Menuju konten utama

Erick Berencana Swastanisasi BUMN Kecil, Tepatkah?

BUMN kecil hendak diswastanisasi. Pengamat memberikan sejumlah catatan, di antaranya jangan sampai menghilangkan fungsi pelayanan publik.

Erick Berencana Swastanisasi BUMN Kecil, Tepatkah?
Erick Thohir tengah melakukan koordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (3/9/2020). (FOTO/Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan PEN)

tirto.id - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengusulkan swastanisasi perusahaan pelat merah dengan pendapatan di bawah Rp50 miliar. Mereka sebetulnya memiliki pasar dan pendanaan yang jelas, katanya, hanya saja BUMN itu tak cocok bermain di bisnis "yang kecil-kecil".

"BUMN ngapain main yang kecil-kecil, usaha pengelolaan air, suplai aspal ke BUMN karya? Mendingan main yang gede-gede, yang puluhan triliun, yang kita bisa juga menjadi garda terdepan bersaing dengan asing," kata dia dalam Rapat Kerja Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Jumat (5/3/2021).

Erick mengatakan usul ini akan dibahas lebih lanjut dan akan dibuatkan payung hukumnya. "Ini mesti duduk dengan DPR dan BPK dulu," katanya.

Beberapa BUMN yang berpendapatan kecil punya kinerja yang tak begitu moncer. Sebagian di antaranya bahkan kerap merugi.

Sebut saja PT Survai Udara Penas dengan lini bisnis meliputi pemotretan udara, survei darat untuk peta teristris, peta fotogrametris, dan geofisika udara. Pada 2018,mereka hanya mencatat pendapatan Rp53,7 miliar dan laba Rp1,9 miliar.

BUMN lain yang terbilang duafa adalah PT Kertas Kraft Aceh. Perusahaan yang bisnisnya adalah memproduksi kertas kantong semen ini mencatat rugi pada tahun 2018 sebesar Rp75,11 miliar. Contoh BUMN yang juga punya rapor merah adalah PT Boma Bisma Indra. Di tahun 2019, BUMN yang kantor pusatnya di Surabaya ini hanya mampu mengantongi laba bersih Rp10,9 miliar.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan latar belakang usul ini bisa jadi tidak hanya agar BUMN bermain di bisnis besar saja. Menurutnya, swastanisasi BUMN lebih didorong untuk alasan likuiditas pendanaan jangka pendek.

Saat ini ada beberapa BUMN yang mengalami utang jatuh tempo dan memiliki risiko keuangan besar, dan di saat bersamaan bisnis terpukul karena pandemi.

"Mereka butuh sumber pemasukan, fresh money di luar pembiayaan perbankan atau di luar obligasi. Salah satu yang instan itu dengan mengusulkan skema divestasi anak usaha. Dari sana langsung dapat fresh money dan itu bisa digunakan untuk menutup utang jatuh tempo," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (9/3/2021).

Swastanisasi ini merupakan kebijakan bagus agar pemerintah tak terus menerus memelihara BUMN sakit dan sudah tak produktif, katanya. Namun langkah ini tak bisa dilakukan cepat. Sebelum melakukan swastanisasi, pemerintah perlu terlebih dahulu memperjelas kriteria BUMN yang akan dilepas.

"Kalau hanya 'berpendapatan di bawah Rp50 miliar' itu enggak tepat karena karakteristik BUMN beda-beda. Ada BUMN yang tugas utamanya sosial obligasi atau pun orientasinya profit, enggak bisa dipukul rata," katanya.

Perlu dirinci pula apakah yang diswastanisasi adalah anak usaha atau induk usaha. Kebijakan harus lebih hati-hati jika yang disasar adalah anak usaha. "Kalau dia [anak usaha] memang masih menghasilkan keuntungan, justru bisa blunder untuk BUMN sendiri karena dia akan kehilangan sumber pendapatan."

Ekonom dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai sebenarnya dengan usul menswastanisasi BUMN kecil Erick ingin bekerja lebih fokus. "Pemerintah lebih mudah memantau," kata dia kepada reporter Tirto, Selasa.

Contohnya, saat ini ada 25 BUMN teratas yang akumulasi pendapatannya sudah mencapai 90 persen dari total pendapatan seluruh perusahaan negara. Dengan mengurangi BUMN, pemerintah bisa lebih fokus mengembangkan 25 BUMN tersebut agar lebih maksimal lagi menghasilkan profil. "Lebih ramping nantinya," katanya.

Sementara Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengingatkan bahwa rencana swastanisasi BUMN jangan sampai merugikan publik karena salah satu tugas utama mereka memang melayani masyarakat, bukan hanya cari untung.

"Jangan sampai membuat kewajiban pelayanan kepada publik dari BUMN malah jadi berkurang," tandas dia.

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino