tirto.id - Presiden Joko Widodo menetapkan fly ash dan bottom ash (FABA) atau abu batu bara bukan sebagai limbah bahan berbahaya beracun (B3).
Penetapan tersebut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tertanggal 2 Februari 2021.
Deputi Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Grita Anindarini menilai aturan tersebut berisiko menimbulkan pencemaran lingkungan, lantaran FABA tidak perlu melalui uji pemanfaatan. ICEL khawatir FABA digunakan dengan buruk untuk material penimbunan reklamasi tambang atau penyubur tanaman.
"Kondisi ini tidak sejalan dengan prinsip kehati-hatian yang menghendaki tindakan pencegahan potensi pencemaran lingkungan hidup berdasarkan pada informasi besaran dan potensi terjadinya
pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dari suatu kegiatan," ujar Grita dalam keterangan tertulis, Jumat (12/3/2021).
Aturan tersebut juga dinilai ICEL akan menghilangkan tanggung jawab tanggap darurat PLTU dalam pengelolaan FABA. Sehingga apabila terjadi pencemaran lingkungan dan pemulihan tidak ada sistem yang menanggulangi. ICEL khawatir sebab masih banyak PLTU yang berada di kawasan rawan bencana.
Adanya aturan tersebut akan mengendurkan penegakan hukum pelaku usaha, jika FABA tidak dikelola dengan baik maka akan bebas dari hukum perdata maupun pidana. Karena dalam UU 32/2009 Pasal 103, hal tersebut dapat dikenakan sanksi penjara 3 tahun dan denda Rp 1 miliar.
ICEL berharap pemerintah mencabut aturan tersebut dan tetap menjadikan FABA sebagai limbah B3.
"Tidak menggeneralisir pemberian pengecualian abu batu bara sebagai limbah B3. Pengecualian hanya dapat diberikan kasus per kasus berdasarkan uji coba dengan metodologi ketat, transparansi data, dan laporan terbuka publik," tandas Grita.
Seperti diketahui, menurut ahli kesehatan, abu batu bara ini juga dapat menyebabkan pneumokoniosis atau paru-paru hitam. Penyakit ini timbul karena penumpukan debu batu bara di paru. Penumpukan itu membuat jaringan paru mengeras dan kaku sehingga fungsinya menurun.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri