Menuju konten utama

KPK Harap Dugaan Suap Uber Dilaporkan ke Penegak Hukum

“Jika ada indikasi tindak pidana korupsi dapat melaporkan ke KPK, atau pun Polri dan Kejaksaan,” kata Febri.

KPK Harap Dugaan Suap Uber Dilaporkan ke Penegak Hukum
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengaku belum mengetahui soal informasi dugaan suap yang dilakukan perusahaan transportasi berbasis aplikasi Uber kepada penegak hukum di Jakarta. Febri berharap, hal itu dapat dilaporkan pada penegak hukum.

“Belum ada informasi tentang itu yang kami terima,” kata Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (20/9/2017).

Mantan aktivis ICW ini pun belum mau bicara banyak saat ditanya apakah ada kemungkinan KPK menangani kasus ini. Febri juga enggan menanggapi kemungkinan komisi antirasuah melakukan kajian pencegahan korupsi di lingkaran transportasi berbasis aplikasi.

Febri justru menyarankan agar publik melaporkan masalah tersebut ke aparat penegak hukum apabila memang benar ada indikasi suap yang dilakukan oleh Uber. “Jika ada indikasi tindak pidana korupsi dapat melaporkan ke KPK, atau pun Polri dan Kejaksaan,” kata Febri.

Sementara itu, Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Halim Pagarra mengaku, hingga saat ini pihaknya tidak menemukan adanya anggota Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya yang melakukan pungutan liar, terutama pada pengusaha angkutan berbasis aplikasi, Uber.

“Pada prinsipnya, tidak ada aturan yang mengkhususkan bayar ke petugas Kepolisian, tapi saya harus cek dulu, mungkin identitas anggota itu siapa. Biar saya cek. Anggota yang melakukan pelanggaran tentu akan mendapatkan tindakan. Kami sampai sekarang enggak dapat informasi,” kata Halim saat dikonfirmasi Tirto, Rabu (20/9/2017).

Baca juga: Polda Metro Jaya Respons Dugaan Kasus Suap Uber

Menurut Halim, pihaknya tidak pernah memberlakukan tarif di Jakarta untuk pengoperasian angkutan umum berbasis aplikasi tersebut. Bahkan untuk daerah yang diberlakukan aturan 'ganjil-genap', angkutan berbasis aplikasi tidak mendapat keistimewaan.

“Saya sudah melarang anggota saya untuk melakukan pelanggaran, jadi aturan harus ditegakkan. Kalau memang tidak boleh, tidak boleh. Tapi pertama ya usaha persuasif yang kami lakukan,” kata Halim.

Halim mengklaim, pihak Uber juga tidak pernah melakukan komunikasi perihal adanya pungutan liar tersebut. Halim mengaku beberapa kali bertemu dan berdiskusi seputar transportasi berbasis aplikasi dengan pihak Uber. Namun, kata Halim, dirinya tidak pernah mendapat keluhan terkait masalah ini.

“Makanya kalau ada informasi itu, saya terima kasih. Saya akan cek anggota saya yang melakukan pelanggaran dan akan saya lakukan penindakan,” kata Halim berjanji.

Tirto sudah mencoba menghubungi Kepala Bidang Komunikasi Uber, Dian Safitri, dan konsultan komunikasi Uber, Rory Asyari. Dian menolak memberi jawaban karena sedang cuti, sedangkan Rory hanya memberi jawaban secara diplomatis.

“Terima kasih atas sejumlah pertanyaan yang sudah disampaikan. Untuk saat ini, pihak Uber tidak dapat memberikan pernyataan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,” kata Rory dalam surat elektronik yang diterima Tirto.

Sebelumnya, berdasar pemberitaan Bloomberg.com, Uber menjelaskan bahwa ada sejumlah petugas keamanan yang memungut biaya kepada Uber agar bisa melanjutkan operasinya. Dari 5 negara yang disebutkan, Indonesia ada di dalamnya, selain Cina, India, Malaysia, dan Korea Selatan.

Berdasar laporan pengeluaran mitranya, tertulis biaya untuk membayar keamanan lokal. Menurut Uber, uang ini dibayarkan untuk membayar petugas polisi yang melarang Uber untuk menjalankan bisnisnya di kawasan tersebut, salah satunya adalah kantor di Jakarta yang tidak disebutkan namanya.

Baca juga: Skandal Suap Uber di Indonesia Dilaporkan ke Pengadilan AS

Baca juga artikel terkait UBER atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Felix Nathaniel
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz