tirto.id - Kantor Staf Kepresidenan (KSP) menyatakan pemerintahan sementara Papua Barat yang dideklarasikan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) tidak sah.
Deputi V KSP Jaleswari Pramodawardhani mengatakan, ULMWP tidak memenuhi syarat hukum internasional untuk mendirikan pemerintahan yang sah.
"Klaim pemerintahan ULMWP tidak memenuhi kriteria pemerintahan yang sah menurut hukum internasional. ULMWP bahkan tidak memenuhi kriteria sebagai belligerent dalam kerangka hukum humaniter internasional, terlebih pemerintahan sementara, sehingga seluruh aktivitasnya wajib tunduk pada hukum nasional Indonesia," kata perempuan yang karib disapa Dani dalam keterangan tertulis, Kamis (3/12/2020).
Dani menuturkan, hukum internasional telah mengatur definisi pemerintahan yang sah. Dalam hal lazim, hukum internasional maupun putusan pengadilan internasional menekankan pemerintahan yang sah adalah pemerintahan yang memiliki kendali efektif terhadap suatu wilayah.
Hingga detik ini, kata Dani, satu-satunya entitas yang memiliki kendali atas Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat adalah Pemerintah Republik Indonesia. Ia mencontohkan masalah administrasi pemerintahan Indonesia di Provinsi Papua dan Papua Barat berjalan dengan demokratis, kapasitas menerapkan hukum nasional, pencatatan kependudukan, kemampuan penegakan hukum, dan unsur-unsur lain yang hanya bisa diterapkan oleh entitas pemerintah yang sah.
Berdasarkan fakta dari kelaziman hukum internasional, putusan pengadilan internasional maupun langkah ULMWP yang mengklaim membangun pemerintahan sementara, Dani menilai tindakan ULMWP telah melawan hukum Indonesia dan dapat diproses secara hukum Indonesia.
"Berdasarkan argumentasi di atas, maka secara politik tindakan ULMWP ini dapat dianggap sebagai melawan hukum nasional NKRI dan dapat ditindak sesuai hukum nasional yang berlaku," kata Dani.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ahli Hukum Internasional Hikmahanto Juwono. Dalam salah satu poin, Hikmahanto menyebut kalau deklarasi ULMWP tidak sah. Sebab, pendirian negara harus dilalui dengan deklarasi negara lalu diikuti pengakuan negara lain.
"Kok ini tiba-tiba yang dibentuk adalah pemerintahan sementara. Dalam hukum internasional pemerintahan sementara itu ada kalau negaranya sudah ada tapi di pemerintahan ada permasalahan seperti misalnya ada kudeta dan lain-lain," kata Hikmahanto kepada reporter Tirto, Rabu (2/12/2020) lalu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri