tirto.id - Sekretaris Jenderal Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alumoeso mengatakan, luas lahan padi yang rusak atau puso diperkirakan akan terus bertambah.
Sutarto menjelaskan, pada bulan Juli ini jumlahnya memang tergolong sedikit yaitu di kisaran 9.940 hektar (Ha), tetapi kenaikan jumlahnya diprediksi dapat terjadi cukup signifikan.
“Kalau 9.940 itu memang masih relatif kecil. Kalau terus menerus (kekeringan) ini bisa cepat meningkat di bulan Juli. Kenapa? Airnya sudah habis. Ini bulan-bulan ini baru mulai saja (kekeringan),” ucap Sutarto saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (8/7/2019).
Sutarto mengatakan, saat ini daerah yang paling menderita kekeringan seharusnya berada di kisaran Indonesia Timur. Nantinya, perlahan-lahan kekeringan akan dialami cukup parah di bagian Nusa Tenggara.
Lalu pergerakannya berlanjut ke arah Jawa Timur dan Tengah dan sebagian Sulawesi. Terakhir, daerah yang mungkin terpengaruh adalah Sumatera Selatan.
Menurut Sutarto, nasib berbagai daerah ini sangat bergantung pada sistem pengelolaan air yang sudah dimiliki cukup lama. Misalnya seperti Bali.
Pemerintah, kata dia, perlu memantau ketersediaan air di masing-masing daerah. Pasalnya meskipun sudah ada bantuan irigasi atau pipa air, hal itu belum tentu berpengaruh signifikan. Sebab bergantung pada kemampuan cadangan air daerah yang bersangkutan.
Bila ternyata didapati ada yang tak sanggup menyediakan air sampai 4 bulan ke depan, ia menyarankan tak perlu menanam padi.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan H. Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, jumlah puso yang saat ini terjadi belum cukup besar sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan. Ia memastikan jumlahnya masih jauh dibanding total rata-rata lahan padi yang mencapai 400 ribuan hektar secara nasional.
“Ya sekarang kekeringannya saja kecil. Masih aman banget. Ini kecil sekali,” ucap Gatot usai konferensi pers di Kementan, Jakarta pada Senin (8/7/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno