Menuju konten utama

Komnas HAM Sebut Konflik Agraria Akibat Pertambangan Rumit

Ahmad Taufan Damanik menyatakan, dalam beberapa kasus, investasi tambang turut melibatkan investor luar negeri.

Komnas HAM Sebut Konflik Agraria Akibat Pertambangan Rumit
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (tengah) bersama Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mochammad Choirul Anam memberi pemaparan kepada wartawan terkait hasil survei penilaian masyarakat terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jum'at (16/11/2018). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan konflik agraria yang paling rumit adalah saat berkaitan dengan industri tambang. Sebab, biasanya melibatkan investor luar dengan nilai investasi yang cukup besar.

“Salah satu konflik agraria yang paling besar itu adalah tambang, selain perkebunan atau infrastruktur,” kata Taufan saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Senin (6/1/2020).

Ia menambahkan, “untuk tambang, lebih rumit penyelesaiannya karena ia biasanya melibatkan investasi dari skala besar.”

Menurut Taufan, dalam beberapa kasus, investasi tambang turut melibatkan pihak-pihak dari investor luar negeri.

Tak hanya itu, Taufan pun menyampaikan di beberapa daerah, konflik tambang semakin rumit karena posisi pemerintah daerah yang tak lepas dari sokongan perusahaan tersebut.

"Ada beberapa kasus di mana kepala daerah itu berani, salah satunya Jember, tapi kebanyakan kepala daerah itu enggak berani, karena banyak yang memiliki keterkaitan dengan pemilik tambangnya," ujar Taufan.

"Ada pula yang bentuknya merupakan modal dari majunya kepala daerah tertentu. Ketika pilkada, ia mendapat dukungan. Itu yang menjadi tantangan," kata Taufan.

Sehingga, kata Taufan, konsekuensi akhirnya yang merasakan dampak adalah masyarakat. Mereka kehilangan lahan, pekerjaan, hingga berdampak ke kehidupan sosial akibat pertambangan.

"Konsensi tambang itu banyak yang di konsensi pertanian, akhirnya masyarakat banyak yang harus dikeluarkan dari daerah," ujar Taufan.

“Kedua, dampak dari kerusakan ekologis yang dihasilkan dari tambang. Saat ada kerusakan ekologis, yang menjadi korbannya adalah warga di sekitar situ. Pertaniannya terganggu, perikanannya terganggu, atau dia menanggung risiko dari dampak ekologisnya," kata dia.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah pun menilai dorongan pemerintah untuk menerima investasi besar-besaran, khususnya terkait industri pertambangan.

"Tandanya menunjukkan bahwa pemerintah Jokowi sedang mengundang bencana dan pelanggaran HAM," ujar Merah.

Ia menambahkan, "Saya tidak setuju ini disebut sebagai bencana alam, karena beberapa bencana terjadi akibat tambang.”

Baca juga artikel terkait KONFLIK AGRARIA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Abdul Aziz