tirto.id - Mundurnya Adamas Belva Syah Devara sebagai Staf Khusus Presiden Joko Widodo tidak menghentikan kritik terhadap implementasi program Kartu Prakerja. Rachland Nashidik, politikus Partai Demokrat sekaligus pendiri Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, misalnya, mengatakan sebaiknya kerja sama perusahaan Belva dengan pemerintah juga diakhiri.
Perusahaan yang dimaksud adalah Ruangguru, salah satu startup yang digandeng pemerintah untuk melaksanakan salah satu program Kartu Prakerja: pelatihan. Belva mendirikan Ruangguru pada 2014. Ia menjabat sebagai CEO--jabatan yang tidak dilepas meski menjabat 'stafsus milenial' sejak akhir tahun lalu.
Belva mundur setelah banyak yang menuding ia terlibat konflik kepentingan karena dua jabatan tersebut. Penunjukan Ruangguru sebagai salah satu mitra dianggap buah dari posisi Belva di pemerintahan.
Rachland lantas menuding jika Ruangguru tidak menghentikan kerja sama dengan pemerintah, berhentinya Belva dapat diartikan sebagai "akal-akalan" belaka.
"Mundur dari stafsus itu bukti akal budi; Ruangguru masih dipertahankan itu bukti akal-akalan," kata Rachland lewat keterangan tertulis, Rabu (22/4/2020).
Belva sebenarnya telah mengklarifikasi kalau "proses verifikasi semua mitra Kartu Prakerja sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan tidak ada keterlibatan yang memunculkan konflik kepentingan." "Namun," tambahnya, ia tetap memilih mundur karena "tidak ingin polemik mengenai asumsi/persepsi publik yang bervariasi tentang posisi saya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan, yang dapat mengakibatkan terpecahnya konsentrasi Bapak Presiden... dalam menghadapi masalah pandemi COVID-19."
Hal serupa pernah ia cuitkan di Twitter pada 16 April lalu. Ketika itu ia menegaskan "tidak ikut proses seleksi mitra."
Kritik senada disampaikan anggota DPR Komisi X Dede Yusuf. Ia menilai apa yang dilakukan Belva "sudah bijak." Namun, "proyek tersebut jangan jalan juga, karena kalau sudah jalan tetap untung perusahaannya."
Peserta akan mendapatkan uang sebesar Rp3,5 juta yang dikirimkan bertahap selama empat bulan, Rp1 juta di antaranya harus dipakai untuk biaya pelatihan. Total uang untuk pelatihan yang diberikan pemerintah mencapai Rp5,6 triliun. Uang akan masuk ke kantong Ruangguru jika memang ada peserta yang memilih pelatihan yang disediakan startup tersebut.
Bagi Dede, seharusnya pemerintah memanfaatkan lembaga sejenis milik mereka sendiri, alih-alih swasta seperti Ruangguru, yaitu Lembaga Khusus Pelatihan maupun Lembaga Pendidikan Keterampilan yang bersertifikasi. Toh ada 19 ribu lembaga pelatihan yang juga punya kualifikasi dan pengalaman di Indonesia.
Jawaban Pemerintah & Ruangguru
Co-Founder Ruangguru, Iman Usman, menegaskan via Instagram bahwa Ruangguru dipilih "bukan titipan." "Ruangguru lolos ya karena ini Ruangguru, bukan karena Belva," katanya, Kamis (23/4/2020) lalu.
Terkait desakan agar Ruangguru pun turut serta putus kontrak, menurutnya itu semua dikembalikan ke pemerintah. "Kami dan seluruh platform lain yang terlibat hanya mengikuti arahan dari pemerintah," katanya.
Bagi Rachland, pihak yang pertama-tama patut ditujuk hidungnya memang pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai penanggung jawab program Kartu Prakerja. Menurutnya pengunduran diri Belva semestinya diikuti pemutusan kontrak dari pemerintah ke Ruangguru.
Namun mereka sepertinya tidak bakal memutus kerja sama. Buktinya, dalam siaran pers Kemenko Perekonomian pada Rabu (22/4/2020) lalu, mereka menyebut beberapa keunggulan Ruangguru dibanding yang lain lewat rilis berjudul 'Sedikit Pencerahan Mengenai Polemik Ruangguru dan Prakerja'.
Skill academy dari Ruangguru ditulis punya silabus lebih lengkap. Ruangguru juga dianggap lebih baik ketimbang materi serupa yang bisa diakses gratis di Youtube. "Di Youtube itu.. enggak jelas sumbernya. Enggak jelas valid tidak informasinya. Banyak hoaks," tulis mereka.
Ruangguru bahkan dianggap lebih baik ketimbang mitra lain. "Apabila diperhatikan, platform-platform lain yang menjadi mitra, to be fair, Skill Academy ini memang sebenarnya paling bagus-baik dari sisi fitur dan kelas-kelas yang ditawarkan."
Artikel di menu 'publikasi' tersebut kini sudah dihapus--entah apa alasannya.
Belum Selesai
Dalam utas 15 April lalu, Belva mengatakan penentuan mitra--yang jumlahnya delapan--dan "proses seleksi" sudah dimulai sejak Desember 2019. Hal itu ganjil karena peraturan yang melandasi program ini muncul belakangan.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja, misalnya, baru diundangkan pada 28 Feb 2020. Sementara Permenko Prakerja 3/2020 sebagai peraturan turunan baru diundangkan pada 27 Maret 2020. Kemudian Manajemen Pelaksana alias PMO program Kartu Prakerja baru dibentuk pada 17 Maret 2020.
Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja Panji Winanteya Ruky mengatakan apa yang dimaksud Belva soal seleksi sebenarnya baru sebatas diskusi. "Saya tidak bisa berkomentar atas persepsi yang bersangkutan [kalau diskusi] sebagai suatu proses seleksi," katanya kepada reporter Tirto.
Keganjilan lain adalah pernyataan Belva bahwa Ruangguru ikut seleksi. Mereka itu ditunjuk langsung, menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin. Ia mengatakan penunjukan atas dasar Perpres 36/2020 karena keterbatasan waktu.
Baik Belva maupun Iman Usman tidak menjawab poin "ikut seleksi" ini.
Hal terakhir yang dianggap belum selesai setelah Belva mundur adalah aspek hukum. Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Fery Amsari mengatakan ada kemungkinan Belva melanggar peraturan karena "konflik kepentingan masih sangat kental."
"CoI (conflict of interest) itu, kan, menimbulkan proyek. Kalau proyeknya tetap jalan berarti memang ada CoI," kata Fery kepada reporter Tirto.
Konflik kepentingan dilarang dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selain itu, konflik kepentingan juga dilarang dalam berbagai pasal dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Sementara pemerintah menurutnya diduga melanggar Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa karena menunjuk langsung mitra dalam proyek yang nilainya lebih dari Rp200 juta.
"Sebesar itu kalau tidak tender melanggar peraturan. Harusnya aparat penegak hukum bergerak," Fery memungkasi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino