tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus bunuh diri yang dilakukan seorang siswi berinisial MI (16) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. MI meninggal dunia akibat bunuh diri dengan cara meminum racun, Sabtu (17/10/2020).
MI bunuh diri diduga karena kesulitan mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring ditambah beban tugas yang menumpuk. Tekanan MI bertambah karena di daerahnya tak terjangkau akses internet. Pasalnya rumah MI berada di daerah pegunungan sehingga kesulitan akses sinyal.
KPAI pun meminta agar pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Gowa, Sulsel dan Dinas Pendidikan (Disdik) untuk melakukan evaluasi PJJ atas kasus ini.
"Maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dari PJJ di Kabupaten Gowa oleh Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, kalau SMA/SMK berarti menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti melalui keterangan tertulisnya, Senin (19/10 2020).
Jika benar bahwa motif bunuh diri karena frustasi belajar jarak jauh selama pandemi COVID-19, maka ini merupakan korban kedua dari adanya kebijakan PJJ.
Korban pertama menurut Retno adalah seorang anak SD kelas 1 di Kabupaten Lebak, Banten yang dianiaya ibunya karena kesal sang anak kesulitan menerima PJJ secara daring.
Lebih lanjut, KPAI mendorong kepolisian Polres Gowa, Sulsel untuk bertindak cepat dan terus mendalami apakah ada motif lain disamping permasalahan PJJ secara daring dan beratnya tugas-tugas yang harus diselesaikan anak korban.
"Hal ini penting diungkap, karena jika terbukti motif bunuh diri karena masalah kendala PJJ," terangnya.
KPAI, kata Retno juga meminta peran sekolah dalam membantu anak-anak yang mengalami masalah kesehatan mental atau psikologis akibat pandemi COVID-19 yang sudah mencapai tujuh bulan.
Peran wali kelas dan guru bimbingan konseling (BK) menjadi sangat strategis dalam membantu anak-anak yang memiliki masalah psikologi, termasuk kesulitan dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh.
Konsultasi dapat dilakukan melalui aplikasi whatsApp atau aplikasi lain yang mudah dijangkau guru dan anak-anak.
"Kerap kali anak-anak hanya butuh didengar, ada saluran curhat selain ke sahabatnya. Bisa juga ke guru BK dan wali kelas agar dapat diberikan solusi yang tepat," ucapnya.
Selain itu, menurutnya peran orangtua sangat besar dalam mencegah depresi pada anak. Suasana yang tidak nyaman atau pertengkaran dengan teman mungkin tampak sederhana bagi orang dewasa. Namun, berbeda jika kondisi tersebut dialami oleh remaja.
Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini bisa memicu depresi pada remaja. Remaja memang sering mengalami perubahan suasana hati atau mood. Itulah sebabnya, remaja yang terlihat murung atau sedih sering kali dianggap hal biasa, misalnya karena patah hati, mendapat nilai jelek, atau merasa kurang perhatian dari orang tua.
"Padahal, bisa jadi itu gejala depresi pada remaja. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berlanjut dan menyebabkan munculnya keinginan untuk menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri," tuturnya.
==========
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto