tirto.id - Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono dinilai berpeluang menggantikan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang akan memasuki masa pensiun pada Desember 2022 mendatang.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyebut Yudo layak untuk menjadi penerus Andika Perkasa. Ia menilai Presiden Jokowi tidak melihat umur dalam pemilihan panglima.
Selain itu, Fahmi yakin Jokowi akan menerapkan pola bergiliran di mana saat ini merupakan kesempatan bagi TNI AL untuk mengisi posisi tersebut.
"Artinya, pola ini masih mungkin diterapkan juga pada saat penggantian Jenderal Andika. Nah, memperhatikan hal itu maka menurut saya, sepanjang belum pensiun, peluang jelas besar dan kuat untuk Laksamana Yudo Margono, Apalagi selama masa pemerintahan Presiden Jokowi, belum pernah ada Panglima dari lingkungan TNI AL," kata Fahmi kepada Tirto, Rabu (14/9/2022).
Fahmi mengatakan, pemilihan jenderal berlatar belakang TNI AL penting demi menjaga soliditas internal. Ia khawatir, keengganan memilih Yudo yang notabene berasal dari TNI AL memicu isu 'anak tiri' di era kepemimpinan Jokowi.
"Jangan sampai ada yang merasa dianaktirikan dan berpotensi menjadi konflik terpendam yang dapat mengganggu soliditas TNI. Apalagi karena provokasi politisi," tutur Fahmi.
Fahmi juga menilai, kelayakan Yudo menjadi Panglima TNI terlihat dari kedekatan dia dengan Andika. Keduanya disebut memiliki hubungan yang baik meski sebelumnya sama-sama masuk dalam bursa pemilihan.
"Karena itu agenda konsolidasi bisa berlangsung lebih cepat tanpa harus direpotkan dengan agenda-agenda harmonisasi, pemulihan stabilitas dan perombakan jajaran secara drastis di awal," ucapnya.
Fahmi menegaskan bahwa pergantian Panglima kali ini tidak bisa dikaitkan dengan tahapan pemilu meski waktunya berbarengan. Ia heran wacana tersebut muncul dan tidak sedikit didengungkan oleh politisi.
"Pengaitan itu justru lebih bertendensi pada upaya menarik-narik TNI untuk cawe-cawe pada agenda politik praktis, bukan politik negara," tandasnya.
Fahmi mengingatkan, Indonesia sudah bukan di dalam momen Orde Baru di mana TNI (kala itu ABRI) berperan sebagai stabilisator dan dinamisator. Selain itu, TNI saat ini berbeda dengan TNI masa lalu. Di masa lalu TNI berperan penting dalam upaya suksesi pemilu, sedangkan saat ini TNI tidak boleh masuk ke dalam urusan politik praktis atau elektoral.
"Jadi sebenarnya menurut saya, secara prinsip tidak ada masalah jika tahun ini Panglima berganti lalu tahun depan berganti lagi. Toh pengusulan calon Panglima sepenuhnya merupakan hak prerogatif presiden, walaupun bukan berarti itu kemudian boleh dilakukan semaunya," pungkas Fahmi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky