tirto.id - "Coba googling, deh."
"Tinggal googling apa susahnya, sih?"
"Modal googling mah semua juga bisa."
Ucapan-ucapan seperti itu pasti sudah sering Anda dengar. Setiap kali ada informasi yang perlu dicari, Google selalu siap membantu. Tinggal mengetik apa yang ingin Anda cari, tekan enter, dan segala informasi yang tersedia di jagat maya bakal tersedia di layar.
Saking populernya, Google yang sejatinya merupakan sebuah jenama teknologi pun telah beralih menjadi kata kerja. Bahkan, sebagian orang Indonesia sudah melokalkan istilah Google menjadi "gugel" dan googling menjadi "menggugel atau meng-gugel". Ya, kata ini memang belum sampai masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tetapi penggunaannya sudah cukup marak, terutama di kalangan orang-orang yang aktif di media sosial.
Faktanya, Google memang sedominan itu. Ia memang bukan satu-satunya mesin pencari atau search engine yang tersedia di pasar. Dari Amerika Serikat (AS), masih ada Yahoo (ya, mereka masih eksis) dan Bing (mesin pencari milik Microsoft). Dari Rusia, ada Yandex. Kemudian, dari Tiongkok, ada pula mesin pencari bernama Baidu. Akan tetapi, tidak ada satu pun mesin pencari tersebut yang sampai "dialihfungsikan" menjadi kata kerja.
Meski demikian, seiring dengan kemunculan berbagai pelantar populer lainnya, konsep "one-stop search" perlahan mulai ditinggalkan. Google memang masih digunakan untuk mencari informasi secara umum. Namun, untuk keperluan-keperluan yang lebih spesifik, manusia modern pengguna internet sudah lebih cerdas dalam melakukan pencarian. Antara platform yang satu dengan yang lain memiliki ciri khas konten masing-masing dan kita sudah cukup piawai membedakan itu semua.
Dominasi Google dalam Angka
Bukti bahwa Google masih dominan sebenarnya bisa dengan mudah didapatkan. Data ini menyebutkan bahwa saat ini, diestimasikan, ada 7,2 miliar unit ponsel pintar yang ada di muka bumi dan sebagian besar dari ponsel pintar tersebut menggunakan Google sebagai mesin pencari standar. Ini belum termasuk gawai atau perangkat lain seperti PC, laptop, tablet, bahkan konsol video game yang juga memiliki peramban (browser) internal.
Setiap harinya, menurut informasi yang dirilis pada 22 Maret 2025, Google bisa memproses pencarian hingga 13,7 miliar kali. Jika dihitung secara tahunan, angkanya bisa menyentuh 5 triliun pencarian. Masih menurut data yang sama, pengguna Google di seluruh dunia ada lebih dari 5 miliar orang atau, kurang lebih, 60 persen dari populasi dunia.

Ada beberapa alasan mengapa Google jadi standar emas mesin pencari di internet. Pertama, algoritma canggih membuat hasil pencarian jadi lebih relevan bagi tiap pengguna. Kemudian, kecepatan pencarian dan tampilan antarmuka sederhana membuat pengguna merasa nyaman.
Selain itu, Google juga menawarkan fitur-fitur berupa mode suara serta autocomplete yang sangat membantu pengguna. Bahkan, integrasi Gemini ke dalam mesin pencari Google juga sekarang bisa memberikan penjelasan singkat kepada pengguna sebelum menyelam lebih dalam ke konten-konten yang mereka butuhkan.
Tidak Semuanya Lewat Google Lagi
Meski demikian, hegemoni Google dalam urusan pencarian informasi di internet tidaklah sekuat dulu. Kini, ia harus membagi kue kekuasaannya dengan sejumlah platform, termasuk YouTube yang sebenarnya merupakan bagian dari Alphabet juga (induk perusahaan Google).
YouTube, misalnya. Dengan jumlah pengguna aktif mencapai angka 2,74 miliar jiwa, pelantar ini pun menjadi mesin pencari terbesar kedua sejagat raya.
