tirto.id - Kita sudah mengalami banyak perubahan dalam 10.000 tahun terakhir. Dulu, misalnya, manusia tak bisa mencerna dan mengkonsumsi susu sapi, tapi sekarang kita bisa menikmatinya tanpa takut mati. Tentu, masih ada kasus-kasus manusia tidak bisa toleran terhadap susu atau kacang.
Meski demikian, tidak semua perubahan yang dialami manusia dapat disebut sebagai evolusi. Beberapa terjadi karena tubuh manusia beradaptasi dan merespons lingkungan di mana ia tinggal atau juga karena konsumsi makanan yang mereka dapat. Salah satu contoh adaptasi dan perubahan manusia adalah dari tinggi tubuh. Lebih dari 150 tahun terakhir tinggi rata-rata manusia naik 10 centimeter.
Business Insider melaporkan misalnya rata-rata tinggi warga Amerika pada 1880 adalah 5'7” kaki atau 170 centimeter. Saat ini, rata-ratanya sudah mencapai 5'10” kaki atau 177 centimeter. Tinggi badan ini bisa berubah karena pasokan gizi dan kondisi lingkungan yang memadai. Tentu ada variabel yang membuat hal ini terjadi dan tak semua orang bisa mengalami hal yang sama.
Lantas bagaimana tubuh manusia di masa depan? Apakah akan ada perubahan yang berarti? Rob Ludacer dari Business Insider, merangkum hal-hal dari perkembangan teknologi manusia yang biasa akan mengubah cara manusia hidup di masa depan.
Saat ini, misalnya, sekelompok peneliti dan ilmuwan dari University of Oregon sedang mengembangkan mata bionik untuk membantu penglihatan para tunanetra. Teknologi serupa bukan tidak mungkin dikembangkan sehingga manusia bisa bersinergi menghasilkan mata buatan yang bisa bekerja seperti kacamata penglihatan malam (night vision goggle) atau x-ray.
Teknologi pendengaran saat ini juga terbukti mampu membantu sebagian penderita tunarungu untuk bisa mendengar. Teknologi yang sama bisa dikembangkan untuk menjadi alat yang bisa mendeteksi suara dari jarak jauh dan menyaring suara sehingga bisa digunakan untuk mendengar hal yang spesifik. Teknologi yang ada saat ini juga memungkinkan manusia untuk membantu mereka yang mengalami cacat fisik untuk bisa mendapatkan organ tambahan, seperti kaki dan tangan buatan.
Selain bisa didorong perkembangan teknologi, tubuh manusia sendiri secara biologis mengalami perubahan dan beradaptasi. Orang-orang yang tinggal di daerah dengan empat musim memiliki daya tahan berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah tropis. Matan Shelomi, pakar Organismic dan Evolutionary Biologist, menyebut selama 40.000 tahun terakhir tubuh manusia mampu melakukan mekanisme internal untuk merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Otak manusia yang semakin kecil ukurannya, menurut Shelomi, tidak membuat manusia makin bodoh, tapi makin efisien dalam bekerja. Manusia juga makin resisten terhadap penyakit.
Jumlah orang yang memiliki mata biru juga mengalami peningkatan. Menurut analisis genetika dan temuan pakar biologi, manusia pertama yang memiliki mata biru muncul sekitar 6.000-10.000 tahun yang lalu dan sangat langka. Saat ini, sekitar 500 juta orang dari total populasi dunia memiliki mata biru. Tubuh manusia juga mulai bisa menghadapi penyakit-penyakit seperti malaria, flu, dan banyak lainnya.
Kabar baiknya, menurut Shelomi, dari adaptasi tubuh manusia saat inilah akan muncul gen-gen di masa depan yang bisa resisten terhadap penyakit seperti lepra dan TBC. Ukuran mulut juga mengecil. Salah satu hal yang diperkirakan akan berubah adalah akan tiba manusia tak membutuhkan gigi bungsu. Shelomi menyebut saat ini 35 persen populasi manusia tak lagi memiliki gigi bungsu.
Sistem kekebalan tubuh manusia di masa depan akan berubah dan jadi lebih baik lagi, penelitian bersama yang dipimpin oleh peneliti Oxford menemukan bahwa sekelompok anak-anak yang terinfeksi oleh HIV mampu hidup baik baik saja. Ini terjadi karena anak-anak itu mengembangkan sistem pertahanan tubuh yang mencegah virus berkembang menjadi AIDS.
Adanya teknologi genetik seperti Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR), di masa depan memungkinkan manusia untuk mengendalikan gen dan DNA pada titik di mana kita bisa kebal terhadap penyakit atau menghentikan penuaan.
Lantas bagaimana dengan kesadaran manusia? Elon Musk menawarkan manusia untuk memindahkan kesadaran mereka ke dalam komputer. Menurut pendiri SpaceX dan Tesla, manusia di masa depan akan bebas dari belenggu fisik dan mampu hidup di dalam sistem komputer. Berdasarkan laporan dari Wall Street Journal, perusahaan yang dibangun oleh Elon Musk akan mengembangkan alat yang bisa diimplan ke otak manusia, agar manusia bisa bergabung dan menyesuaikan kesadarannya dengan perangkat lunak sebagai usaha pengembangan kecerdasan buatan.
Sistem ini dibuat oleh perusahaan Ellon yang diberi nama Neuralink. Perusahaan ini dipersiapkan menjadi pionir teknologi yang akan memasukkan kesadaran manusia dalam sistem komputer buatan. Tujuan akhirnya, manusia tidak lagi membutuhkan komputer untuk melakukan kerja-kerja komputasi. Mereka bisa secara langsung menggunakan kesadaran dan otaknya untuk bisa bekerja seperti komputer. Memadukan tubuh biologis dengan teknologi komputer di masa depan.
Teknologi semacam ini bisa anda liat di film Matrix atau Ghost in The Shell. Dengan adanya pemindahan kesadaran akan memungkinkan transfer pengetahuan akan sangat pesat. Kita akan memiliki kesadaran yang maju sehingga tak lagi dibatasi oleh pemikiran primitif, meski ancaman penyeragaman pemikiran dan keabadian karena tak lagi butuh tubuh terasa sangat menakutkan.
Bagaimana teknologi ini akan dikembangkan?
Saat ini pada dunia medis ada teknologi elektroda dan implan yang digunakan untuk membantu penderita Parkinson, epilepsi dan penyakit neurodegeneratif lainnya. Bukan tak mungkin di masa depan manusia bisa menggabungkan kesadarannya dengan chip super komputer yang membantu kinerja otak, atau menyembuhkan penyakit-penyakit neurodegeneratif dengan bantuan superkomputer.
Terdengar konyol, tapi nyatanya Kernel, sebuah startup yang didirikan oleh salah seorang pendiri Braintree Bryan Johnson, saat ini berinvestasi untuk pengembangan teknologi ini. Saat ini Johnson dan sekelompok peneliti neurosaintis dan insinyur perangkat lunak tengah bekerja keras untuk mencari cara menghentikan atau mengobati penyakit-penyakit neurodegeneratif.
Tujuan akhirnya, jika penelitian ini sukses otak manusia akan lebih cepat, lebih pintar, dan lebih efektif dalam berpikir.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani