Menuju konten utama

Polda Metro Jaya Respons Dugaan Kasus Suap Uber

Dirlantas Polda Metro Jaya  merespons soal dugaan kasus suap yang melibatkan institusinya dalam kasus Uber.

Polda Metro Jaya Respons Dugaan Kasus Suap Uber
Pengguna jasa Uber sedang membuka aplikasi Uber. FOTO/REUTERS

tirto.id - Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Halim Pagarra buka suara terkait dugaan suap yang dilakukan Uber terhadap penegak hukum di Indonesia. Halim meminta agar Uber Indonesia melaporkan jika memang ada pungutan liar.

Halim mengaku, hingga saat ini pihaknya tidak menemukan adanya anggota Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya yang melakukan pungutan liar, terutama pada pengusaha angkutan berbasis aplikasi seperti Uber.

“Pada prinsipnya, tidak ada aturan yang mengkhususkan bayar ke petugas kepolisian, tapi saya harus cek dulu, mungkin identitas anggota itu siapa. Biar saya cek. Anggota yang melakukan pelanggaran tentu akan mendapatkan tindakan. Kami sampai sekarang enggak dapat informasi,” kata Halim saat dikonfirmasi Tirto, Rabu (20/9/2017).

Menurut Halim pihaknya tak melakukan keistimewaan terhadap pengoperasian angkutan berbasis aplikasi di Jakarta. Termasuk dalam hal penegakan hukum di daerah yang diberlakukan aturan 'ganjil-genap',

“Saya sudah melarang anggota saya untuk melakukan pelanggaran, jadi aturan harus ditegakkan. Kalau memang tidak boleh, tidak boleh. Tapi pertama ya usaha persuasif yang kami lakukan,” kata Halim.

Halim mengklaim, pihak Uber juga tidak pernah melakukan komunikasi perihal adanya dugaan pungutan liar. Halim mengaku beberapa kali bertemu dan berdiskusi seputar transportasi berbasis aplikasi dengan pihak Uber. Namun, kata Halim, dirinya tidak pernah mendapat keluhan terkait masalah ini.

“Makanya kalau ada informasi itu, saya terima kasih. Saya akan cek anggota saya yang melakukan pelanggaran dan akan saya lakukan penindakan,” kata Halim.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Rikwanto mengaku sudah mendengar kabar dugaan pungli tersebut dari sebaran media sosial. Kendati demikian, Rikwanto mengaku belum mengetahui sejauh mana fakta yang terjadi di lapangan.

“Apa itu dan kedalamannya seperti apa, kami belum tahu ya. Tapi tetap akan kami dalami apa itu dan arahnya kepada siapa? Jadi belum bisa saya kasih informasi tentang hal tersebut karena kami masih mencoba mencari tahu,” kata Rikwanto, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/9).

Rikwanto juga belum menjalin komunikasi dengan pihak Kepolisian Amerika Serikat yang menerima informasi dari Uber. Pihak kuasa hukum Uber ataupun cabangnya di Indonesia pun belum menghubungi pihak Kepolisian. Menurut Rikwanto, pihaknya belum bisa melakukan penyelidikan terhadap adanya dugaan oknum polisi yang melakukan pungutan liar.

“Belum ada. Kami penyelidikan dulu, mengumpulkan informasi dulu, apa itu dan apa yang dimaksud, jadi baru kami melangkah. Jadi kalau informasinya belum matang, belum dalam, belum lengkap, ya kami tidak bisa mengambil kesimpulan apa-apa,” kata Rikwanto.

Sikap Uber Indonesia

Tirto sudah mencoba menghubungi Kepala Bidang Komunikasi Uber, Dian Safitri, dan konsultan komunikasi Uber, Rory Asyari. Dian menolak memberi jawaban karena sedang cuti, sedangkan Rory hanya memberi jawaban secara diplomatis.

“Terima kasih atas sejumlah pertanyaan yang sudah disampaikan. Untuk saat ini, pihak Uber tidak dapat memberikan pernyataan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,” kata Rory dalam surat elektronik yang diterima Tirto.

Ketika ditanyakan lebih lanjut, Rory hanya menjawab singkat. “Tolong merujuk pada respons itu,” kata Rory.

Baca juga: Skandal Suap Uber di Indonesia Dilaporkan ke Pengadilan AS

Sebelumnya, berdasar pemberitaan Bloomberg.com, Uber menjelaskan bahwa ada sejumlah petugas keamanan yang memungut biaya kepada Uber agar bisa melanjutkan operasinya. Dari 5 negara yang disebutkan, Indonesia ada di dalamnya, selain Cina, India, Malaysia, dan Korea Selatan.

Berdasar laporan pengeluaran mitranya, tertulis biaya untuk membayar keamanan lokal. Menurut Uber, uang ini dibayarkan untuk membayar petugas polisi yang melarang Uber untuk menjalankan bisnisnya di kawasan tersebut, salah satunya adalah kantor di Jakarta yang tidak disebutkan namanya.

Baca juga artikel terkait UBER atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz