Menuju konten utama

KLHK Berdalih Abu Batu Bara dari PLTU Banyak Manfaatnya

KLHK klaim abu batu bara dari PLTU memiliki kandungan karbon lebih minimal dan dapat dimanfaatkan menjadi produk lain.

KLHK Berdalih Abu Batu Bara dari PLTU Banyak Manfaatnya
Aktivis Walhi menggelar aksi di depan gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/12/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

tirto.id - Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan abu batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masuk ke kategori bukan bahan berbahaya dan beracun (B3) karena telah melalui pembakaran dengan suhu tinggi.

Selain itu, kata Vivien abu batu bara dari PLTU memiliki kandungan karbon lebih minimal dan dapat dimanfaatkan menjadi produk lain.

"Kenapa dikategorikan sebagai limbah non-B3, pulverized coal yang punya PLTU, karena pembakaran batu bara di kegiatan PLTU pada temperatur tinggi sehingga karbon dalam fly ash dan bottom ash (FABA) menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan," kata Vivien dalam konferensi pers virtual, Jumat (12/3/2021) dilansir dari Antara.

Menurut Vivien FABA atau abu sisa pembakaran batu bara dapat dimanfaatkan menjadi bahan bangunan, substitusi semen, bahan aspal untuk jalan dan berbagai macam manfaat lain.

KLHK menegaskan tidak semua FABA kini dimasukkan dalam kategori non-B3. Hanya abu pembakaran di luar fasilitas stoker boiler atau tungku industri, seperti PLTU yang menggunakan sistem pembakaran pulverized coal (PC) atau chain grate stoker, yang dimasukkan dalam kategori non-B3.

Sedangkan abu dari fasilitas stoker boiler tetap masuk dalam kategori limbah B3 dengan fly ash atau abu terbang memiliki kode limbah B409 dan bottom ash atau abu padat dengan kode B410.

FABA dari fasilitas stoker boiler masih masuk dalam kategori B3 karena belum memenuhi syarat karena masih dibakar dengan temperatur rendah sehingga kandungan karbonnya masih tinggi.

"Kalau industri yang menggunakan fasilitas stoker boiler dan atau tungku industri, limbah batu baranya atau fly ash dan bottom ash masih menjadi limbah B3," tegas Vivien.

Aturan baru itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.

Deputi Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Grita Anindarini menilai aturan tersebut berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan, lantaran FABA tidak perlu melalui uji pemanfaatan. ICEL khawatir FABA digunakan dengan buruk untuk material penimbunan reklamasi tambang atau penyubur tanaman.

"Kondisi ini tidak sejalan dengan prinsip kehati-hatian yang menghendaki tindakan pencegahan potensi pencemaran lingkungan hidup berdasarkan pada informasi besaran dan potensi terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dari suatu kegiatan," ujar Grita dalam keterangan tertulis, Jumat (12/3/2021).

Aturan tersebut juga dinilai ICEL akan menghilangkan tanggung jawab tanggap darurat PLTU dalam pengelolaan FABA. Sehingga apabila terjadi pencemaran lingkungan dan pemulihan tidak ada sistem yang menanggulangi. ICEL khawatir sebab masih banyak PLTU yang berada di kawasan rawan bencana.

Baca juga artikel terkait BATU BARA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto