Menuju konten utama

Temuan Komnas HAM soal Wadas: Ada Penangkapan Disertai Kekerasan

Komnas HAM merilis 9 kesimpulan soal Wadas. Salah satunya terjadi penangkapan disertai kekerasan oleh polisi saat pengukuran tanah.

Temuan Komnas HAM soal Wadas: Ada Penangkapan Disertai Kekerasan
Anggota Polisi berjaga saat warga yang sempat ditahan tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.

tirto.id - Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM menginvestigasi kasus Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pengusutan berlangsung selama 11 hingga 14 Februari 2022. Tim berhasil merumuskan sembilan kesimpulan.

Kesimpulan kesatu perihal hak warga. “Sebelum peristiwa kekerasan pada 8 Februari 2022, terdapat pengabaian hak Free and Prior Informed Consent (FPIC) bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek quarry batuan andesit, yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan mereka,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, di kantor Komnas HAM, Kamis (24/2/2022).

Kedua, minimnya sosialisasi informasi akurat dari pemerintah dan pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener tentang rencana dan dampak proyek, serta kenihilan partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antar warga maupun warga dengan pemerintah.

Ketiga, kini warga Wadas mengalami kerenggangan dalam relasi sosial, mereka terbagi dua kelompok yakni warga yang mendukung dan menolak tambang.

“Keempat, pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personel dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan,” terang Beka.

Kelima, pengabaian hak perlindungan integritas personal warga negara dalam upaya mempertahankan lingkungan dan kehidupannya. Sikap penolakan warga atas penambangan quarry harusnya tetap dihargai dan polisi tak menyikapi secara berlebihan.

Keenam, pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan disertai kekerasan yang dilakukan oleh polisi ketika mengamankan pengukuran tanah.

Ketujuh, pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum (penangkapan) dan jaminan masa depan untuk tidak terlibat menyaksikan dan mengalami kekerasan oleh polisi.

Kedelapan, masih terdapat pengabaian/tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh Polri. Terakhir atau kesembilan, masyarakat mengalami luka fisik dan trauma, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan terdampak.

Pada 8 Februari, Badan Pertanahan Nasional datang ke Desa Wadas untuk mengukur lahan warga yang pro tanahnya dijadikan pertambangan andesit. Warga yang menolak melepas lahannya berkumpul di masjid untuk mujahadah, namun di situ penangkapan mulai terjadi. 67 orang ditangkap polisi dan dibawa ke markas guna interogasi.

Berdasar data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Bendungan Bener total investasi bangunan ini mencapai Rp2,060 triliun, dengan skema pendanaan dari APBN. Bendungan ini direncanakan akan memiliki kapasitas 100.94 m³, diharapkan dapat mengairi 15.069 hektare lahan, mengurangi debit banjir 210 m³/detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 m³/detik, dan menghasilkan 6,00 MW listrik.

Baca juga artikel terkait KONFLIK DEWA WADAS atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz