Menuju konten utama

KPK Sebut Ada Potensi Konflik Kepentingan di Program Kartu Prakerja

Konflik kepentingan Kartu Prakerja berkaitan penggunaan APBN tanpa lewat Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

KPK Sebut Ada Potensi Konflik Kepentingan di Program Kartu Prakerja
Ilustrasi Kartu Pra Kerja. foto/prakerja.go.id

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut program kartu Prakerja bermasalah secara kemitraan dengan para penyedia layanan pelatihan digital.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, permasalahan pertama karena delapan penyedia pelatihan daring ikut serta dalam program tanpa Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). Hal tersebut memiliki potensi konflik kepentingan.

"Terdapat konflik kepentingan pada 5 dari 8 platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/6/2020).

Alexander juga menyebutkan sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital.

Program Kartu Prakerja disusun untuk kondisi normal sesuai Perpres 36/2020 yang menjadi program semi-bantuan sosial dalam masa pandemi.

Program tersebut memakan anggaran sebesar Rp20 Triliun dengan target peserta 5,6 juta orang.

Komposisi nilai total insentif pasca pelatihan yaitu sebesar Rp2.400.000 per orang dan

insentif survei sebesar Rp150.000 per orang. Sedangkan nilai bantuan pelatihannya sebesar Rp1.000.000 per orang.

KPK menyarankan agar komite meminta pendapat hukum ke Kejaksaan Agung tentang kerja sama dengan delapan platform digital ini apakah termasuk dalam cakupan PBJ pemerintah atau tidak.

"Serta platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Dengan demikian 250 pelatihan yang terindikasi harus dihentikan penyediaannya," ujarnya.

Selain berpotensi konflik kepentingan, KPK juga mencatat permasalahan Prakerja terletak pada metode pelaksanaan secara daring.

Menurut KPK metode tersebut besar kemungkinan dapat fiktif atau tidak efektif, sehingga merugikan keuangan negara. Karena metode pembelajaran hanya satu arah.

Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.

Lebih lanjut lagi, KPK mengatakan, lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.

Materi pelatihan pun dianggap tidak memadai. Pelatihan yang memenuhi syarat secara materi dan penyampaian daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.

Dari 1.895 pelatihan, KPK menemukan 327 pelatihan yang tersedia di internet secara gratis.

"Kemudian dibandingkan ketersediaan pelatihan tersebut di jejaring internet. Hasilnya 89 persen dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman prakerja.org," ujarnya.

Permasalahan juga terjadi pada proses pendaftaran. KPK merujuk pada data Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan yang telah mengkompilasi data pekerja terdampak PHK dan sudah dipadankan NIK nya berjumlah 1,7 Juta pekerja terdampak

Namun menurut KPK, hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143 ribu.

Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang yaitu 9,4 juta pendaftar bukanlah target yang disasar oleh program ini.

"Kemudian penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 Miliar tidak efisien. Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai," ujarnya.

KPK menyarankan agar pemerintah mengatur peserta yang disasar tidak perlu mendaftar daring melainkan dihubungi manajemen pelaksana sebagai peserta program.

Serta manfaatkan NIK sebagai identifikasi peserta untuk pendaftaran, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.

Baca juga artikel terkait PROGRAM KARTU PRAKERJA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali