tirto.id - Koalisi Pembela Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Lintas mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Maluku menghentikan upaya pemidanaan terhadap 9 penggiat LPM Lintas Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.
“Upaya pemidanaan terhadap Penggiat LPM Lintas ini semakin menunjukan bahwa IAIN Ambon tidak dapat mewujudkan ruang aman bagi korban kekerasan seksual.
Di samping itu, upaya kriminalisasi ini juga mencederai hak atas kebebasan berekspresi dan akademik di saat Dewan Pers telah menyatakan karya jurnalistik bertajuk “IAIN Ambon Rawan Pelecehan Seksual” di Majalah Lintas telah sesuai Kode Etik Jurnalistik [KEJ],” kata Koalisi Pembela LPM Lintas melalui keterangan tertulis, Rabu (25/5/2022).
Koalisi terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), AJI Ambon, dan Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Pengurus Daerah Maluku.
Pada 11 dan 15 Mei 2022 lalu, 9 penggiat LPM Lintas menerima surat undangan wawancara atau panggilan klarifikasi dari Polda Maluku, dengan pelapor staf kampus IAIN Ambon.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin menyatakan surat undangan dan proses pemeriksaan terhadap sembilan penggiat LPM Lintas tidak patut dan tidak sah secara hukum.
“Panggilan klarifikasi bukan merupakan salah satu proses pemeriksaan yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [KUHAP],” ujar Ade.
Kemudian Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito mengingatkan agar Polda Maluku merujuk hasil penilaian Dewan Pers bernomor 446/DP-K/V/2022 yang terbit pada 13 Mei 2022.
Isinya menyatakan bahwa LPM Lintas patut diberikan penghargaan, karena mengangkat kepentingan publik yang bersifat mendesak, mengingat jumlah korban kekerasan sangat banyak.
Dia juga menyebut bahwa IAIN Ambon seharusnya dapat memberikan perlindungan khusus terhadap Penggiat LPM Lintas IAIN Ambon dan menjadikan hasil liputan investigasi tersebut sebagai titik mula bagi kampus untuk membantu korban kekerasan seksual memperoleh keadilan serta pemulihan.
“Sudah jelas bahwa LPM Lintas IAIN Ambon tidak selayaknya dipidana karena bekerja untuk kepentingan publik. Rektor IAIN Ambon harus melindungi LPM Lintas sebagai bentuk komitmen untuk menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik yang dijamin undang-undang,” kata Sasmito.
Adapun KIKA menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasiional (Sisdiknas) menjamin kebebasan akademik. Selain itu Majalah Lintas pun telah memenuhi kaidah keilmuan yang seharusnya.
Menurut KIKA, tindakan pembekuan, bahkan kriminalisasi yang terjadi adalah upaya tekanan dan pendisiplinan yang melanggar Surabaya Principle of Academic Freedom. Kasus ini juga menimbulkan keprihatinan internasional dan telah dilaporkan dalam Universal Periodic Review (UPR) 41st Tahun 2022 bersama Scholar at Risk (SaR).
Oleh karena itu, Koalisi Pembela LPM Lintas mendesak:
1. Rektor IAIN Ambon menghentikan segala bentuk tindakan intimidatif serta mencabut Surat Keputusan (SK) Pembekuan LPM Lintas;
2. Polda Maluku menghentikan proses hukum terhadap 9 penggiat LPM Lintas serta memerintahkan H. Gilman Pary mencabut laporan kepada Polda Maluku;
3. Dan Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas untuk turun tangan mengawasi pelanggaran kebebasan akademik IAIN Ambon terhadap LPM Lintas.
Sebelumnya, sembilan penggiat LPM Lintas dilaporkan oleh H. Gilman Pary, Fungsional Analisis Kepegawaian Ahli Madya IAIN Ambon kepada Polda Maluku, 18 Maret 2022. Pelaporan itu terjadi seusai LPM Lintas IAIN Ambon menerbitkan majalah dengan judul “IAIN Ambon Rawan Pelecehan” edisi 14 Maret 2022.
Majalah itu merupakan hasil liputan investigasi tim redaksi terkait dugaan 32 kasus kekerasan seksual yang terjadi di IAIN Ambon selama periode 2015-2021.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri