tirto.id - Satu hari Jennifer Doudna yang masih belia pulang sekolah dan masuk ke kamar tidurnya. Ayahnya yang sudah ada di rumah juga beranjak masuk ke kamar Doudna, dan tiba-tiba tak sengaja menjatuhkan buku “The Double Helix” karangan Jim Watson.
Usai kejadian itu, Doudna lantas membaca buku itu yang mengulas penemuan struktur DNA. Ia terpesona dengan eksperimen tentang molekul, tentang DNA alias deoxyribonucleic acid sebagaibiomolekul yang menyimpan instruksi genetika setiap organisme.
“Wow, sangat menakjubkan bisa bekerja bereksperimen soal hal itu,” katanya seperti dikutip dari The Guardian.
Kini, perempuan yang lahir pada 19 Februari 1964 telah sukses mewujudkan ketakjuban masa kecilnya: meneliti dan bereksperimen dengan DNA. Paper berjudul “A Programmable Dual-RNA–Guided DNA Endonuclease in Adaptive Bacterial Immunity,” yang disusun bersama rekan-rekannya di University of California, Berkeley, Doudna mengubah dunia, khususnya bidang DNA. Belakangan ini dunia DNA muncul istilah Crispr.
Crispr merupakan singkatan dari "clusters of regularly interspaced short palindromic repeats." Ia merupakan wilayah khusus DNA yang mengandung nukleotida dan spacer (wilayah DNA yang tak terpetakan di dalam gen). Crispr, secara sederhana, merupakan sistem pertahanan melawan virus.
Virus, ketika menyerang tubuh organisme, menyerang dengan mengambil alih sel. Di dalam sel, virus memperbanyak diri. Bakteri, berevolusi melawan virus yang menyerang tubuh. Bakteri menyebarkan protein khusus yang mampu memotong DNA, memotong sel yang diambil alih virus. Jika bakteri sukses, mereka akan menggabungkan potongan-potongan DNA. Doudna, dalam papernya menemukan bahwa Crispr bisa digunakan untuk mengedit atau mengubah gen, sesuai kehendak ilmuwan.
MIT Technology Review, dalam publikasinya di YouTube, mengatakan ada tiga tahapan menyunting gen menggunakan Crispr. Pertama, ilmuwan mesti tahu letak spesifik bagian DNA yang hendak diganti. Lantas, tahap kedua ialah mengirimkan Cas9, protein yang dihasilkan Crispr, untuk mencari letaknya. Terakhir, selepas ditemukan, Cas9 memotong bagian DNA itu dan menyambung bagian yang terpotong dengan pengulangan DNA.
Bagaimana ilmuwan memberi tahu Cas9 di mana letak bagian DNA yang hendak diganti? Para ilmuwan membuat imitasi RNA Guide Molecule, salah satu molekul RNA (molekul polimer yang terlibat dalam berbagai peran biologis dalam mengkode, dekode, regulasi, dan ekspresi gen) yang berfungsi “menyuruh” apa yang mesti dilakukan Cas9.
Dalam publikasi MIT Technology Review itu, RNA Guide Molecule dibuat dengan melakukan pengkodean sepanjang 105 karakter yang 20 di antaranya diprediksi akan dikerjakan oleh Cas9 secara tepat.
Megan Molteni, jurnalis Wired, dalam salah satu tulisannya mengatakan Crispr merupakan bagian dari "revolusi teknologi penyuntingan gen". Penyuntingan gen dilakukan menggunakan protein khusus guna memotong dan melekatkan DNA. Dengan tegas, penyuntingan gen merupakan teknologi yang "terinspirasi oleh alam, yang direkayasa oleh ilmuwan".
Dalam dunia penyuntingan gen terdapat tiga jenis bioteknologi yang digunakan: ZFN (zinc finger nuclease), TALEN (transcription activator-like effector nucleases), dan Crispr.
Brad Plumer, editor sains Vox, dalam salah satu tulisannya mengatakan asal-usul awal pemahaman soal Crispr berasal sejak 1987. Saat itu, para ilmuwan Jepang tengah meneliti bakteri E.coli terjadi keanehan. Ada pengulangan di struktur DNA di bakteri tersebut. Mereka lantas menamai penemuan ini sebagai “clustered regularly short reds palindromic repeats.” Crispr masih jadi misteri.
Pada 2007, ketika ilmuwan meneliti bakteri Streptococcus yang digunakan untuk membuat yoghurt, Crispr ditemukan. Crisper, “benar-benar berfungsi vital. Crispr adalah bagian dari sistem kekebalan bakteri.”
“Ketika bakteri diserang virus, bakteri menghasilkan enzim untuk melawan infeksi virus. Ketika enzim bakteri berhasil membunuh virus yang menyerang, enzim lainnya muncul, mengambil sisa kode genetik virus, memotongnya kecil-kecil dan menyimpannya,” tulis Plumer.
Dalam buku berjudul “A Crack in Creation: The New Power to Control Evolution” yang dikarang Doudna, secara tersirat disebutkan bahwa Crispr merupakan bioteknologi, memanfaatkan DNA yang hidup dalam sel untuk memanipulasi, mengotak-atik kode genetik. Ia mengatakan “menggunakan Crispr-cas9, sangat memungkinkan mengedit genom (keseluruhan kode genetik yang dimiliki organisme) selayaknya mengedit tulisan di komputer.”
“Selama kode genetik untuk sifat tertentu diketahui, ilmuwan dapat menggunakan Crispr untuk memasukkan, mengedit, atau menghapus gen di hampir semua genome makhluk hidup,” tulis Doudna dalam bukunya.
Selepas Doudna menemukan manfaat Crispr itu, dunia akademisi gegap gempita. Pada 2011, kurang dari 100 paper yang dipublikasikan bertema Crispr. Namun, pada 2017, ada lebih dari 14 ribu paper bertema Crispr.
“Ini menjadi bidang yang bergerak sangat cepat, yang saya pun kesulitan untuk tetap bertahan di sini,” kata Doudna, sebagaimana dikatakannya pada Vox.
Sebagai bagian perkembangan teknologi, Crispr menjanjikan. Banyak rekayasa gen organisme dilakukan menggunakan Crispr. Doudna, dalam bukanya, mengatakan Crispr telah digunakan untuk menciptakan anjing yang memiliki otot seperti Arnold Schwarzenegger, dengan menyunting gen yang berperan mengatur kerja otot di anjing. Crispr bisa memotong gen yang berperan untuk pertumbuhan, sukses menciptakan babi mini, yang menurut Doudna, “bisa jadi hewan peliharaan.”
Di atas kertas, Crispr bisa sukses merekaya organisme sesuai kehendak manusia. Plumer, masih dalam tulisannya di Vox, mengatakan keadaan ini telah jadi pertentangan moral. Manusia jadi ikut campur urusan sang pencipta.
Namun, Crispr sesungguhnya bisa digunakan membantu manusia. Misalnya, ketika ilmuwan pun sukses mengubah DNA nyamuk yang menyebarkan penyakit malaria. Dengan pengubahan itu, nyamuk tak bisa menyebarkan penyakit tersebut ke manusia. “Saya benar-benar ingin melihat teknologi ini digunakan untuk membantu manusia,” tegas Doudna pada The New York Times.
Editor: Suhendra