Biasanya, YouTube digunakan untuk mencari tutorial dalam mengerjakan sesuatu. Jenisnya sangat beragam, mulai dari memasak, melakukan reparasi perabot rumah tangga, menyelesaikan sebuah level di video game, membuat origami, melakukan instalasi piranti lunak, sampai mengerjakan soal matematika.
YouTube memang merupakan bagian dari Alphabet. Akan tetapi, ekosistem pelantar video ini berbeda dari Google. Dengan video sebagai konten utamanya, apa yang ditawarkan YouTube sudah jelas.
Pada tutorial membuat origami, contohnya, seseorang akan bisa dengan jelas melihat langkah demi langkah yang harus dilakukan. Mereka juga bisa mem-pause dan me-rewind video sekehendak hati apabila ada instruksi yang dirasa kurang jelas. Selain itu, kolom komentar juga tak jarang bisa menyediakan ruang diskusi jika tutorial dirasa terlalu rumit atau malah gagal memberikan hasil yang diinginkan.
Dan, tentu saja, tutorial bukan satu-satunya jenis konten yang disediakan YouTube. Reviu film, podcast, cerita horor, cerita kriminal, video musik, trailer film, video esai, semua bisa ditemukan di sini. Bahkan, kini YouTube juga menyediakan tayangan live seperti beberapa waktu lalu ketika saya menyaksikan sebuah event Muay Thai yang digelar oleh ONE Championship di Thailand.
Selain YouTube, ada beberapa pelantar lain yang juga menawarkan jenis konten spesifik. Pertama, Pinterest. Dengan pengguna bulanan aktif sebanyak 553 juta orang, Pinterest memang tidak sebesar YouTube apalagi Google. Akan tetapi, fungsi platform yang satu ini memang sangat spesifik, yaitu memberi inspirasi desain dan gaya. Apabila Anda membutuhkan inspirasi desain apartemen dan rumah atau gaya busana yang lain dari yang lain, Pinterest adalah tempat pencarian yang paling pas.
Kemudian, ada pula TikTok. Media sosial keluaran ByteDance itu, perlahan tapi pasti, menjadi salah satu mesin pencari yang cukup powerful. Pada 2022, pemberitaan yang menyebut TikTok sebagai "pengganti Google", khususnya di kalangan generasi z, cukup menyita perhatian.
Fenomena ini sesungguhnya tidak mengherankan. Layaknya YouTube, TikTok pun merupakan platform video. Namun, ada perbedaan fundamental antara keduanya. Memang benar bahwa YouTube juga memiliki Shorts yang menyediakan video-video pendek. Namun, TikTok secara eksklusif merupakan platform video pendek dan mereka pulalah yang menjadi alasan mengapa Instagram meluncurkan Reels dan YouTube memperkenalkan Shorts.
TikTok, dengan pengguna aktif bulanan mencapai lebih dari 1,5 miliar orang, menawarkan cukup banyak hal seperti YouTube. Dulunya, TikTok memang dikenal hanya sebagai media sosial tempat orang berjoget ria. Namun, kini pelantar tersebut telah menjadi sumber informasi bagi banyak orang, mulai dari urusan politik, reviu makanan, sampai sketsa lucu-lucuan.
Menariknya pula, TikTok saat ini adalah trendsetter. Apa pun yang viral di sana kemungkinan besar bakal viral pula di media sosial lain, bahkan sampai diperbincangkan di dunia nyata. Salah satu contoh bagaimana TikTok memengaruhi perilaku manusia adalah lewat tren #healthtok atau tren kesehatan. Awalnya, yang berkecimpung di dunia ini hanyalah influencer atau pengguna biasa. Namun, saat ini sudah banyak pakar, bahkan pelaku industri, yang juga ikut ambil bagian.

Terakhir, ada pula orang yang menggunakan mesin pencari milik forum-forum internet seperti Reddit dan Discord. Di Reddit, misalnya, seseorang bisa mengunggah apa pun, mulai dari cerita sampai video. Biasanya, unggahan tersebut bakal diikuti oleh diskusi yang terjadi di kolom komentar.
Keunggulan utama Reddit, yang sayangnya sampai sekarang masih diblokir oleh Komdigi, adalah ketersediaan kanal yang begitu kaya. Ceruk apa pun tersedia di sana, mulai dari politik, ekonomi, sampai budaya populer. Dengan demikian, tingkat personalisasi kanal-kanal Reddit pun sangat tinggi. Kanal mengenai figur obskur pun kemungkinan besar tetap bisa Anda temukan di forum tersebut.
Dengan begitu, Reddit mampu memuaskan dahaga pencarian akan sesuatu yang amat, sangat spesifik. Tak heran apabila, menurut laporan Adobe ini, 41 persen pengguna Reddit percaya bahwa forum kesayangan mereka itu lebih baik dari Google dalam urusan pencarian. Sebagian besar dari mereka (92 persen) juga yakin bahwa hasil pencarian yang mereka lakukan di Reddit menghasilkan temuan yang tepercaya.
AI Generatif pun Tak Mau Kalah
Selain pelantar dan forum yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, AI generatif pun kini merangsek ke permukaan sebagai "mesin pencari" alternatif. Di model–model terbaru, AI generatif seperti ChatGPT umumnya telah dibekali kemampuan untuk meramban dan kemampuan inilah yang menjadikan mereka search engine yang cukup efektif.
Pengguna AI generatif pun kini semakin banyak. Terhitung pada Maret 2025, website ChatGPT mendapat 4,5 miliar kunjungan. Ini hampir sama dengan jumlah pengguna Google. Dan lewat ChatGPT, misalnya, pencarian terasa lebih personal karena, umumnya, aktivitas ini diawali terlebih dahulu dengan sebuah perbincangan. Setelah itu, biasanya barulah pengguna meminta ChatGPT untuk mencarikan sumber tepercaya dari internet.
Meski demikian, para pengguna AI generatif seperti ChatGPT juga tetap harus waspada karena, meskipun mereka sudah terhubung dengan internet secara real time, AI generatif dapat membuat kesalahan, khususnya saat merangkum suatu sumber informasi. Oleh karena itu, ada baiknya pengguna tetap harus membaca sumber primernya alih-alih percaya seratus persen kepada AI generatif.
Kamar Gema yang Berpotensi Menyesatkan
Contoh paling nyata bisa dilihat dari tren TikTok tentang tips kesehatan mental. Hasil studi yang diberitakan The Guardian menunjukkan bahwa, dari 100 tips kesehatan mental paling populer di TikTok, lebih dari separuhnya mengandung misinformasi. Tidak semuanya berbahaya, memang, tetapi tidak sedikit pula yang bisa dibilang nonsens, seperti halnya "memakan jeruk saat mandi dapat membuat kondisi mental seseorang jadi lebih baik".
Apabila seseorang hanya menggunakan TikTok, dan tidak berusaha mencari informasi pembanding dari platform lain, inilah yang bisa membuat mereka terjebak dalam echo chambers. Contohnya, jika seseorang sudah telanjur percaya tanpa dasar bahwa tips kesehatan mental yang populer di TikTok pasti manjur, dia tidak akan berusaha mencari informasi pembanding. Hasilnya? Taklid buta.
Walau demikian, mencari informasi yang akurat di Google, katakanlah, juga tidak semudah itu. Pasalnya, tidak semua entri yang ditampilkan Google pun akurat seratus persen. Di situasi seperti ini, langkah termudah yang bisa dilakukan adalah terus mencari, mencari, dan mencari sampai Anda menemukan sebuah sumber yang mencantumkan data, hasil riset, atau kutipan langsung dari seseorang yang memiliki kredensial untuk berbicara mengenai suatu topik tertentu.
Memang itu semua terdengar kompleks dan ribet. Akan tetapi, kebenaran memang begitu adanya; tak jarang ia tersembunyi di balik tumpukan nonsens dan misinformasi yang lahir dari ketidaktahuan yang diamplifikasi secara berulang. Dan mestinya, dengan semakin kayanya pencarian di berbagai pelantar, alih-alih terjebak dalam kamar gema, kita bisa lebih mudah melakukan kroscek informasi demi kemaslahatan kita sendiri.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi
Masuk tirto.id


































