli. Seperti Liquid Natural Gas (LNG) di Bontang yang belum diserap maksimal oleh Pertamina sehingga perolehan (intake) gas pun terpaksa dikurangi.
Sementara itu, ia menyebutkan sumur pengembangan baru di Mahakam dan Pangkah masih belum memberikan output produksi yang optimal. Tetapi ia yakin pada semester II 2019 semua akan berangsur membaik.
“Masih terdapat 6 proyek GAS hingga akhir tahun 2019, dengan estimasi tambahan total produksi GAS sebesar 280 standar kubik per hari atau mmscfd untuk semester II 2019,” ucap Wisnu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengkritik impor migas Indonesia yang terus melambung dan meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhati-hati terkait kenaikan angka itu, karena dikhawatirkan berdampak pada defisit neraca perdagangan yang kontribusinya masih besar dari Migas.
Di saat yang sama, ternyata produksi siap jual (lifting) migas Indonesia yang notabene produksi dalam negeri belum mencapai target. Per Semester I 2019, realisasinya baru berkisar 1.808 barrel oil per day (boepd). Jumlah itu baru setara 90 persen target APBN.
Menurut BPS, impor migas Indonesia selama 5 bulan pertama 2019 sebenarnya lebih rendah dari tahun 2018 yaitu berkisar 9,08 miliar dolar AS dibanding 11,922 miliar dolar AS. Bagi defisit migas pun nilainya juga lebih rendah di angka 3,74 miliar dolar AS dari tahun 2018 di angka 5,12 miliar dolar AS.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno