tirto.id - Indikator Politik Indonesia, salah satu lembaga survei politik yang paling dirujuk, mengeluarkan hasil survei terbaru mengenai persepsi publik terhadap penanganan COVID-19 oleh pemerintah dan bagaimana implikasi politiknya. Hasil survei tersebut dirilis pada Minggu (7/6/2020) lalu.
Survei dilakukan terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak. Mereka diwawancara dengan metode tatap muka sepanjang 16-18 Mei. Kemungkinan margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Salah satu temuannya terkait penyelenggaraan program Kartu Prakerja pada masa pandemi. Survei menyimpulkan sebagian besar responden tidak setuju sebagian dana di Kartu Prakerja digunakan untuk pelatihan online. Angkanya sebesar 48,9 persen. Mereka menilai alih-alih pelatihan online, sebaiknya uang itu dipakai untuk sembako dan bantuan tunai bagi yang membutuhkan.
Lebih detail, ternyata yang tidak setuju dengan alokasi dana untuk program pelatihan itu bukan hanya pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tapi juga pemilih Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019 lalu. Hanya ada 31,4 persen responden pemilih Jokowi-Maruf yang setuju, sementara yang kontra sebanyak 46,6 persen. Sedangkan pemilih Prabowo-Sandiaga yang setuju hanya 28,6 persen, sementara yang tidak setuju mencapai 58,9 persen.
Program Kartu Prakerja tergolong unik kendati dikritik banyak pihak. Program ini sudah disebut-sebut Jokowi dalam kampanye Pilpres 2019. Sebagai calon presiden, saat itu dia mengatakan bakal menganggarkan Rp10 triliun untuk program pelatihan buat para pengangguran.
Jokowi kembali menyebut program ini setahun kemudian sebagai bagian dari program jaring sosial akibat pandemi COVID-19. Program resmi dirilis pada 1 Juni lalu. Anggaran Kartu Prakerja naik dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun.
Program ini dianggap tidak tepat sasaran karena pada masa pandemi masyarakat tidak butuh pelatihan kerja--tidak ada jaminan pula langsung dapat kerja setelahnya. Apa yang mereka butuhkan adalah dana segar untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Kebutuhan ini semakin krusial karena banyak sekali masyarakat kehilangan pendapatan setelah di-PHK atau dirumahkan.
Program ini juga dikritik karena sarat konflik kepentingan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut delapan platform digital mitra penyelenggara Kartu Prakerja-- Tokopedia, Skill Academy by Ruangguru, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijarmahir dan Sisnaker--juga berperan sebagai lembaga pelatihan. Padahal jika mengacu Pasal 50 Permenko No. 3 tahun 2020, platform digital hanya bertugas melakukan kurasi, pengawasan, dan evaluasi pelatihan.
"Bagaimana sebuah entitas yang sama, di saat yang bersamaan, menyelenggarakan tapi juga melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap dirinya sendiri? Jadi potensi konflik kepentingannya besar," kata anggota ICW Siti Juliantari dalam diskusi daring bertajuk 'Prakerja: Penguasa Bantu Pengusaha?' Senin (1/6/2020).
Beberapa mitra platform digital yang juga menjadi lembaga pelatihan adalah Skill Academy dengan 42 pelatihan, Sekolah.mu dengan 12 pelatihan, Pijar Mahir dengan 10 pelatihan, Pintaria dan HarukaEDU yang sama-sama 14 pelatihan, G2 Academy dengan 19 pelatihan, dan Hacktiv8 dengan 16 pelatihan. Totalnya 137 jenis pelatihan.
Peneliti dari ICW Lalola Easter mengatakan survei terbaru ini menegaskan tuntutan mereka dari awal. "Temuan dari Indikator Politik, lembaga-lembaga survei lain, juga ICW sendiri saling menguatkan. Dari awal kami minta [Kartu Prakerja] dihentikan lalu dievaluasi," katanya pada Kamis siang.
Hal serupa diungkapkan pengajar sekaligus analis kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah. "Harus dievaluasi karena ada konflik kepentingan yang besar. Di awal, ada beberapa penyelenggara [duduk] di kursi pejabat. Penggelontoran dana sendiri tidak transparan. Dana, penunjukan perusahaan, [hingga] open tender-nya tidak terbuka," kata Trubus kepada reporter Tirto.
Tetap Berjalan
Di tengah badai kritik ini pemerintah bergeming dan tak berniat sama sekali menghentikan program yang rencananya menargetkan 5,6 juta peserta ini. Kartu Prakerja gelombang keempat bahkan akan segera dijalankan.
Akhir Mei lalu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ada beberapa pertimbangan sebelum membuka gelombang selanjutnya, "antara lain menyesuaikan dengan the new normal yang akan dijalani masyarakat ke depan." Pada masa the new normal atau kelaziman baru, masyarakat diminta beraktivitas biasa sebagaimana sebelum pandemi, tapi dengan menerapkan berbagai protokol kesehatan seperti rajin cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak.
"Awalnya karena ada pembatasan sosial, program Kartu Prakerja kami lakukan secara online. Tapi, dengan adanya new normal, kita juga harus menyesuaikan pola pelatihannya, apakah bisa dilakukan secara offline," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Reja Hidayat