Menuju konten utama

Selama Periode Awal Jokowi Ada 71 Konflik Tambang, Kata Jatam

Konflik tambang selama Jokowi memerintah 2014-2019 melibatkan aparat negara sebanyak 12 kasus.

Selama Periode Awal Jokowi Ada 71 Konflik Tambang, Kata Jatam
Ilustrasi HL Indepth Muda, Anti Tambang. tirto.id/Lugas

tirto.id - Manajer Kampanye Jaringan Anti Tambang (Jatam) Melky Nahar memaparkan ada 71 konflik akibat terkait eksploitasi tambang sepanjang periode awal Joko Widodo-Jusuf Kalla, pada 2014-2019. Jokowi kini jadi Presiden periode 2019-2024.

"Tren konfliknya justru semakin besar. Pola dan skalanya semakin besar," ujar Melky dalam konferensi pers Catatan Tahunan Jatam di kawasan Jakarta Selatan, pada Senin (6/1/2020).

Melky menjelaskan, pemberian izin tambang di Indonesia ternyata tidak sejalan dengan penurunan konflik yang muncul akibat tambang. Sepanjang 2014-2019, Melky juga menjelaskan luasan wilayah yang menghadapi konflik seluas 925.748 hektare.

"Implikasinya ke wilayah pengerukannya. Bagaimana wilayah-wilayah warga dirampas, lubang tambang yang ditinggalkan, anak-anak yang meninggal akibat tambang, hingga kerusakan hutan akibat tambang," ujar Melky.

Melky juga menyampaikan terdapat setidaknya tiga jenis pola utama konflik yang didata oleh Jatam. Pertama adalah penembakan oleh aparat negara (12 kasus). Kedua, bentrokan fisik (15 kasus). Ketiga, aksi-aksi blokir jalan tambang (9 kasus).

Jika dilihat berdasarkan komoditasnya, konflik tambang terbesar adalah komoditas batubara dan emas, dengan masing-masing 23 kasus. Kemudian diikuti dengan komoditas pasir besi (11 kasus) dan nikel (5 kasus).

Kemudian, dalam catatan Jatam, tiga daerah dengan konflik tertinggi adalah Kalimantan Timur (14 kasus), Jawa Timur (8 kasus), serta Sulawesi Tengah (9 kasus).

"Sepanjang 2015 sampai 2019, tercatat ada 40 kasus kriminalisasi dan serangan terhadap pejuang yang menentang tambang," jelas Melky.

Jumlah warga yang mengalami kriminalisasi ataupun serangan ada 210 orang. Melky pun menjelaska, kriminalisasi tak hanya menyasar pada aktivis dan warga, melainkan juga ke akademisi.

Dalam catatan Jatam, pada 2019 saja, 2 kasus di antaranya adalah dugaan penyerangan yang menyebabkan kematian, serta 4 tindakan intimidasi oleh preman yang diduga suruhan pemilik perusahaan tambang.

"Kami membayangkan kondisi ini akan semakin parah ketika ada UU yang akan direvisi untuk mempermudah investasi. Dampaknya adalah rakyat lagi, termasuk kami-kami ini hari ini," ujar Melky.

"Berbagai rancangan uu yang dapat diakses untuk publik, itu banyak sekali yang tak mewakili kepentingan masyarakat," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK TAMBANG atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali