tirto.id - Komnas HAM menemukan fakta-fakta tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat penangkapan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah yang menolak tambang.
Fakta-fakta ini berdasarkan berbagai keterangan yang didapat Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM terhadap berbagai pihak.
Pihak yang dimintai keterangan seperti Gubernur dan jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, warga penolak dan penerima quarry tambang, warga yang ditangkap, Kapolres Purworejo dan jajaran, Kapolda Jawa Tengah dan pejabat utamanya, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, serta Kepala RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Selain itu, tim investigasi juga mengumpulkan video dan foto dari berbagai sumber terkait peristiwa yang terjadi pada Selasa 8 Februari 2022 lalu.
“Akibat tindakan kekerasan tersebut, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut dan betis kaki, dan sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya, namun tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit,” kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Berdasarkan identifikasi pelaku, tindakan kekerasan mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/preman ketika penangkapan. Kemudian, berdasarkan temuan Komnas HAM ada 67 warga yang ditangkap dan dibawa ke Polres Purworejo pada 8 Februari, dan baru dikembalikan ke rumah esok harinya.
Beberapa warga mengalami ketakutan usai peristiwa tersebut dan 4-5 hari setelah kejadian takut pulang ke rumah.
Tim juga menemukan potensial traumatik, khususnya bagi perempuan dan anak.
Fakta lainnya, anggota Polres Purworejo menyita motor dan ponsel warga. Pada 21 Februari, dua motor telah dikembalikan kepada pemiliknya, sementara empat ponsel hingga kini masih dalam proses pencarian dan pengembalian kepada pemiliknya.
Temuan lainnya perihal senjata, Komnas HAM tidak menemukan tembakan senjata api dan/atau informasi lainnya terkait penggunaan senjata.
Berdasarkan keterangan Polda Jawa Tengah, jumlah aparat yang diturunkan kurang lebih 250 personel, yang terdiri dari 200 orang berseragam dan 50 orang berpakaian sipil/preman. Sementara berdasarkan keterangan dari pendamping, jumlah aparat yang diturunkan ribuan personel,” terang Anam.
Tim pun menemukan fakta adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal atau jaringan komunikasi.
Kasus ini bermula ketika Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak yang dibantu oleh aparat gabungan Polda Jawa Tengah ingin mengukur lahan di desa tersebut.
Pengukuran dimaksud dilakukan pada bidang lahan yang telah disetujui oleh pemiliknya untuk dijadikan lokasi penambangan quarry batuan andesit guna pembangunan Bendungan Bener.
Pengukuran mendapatkan bantuan pengamanan dari kepolisian lantaran berdasarkan pengalaman sebelumnya, pada 14-15 Juli 2021, pengukuran mengalami hambatan dari pihak yang menolak lahannya dijadikan area pertambangan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto