tirto.id - Anjloknya gerbong KRL jalur Jakarta Kota-Bogor yang mengarah ke Bogor Minggu (10/03/2019) menambah daftar insiden yang terjadi pada jalur KRL Jabodetabek dan menyebabkan belasan korban luka. Lokasi kejadian berada Cilebut-Bogor yang sebelumnya sempat terjadi insiden jalur KRL longsor pada 2012 dan 2014.
Layanan KRL memang tak bisa dipungkiri masih ada insiden kecelakaan, termasuk kecelakaan kereta api pada umumnya. Sehingga memunculkan pertanyaan, sejauh mana frekuensi kecelakaan kereta api di Indonesia, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir?
Untuk mengetahui jumlah kecelakaan moda transportasi, data yang digunakan bersumber dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). KNKT bertugas untuk melaksanakan investigasi kecelakaan transportasi, memberikan rekomendasi hasil investigasi kecelakaan transportasi kepada pihak terkait, dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden berdasarkan hasil investigasi kecelakaan transportasi dalam rangka mewujudkan keselamatan transportasi.
Berdasarkan data KNKT selama 2012 hingga 2017, kecelakaan transportasi terbanyak terjadi pada moda transportasi penerbangan, disusul oleh pelayaran, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), dan perkeretaapian. Jumlah ini adalah jumlah kecelakaan yang diinvestigasi oleh KNKT.
Kecelakaan penerbangan berjumlah sebanyak 204 kejadian dengan jumlah kecelakaan tertinggi terjadi pada 2016, yaitu sebanyak 45 kecelakaan. Kecelakaan pesawat udara ini terdiri dari pesawat udara yang jatuh pada saat tinggal landas, lepas landas, atau selama penerbangan; tabrakan antar pesawat udara atau antar pesawat udara, dengan fasilitas di bandar udara; pesawat udara yang hilang atau tidak dapat ditemukan; atau pesawat udara yang mengalami kejadian serius.
Selain itu, total kecelakaan pelayaran berjumlah 80 kejadian, terlihat bahwa trennya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2012 jumlahnya sebanyak 4 kecelakaan, naik menjadi 34 kecelakaan pada 2017.
Total jumlah kecelakaan perkeretaapian paling sedikit, yaitu sebanyak 31 kecelakaan dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Total korban jiwa tercatat sebanyak 101 orang, dengan rincian 6 meninggal dan 95 luka-luka. Kecelakaan kereta api ini seperti tabrakan antar kereta api, kereta api terguling, kereta api anjlok, dan kereta api terbakar.
Bila ditilik lebih lanjut, jenis kecelakaan kereta api terbanyak adalah anjlok atau terguling--jumlahnya mencapai 70,97 persen dari total kecelakaan kereta api. Sementara jenis kecelakaan lain menempati porsi yang lebih sedikit, yaitu 22,58 persen adalah tabrakan dan 6,45 persen bersifat lainnya.
Selama enam tahun terakhir, jumlah kereta yang mengalami anjlok atau terguling tercatat meningkat. Pada 2013 ada satu kasus kereta anjlok/terguling, naik menjadi empat kecelakaan di 2014, dan masing-masing ada enam kasus kereta anjlok pada 2016 dan 2017.
Namun, penting dicatat, data dari KNKT ini belum tentu merepresentasikan seluruh kejadian kecelakaan moda transportasi di Indonesia. Sebab, tidak semua kecelakaan diinvestigasi oleh KNKT. Misalnya, pada kecelakaan kereta api, hanya kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan atau tidak dapat beroperasinya kereta api yang mengakibatkan rintang jalan selama lebih dari enam jam untuk dua arah.
Salah satu kasus kereta anjlok yang jadi sorotan terjadi pada 2016. Pada 1 Maret 2016, KA 3008 mengalami anjlokan di km 262+100/200 petak jalan antara Stasiun Lubuk Rukam dan Stasiun Negararatu. Setelah kejadian, diketahui di titik anjlokan terdapat kepala rel yang gompal dan rel patah pada sambungan rel. Patahnya rel ini karena penyambungan rel yang yang tidak sesuai dengan prosedur.
Kecelakaan lainnya adalah anjlokan kereta api 2602 BBM di petak jalan antara Stasiun Mojokerto – Stasiun Tarik pada 12 Oktober 2017 dan anjlokan kereta api 1747 di emplasemen Stasiun Jatinegara pada 30 Oktober 2017.
Sementara itu, kasus tabrakan kereta terbanyak terjadi pada 2015, yakni empat kasus tabrakan. Salah satunya adalah tabrakan kereta Api Sancaka relasi Yogyakarta-Surabaya dengan truk trailer di lintasan liar Desa Sambirejo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, pada 6 April 2018. Kecelakaan ini mengakibatkan lokomotif dan tiga kereta di belakangnya anjlok.
Tingginya kasus kereta anjlok dan terguling ini akibat tidak lengkapnya jumlah baut yang terpasang di pelat sambung, kondisi jalan rel yang tidak baik, dan rel yang patah. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah tidak adanya ketersediaan rel maupun pelat sambung untuk menangani pemeliharaan darurat di beberapa satuan kerja pemeliharaan. Selain itu, kerap kali evaluasi terhadap kondisi prasarana dan siklus perawatan jalur kereta api luput dilakukan.
Dari semua moda transportasi di Indonesia, kereta api memang tergolong sebagai transportasi yang frekuensi kecelakaan lebih rendah dari moda transportasi lain. Namun, penyelenggara kereta api, yaitu PT KAI perlu memperketat pengawasan dan pemeliharaan moda transportasi. Mengingat jumlah penumpang kereta api kian meningkat tiap tahunnya.
Editor: Suhendra