Menuju konten utama

Komnas HAM: Kasus Haris-Fatia Tak Perlu Dibawa ke Pengadilan

Komnas HAM akan memberikan pandangan terkait kasus Haris Azhar-Fatia jika PN Jaktim menyetujuinya.

Komnas HAM: Kasus Haris-Fatia Tak Perlu Dibawa ke Pengadilan
Ketua Komnas HAM Atnike Sigiro (kiri) memberikan keterangan dalam konferensi pers perkenalan anggota Komnas HAM Periode 2022-2027 di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (14/11/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah melayangkan surat kepada Kejaksaan terkait proses penuntutan terhadap pembela HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, pada kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Komnas HAM meminta agar proses penuntutan sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022.

"Kami telah melayangkan surat kepada Kejaksaan Tinggi Nomor: 409/PM.00/K/III/2023, meminta agar penanganan kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mempertimbangkan status mereka sebagai pembela HAM di bidang lingkungan hidup, yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Jumat, 16 Juni 2023, dalam keterangan tertulis.

Perlindungan pembela HAM itu dijamin dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Bab VI angka 1 sampai 3 Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

Pemidanaan terhadap mekanisme check and balance terhadap tata kelola pemerintahan merupakan ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Komnas HAM berpendapat bahwa dalam kasus yang melibatkan hal-hal yang menjadi perhatian publik, dalam hal ini kepentingan umum, maka penggugat atau tergugat harus membuktikan tuduhan fakta yang diduga sebagai pencemaran nama baik.

Atnike melanjutkan, pengadilan harus memprioritaskan penggunaan sanksi di luar sanksi denda maupun pidana dalam kasus penghinaan, misalnya diberikan hak untuk mengoreksi atau hak untuk menjawab. Sanksi yang disampaikan secara berlebihan akan menimbulkan dampak meluas yang buruk (chilling effect), sehingga warga takut mengekspresikan pendapat terhadap pemerintahan.

"Kami memandang bahwa kasus ini sesungguhnya tidak perlu sampai dibawa ke pengadilan. Namun, karena prosesnya terus bergulir maka kami akan hadir di pengadilan untuk memberikan pandangan HAM, apabila Ketua Pengadilan Negeri Jaktim atau Majelis Hakim perkara tersebut menyetujui untuk dibacakan," jelas Atnike.

Pada kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan ini, Haris dan Fatia didakwa Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat) 3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP.

Problem hukum ini bergulir sejak September 2021. Kasus ketiga orang ini bermula pada sebulan sebelumnya. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!."

Hal ini berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua. Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut.

Baca juga artikel terkait LUHUT VS HARIS AZHAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky