tirto.id - Josiah Zayner, seorang pria asal California, Amerika Serikat yang dalam beberapa tahun terakhir ini terkenal karena mengkampanyekan cara mengedit gen sendiri, sedang diselidiki oleh Departemen Urusan Konsumen California (DCA). Ia dituduh menjalankan praktik kedokteran tanpa izin.
Penyelidikan ini diungkapkan sendiri oleh Zayner. Dalam unggahannya di akun Instagram pribadi pada Selasa (15/5), Zayner menunjukkan sebuah surat panggilan dari DCA.
"Saya tidak pernah memberi siapa pun sesuatu untuk disuntikkan atau digunakan, tidak pernah menjual bahan apa pun yang dimaksudkan untuk mengobati penyakit dan tidak pernah mengklaim untuk memberikan perawatan atau penyembuhan karena saya tahu masalah hukum seperti ini bisa terjadi," Zayner membela diri.
DCA mempersilahkan Zayner membawa pengacara bila diperlukan. Di bawah hukum California, tindakan mengiklankan atau mempraktikkan perawatan kepada orang sakit termasuk diagnosis, operasi, atau resep untuk penyakit fisik dan mental adalah kejahatan bila dilakukan tanpa sertifikat resmi. Jika nantinya Zayner terbukti bersalah dan melanggar hukum, ia dapat dikenai denda 10.000 dolar AS atau kurungan tiga tahun.
Orang Pertama yang Mengedit Gen Sendiri
Kendati sudah diincar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) sejak 2016, nama Josiah Zayner mulai banyak dikenal publik sejak kejadian pada 2017. Pada awal Oktober, ia mendemonstrasikan penyuntikan gen yang sudah diedit dengan memakai metode CRISPR-Cas9 dan menargetkan gen myostatin (protein yang mengatur pertumbuhan otot) ke dalam tubuhnya.
"Ini akan mengubah gen otot saya untuk memberi saya otot yang lebih besar," kata Zayner sambil menancapkan jarum suntik di lengan kirinya di hadapan peserta pertemuan industri biologi sintetis bertajuk SynBioBeta di San Francisco. Demikian yang diwartakan BuzzFeed News.
Aksi beraninya yang kemudian diunggah di Youtube itu sekaligus mengakhiri argumen tentang apakah orang harus melakukan pengeditan gen pada diri mereka sendiri atau tidak. Zayner menjadi orang pertama yang secara demonstratif mencoba memodifikasi sel-sel di tubuhnya dan dia ingin membantu orang di seluruh dunia untuk bisa melakukan hal yang sama.
Sebelumnya, pada 2016, ia pernah mentransplantasi fesesnya sendiri guna memperbaiki masalah kesehatan ususnya sendiri dan mengklaim berhasil mengubah susunan bakteri usus.
Metode yang dilakukan Zayner adalah CRISPR, singkatan dari Clusters Of Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats. Ia merupakan wilayah khusus DNA yang mengandung nukleotida dan spacer (wilayah DNA yang tak terpetakan di dalam gen) dan bisa digunakan untuk mengedit atau mengubah gen, sesuai kehendak ilmuwan.
Jennifer A. Doudna dalam buku A Crack in Creation: The New Power to Control Evolution (2017) menyebut, menyebut CRISPR sebagai bentuk bioteknologi. Ia memanfaatkan DNA yang hidup dalam sel untuk memanipulasi, mengotak-atik kode genetik.
Dengan menggunakan CRISPR-Cas9—protein yang dihasilkan CRISPR untuk mencari letaknya—dan selama kode genetik untuk sifat tertentu diketahui, ilmuwan dapat menggunakan CRISPR untuk memasukkan, mengedit, atau menghapus gen di hampir semua genom makhluk hidup.
Jika CRISPR merupakan bioteknologi, eksperimen yang dilakukan Zayner adalah kegiatan biohacking. Dilansir Vox, biohacking adalah kegiatan mengoptimalkan dan meningkatkan pikiran atau tubuh seseorang melalui banyak cara. Ia bisa berupa meditasi Vipassana, puasa intermiten, cryotherapy, neurofeedback, sauna inframerah, dan banyak lainnya, termasuk yang dilakukan Zayner dengan bereksperimen pada tubuhnya sendiri maupun pada organisme lain di luar laboratorium atau lembaga arus utama.
Sejauh ini, percobaan biohacking ala Zayner untuk mengubah massa otot belum membuahkan hasil yang signifikan. Namun, bagi Zayner, berhasil atau tidaknya eksperimen itu bukanlah soal utama. Apa yang ingin ia tekankan adalah bahwa peralatan biologi mutakhir seperti CRISPR harus tersedia dan dapat diakses oleh semua orang guna memungkinkan melakukan apa yang diingini individu dan tidak lagi dikendalikan oleh akademisi maupun perusahaan farmasi.
Pemikiran Zayner untuk membumikan pengeditan gen kepada khalayak berangkat dari kekesalannya melihat lambatnya FDA mengakomodasi jenis-jenis perawatan pengobatan baru. Untuk menelurkan jenis obat baru, diperlukan waktu 10 tahun guna melegalkannya.
Baginya, kinerja FDA itu menjadi masalah serius ketika seseorang sedang sakit keras dan butuh penanganan cepat tetapi harus menunggu waktu sekian lama hanya untuk mengakses obat-obatan tertentu secara legal. Dalam berbagai penampilannya bereksperimen biohack, Zayner kerap mengkritik kebijakan pemerintahnya dengan tagar seperti #RightToTry, #RightToLive, dan #BodyAutonomy.
Zayner berharap, jika suatu saat rekayasa genetika menjadi hal lumrah, ia membayangkan orang pergi ke tempat pengeditan gen layaknya sedang pergi ke studio tato, bisa memilih DNA yang dapat membikin ototnya berubah atau mengubah warna rambut dan mata mereka.
Bisnis dan Kontroversi
Sejak 2016, Zayner, melalui perusahaan bernama Open Discovery Institute (ODIN) yang bermarkas di Oakland, California, menjual peralatan pengeditan DNA berbasis CRISPR secara online, lengkap dengan panduannya. Di toko online yang dikelola Zayner, orang bisa membeli alat biohacking seharga 20 sampai 1.849 dolar. Menurut Quartz, pada 2018 perusahaannya telah meraup lebih dari 500.000 dolar dari hasil mengajari puluhan ribu orang cara menggunakan CRISPR.
Ini bukan pertama kalinya Zayner menghadapi masalah dengan pemerintah. Pada 2016, ia berselisih dengan FDA terkait penjualan kit pembikin minuman bir yang dapat bercahaya di dalam gelap. Pada Desember 2017, FDA mengeluarkan pernyataan keras, memperingatkan konsumen bahwa penjualan kit pengedit gen yang dikeluarkan Odin adalah ilegal.
“Penjualan produk-produk ini melanggar hukum. FDA prihatin dengan risiko keselamatan yang dapat ditimbulkan," kata otoritas tersebut dilansir dari MIT Technology Review.
Zayner berdalih bahwa menjual peralatan pengedit DNA di luar kebutuhan laboratorium resmi tidaklah ilegal karena tidak mengharuskan orang mengikuti caranya dan mengaku telah mengingatkan bahwa produk yang dijual tidak dapat disuntikkan secara langsung ke manusia.
Dalam logika pemerintahan, di bawah aturan FDA, percobaan yang dilakukan Zayner bisa saja legal. Namun, bagaimana jika ada orang lain yang meniru aksi Zayner lantas berdampak pada hal-hal buruk? Atau para ilmuwan lain yang ikut-ikutan menyebarkan eskperimen, metode, lengkap dengan peralatannya ke publik? Itulah yang masih menjadi area abu-abu, tidak diatur oleh FDA.
David Gortler, ahli keamanan obat dan mantan anggota FDA, menyangsikan eksperimen pengeditan gen jika dilakukan oleh amatir. Selain tak memiliki banyak efek yang diharapkan, ia juga berisiko menimbulkan hal berbahaya, seperti munculnya patogen baru.
"Saya pikir memperingatkan orang tentang ini adalah hal yang benar," kata David Gortler "Intinya adalah, [alat dan metode] ini belum diuji."
Menurut Neville Sanjana dari New York Genome Center, masalah utama yang bakal dihadapi dari metode pengeditan gen oleh diri sendiri adalah risiko hasil pengeditan; jika tidak tepat, potensi risikonya juga tak dapat diprediksi.
Kit Zayner dapat berfungsi sebagai alat pendidikan, kata Todd Kuiken, rekan program senior di Woodrow Wilson Center, sebuah think tank kebijakan publik yang berbasis di Washington DC. Namun, Kuiken mempermasalahkan cara Zayner mengiklankan perlengkapan itu.
Sementara itu, ahli biologi Paul Knoepfler mengatakan bahwa pekerjaan Zayner memicu reaksi yang saling bertentangan. “Sembrono tetapi memicu pemikiran … mencari perhatian, tetapi melayani tujuan pendidikan,” katanya, soal apa yang dilakukan Zayner.
Doktor Biofisika Molekuler, Mantan Pekerja NASA
Zayner, 38 tahun, bukanlah seorang amatiran. Setelah mengantongi gelar Ph.D bidang biofisika molekuler dari University of Chicago, pria yang menghiasi tubuhnya dengan tato dan tindik ini bekerja untuk program NASA Ames Space Synthetic Biology selama dua tahun. Ditulis laman Phys, ia merekayasa bakteri yang dapat membantu mengubah Mars menjadi planet yang cocok untuk menopang kehidupan manusia.
Belum sampai kontraknya di NASA berakhir, Zayner memilih keluar pada 2015. Ia mengaku tak betah dengan sistem yang membuat ilmuwan lambat bergerak dan tak sesuai dengan karakternya. Sampai akhirnya pada 2016 ia mencurahkan waktu sepenuhnya untuk perusahaan Odin dan menjadi terkenal karena memperkenalkan metode pengeditan DNA via CRISPR yang disebar ke publik.
Siapa sangka Zayner ternyata pernah menyesali tindakan demonstratifnya pada 2017 itu. Dalam wawancaranya dengan Atlantic tahun 2018, ia mengakui bahwa tindakannya menyuntik lengannya sendiri dengan metode pengeditan DNA itu provokatif. Ia mengkhawatirkan apa yang bakal terjadi pada orang-orang yang terinspirasi aksinya.
Meski begitu, Zayner tak berniat berhenti menjual kit CRISPR untuk mendorong banyak orang mengembangkan biohack karya mereka sendiri.
Editor: Maulida Sri Handayani