Menuju konten utama

Pahitnya Kisah Pencarian Harta Karun yang Dilegalkan Pemerintah

Pemerintah membuka keran investasi bagi pencarian harta karun. Hal ini dianggap merugikan dan tak berpihak pada pengetahuan.

Pahitnya Kisah Pencarian Harta Karun yang Dilegalkan Pemerintah
temuan harta karun di cirebon wreck. foto/cosmix adventures/www.dive-vasco.com

tirto.id - “Kami dikhianati.”

Arkeolog maritim di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo mengenang pengalaman buruknya saat memilah benda muatan kapal tenggelam (BMKT) di Cirebon tahun 2004-2010 kepada reporter Tirto, Kamis (4/3/2021) pekan lalu. Waktu itu Bambang dan 10 orang lainnya susah payah memilah barang bernilai sejarah untuk koleksi negara tetapi setelah diangkat malah dilelang dan berakhir di tangan orang-orang kaya di luar negeri.

Mereka adalah anggota Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam, dibentuk oleh beberapa kementerian pada 1989. Kerja mereka persis seperti pemburu harta karun di film-film, hanya saja hasilnya bukan untuk diri sendiri.

Bambang dan tim awalnya ditugasi memilah 10% dari total 450 ribu buah BMKT. Sebuah barang otomatis menjadi koleksi negara jika ia hanya ada satu. Bila ditemukan dua jenis atau lebih yang sama persis, maka negara mendapat versi yang paling bagus. Barang yang dilelang adalah yang di luar 10%, dengan ketentuan tambahan sebagian hasilnya wajib disetor ke negara.

Sayangnya ketentuan itu dilanggar. Misalnya Arca Dewi Tara yang cuma ada satu di dunia. Bambang sudah memilih itu untuk menjadi koleksi negara, tapi entah mengapa itu malah berakhir di tempat lelang.

Ada pula dua hulu pedang berbahan perunggu, berlapis emas, berbentuk tanduk kambing. Mereka menemukan dua dan salah satunya sudah patah. Semestinya negara mendapat koleksi yang masih bagus, tetapi malah sebaliknya. “Buat negara yang jelek, yang bagus dilelang. Kurang ajar.”

Barang yang sudah ditetapkan sebagai koleksi juga tidak jelas keberadaannya. Salah satunya cetakan asmaul husna dari batu sabak--yang membuktikan Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-10, mematahkan dugaan para ahli yang yakin Islam masuk pada abad ke-13. Ada pula barang yang sulit diakses arkeolog, contohnya perhiasan dari harta karun Cirebon yang disimpan di Bank Mandiri. “Sakit hatinya, kami yang memilih tapi enggak dikasih akses melihat,” katanya.

Di samping itu, lelang juga tak sepenuhnya transparan. Setahun Bambang itu dilakukan diam-diam di luar negeri sehingga tak ada yang tahu berapa yang berhasil diraup investor. Juga tak jelas nasib hasil lelang yang wajib masuk kas negara.

Aktivitas mencari harta karun seperti yang dilakukan Bambang dimoratorium pada 2015 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tetapi dibuka lagi oleh pemerintah melalui Perpres 10/2021 yang diumumkan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia baru-baru ini. Yang boleh diambil termasuk barang purbakala.

Sebelum ada peraturan ini, pencarian harta karun merupakan bidang usaha tertutup berdasarkan Perpres 44/2016.

Pengajar arkeologi maritim dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM Supratikno Rahardjo mengatakan pemerintah sebaiknya belajar dari kasus BMKT sebelumnya--seperti yang diceritakan Bambang--alih-alih terburu-buru membukanya untuk investasi.

Supratikno bilang tanpa ada jaminan mengedepankan ilmu pengetahuan dan kaidah ilmiah, maka pengangkutan itu akan percuma karena benda bersejarah hanya akan berakhir dilelang dan dibeli orang kaya. Sementara Indonesia sendiri akan dirugikan karena kehilangan objek itu dan tidak bisa menelitinya.

Akhirnya tak ada yang pernah bisa memahami pentingnya sejarah dan nilai dari objek tersebut yang itu ikut menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.

“Ini keputusan yang menunjukkan kita tidak menghargai warisan budaya kita,” ucap Supratikno kepada reporter Tirto, Jumat (5/3/2021).

Eks Direktur Purbakala Kementerian Budaya dan Pariwisata yang pensiun pada 2003 lalu, Nunus Supardi, menilai pembukaan kembali investasi pengangkutan BMKT sebenarnya sah-sah saja dilakukan lantaran biayanya memang mahal. Tetapi semua itu harus berdasar kaidah arkeologis. Idealnya pengangkutan BMKT harus mampu menghasilkan dokumen, buku, hingga tambahan koleksi benda sejarah yang bisa berdampak pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Hal ini menjadi syarat yang wajib dipatuhi investor. Ia menilai kaidah-kaidah teknis arkeologis hendaknya tak dipandang sebagai penghalang eksplorasi BMKT. “Jangan sampai kepentingan arkeologi dikesampingkan lalu lebih diutamakan ‘harta karun’ yang nilainya besar diangkat, dijual,” ucap Nunus kepada reporter Tirto, Kamis.

Direktur Perlindungan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Fitra Arda mengatakan hingga saat ini sebetulnya status moratorium pengangkutan BMKT belum dicabut. Ia menegaskan kebijakan ini masih status quo. “Sekarang tidak boleh ada pengangkatan,” ucap Fitra kepada reporter Tirto, Rabu.

Seandainya suatu hari boleh diangkat, katanya, benda-benda itu sebenarnya tak boleh diperjualbelikan apalagi menjadi milik orang asing. Barang itu katanya harus tetap berada di Indonesia. Separah-parahnya barang boleh keluar dari Indonesia hanya untuk pameran dan penelitian saja.

Sayangnya ketika ditanya mengenai bentrokan moratorium dengan Perpres 10/2021 yang sudah membuka kembali investasinya, Fitra tak menjawab tegas. Ia hanya menyatakan, “saya belum dalami.”

==========

Naskan ini mengalami perubahan pada kalimat pertama paragraf awal, Senin (5/4/2021). Redaksi hanya mengubah kata "mengangkut" menjadi "memilah". Perubahan itu untuk menampung pokok keberatan Bambang Budi Utomo atas naskah ini.

Baca juga artikel terkait HARTA KARUN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino