tirto.id - Di usianya yang telah senja, Siti Fatimah masih mengingat masa-masa itu. Sebuah era saat ia turut di barisan para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perempuan yang kini berusia 95 tahun itu pernah bertungkus lumus di perbatasan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Bertugas menjadi mata-mata dan menyampaikan pesan di usia sangat belia.
“Waktu itu usia ibu 15 tahun, masih duduk di bangku SMP kelas 2. Pada masa gerilya, banyak rekan-rekan yang sudah dewasa, sekitar 17 tahun ke atas. Ibu termuda. Karena itu, ibu sering dipercaya menjalankan misi yang tidak bisa dilakukan oleh mereka yang dicurigai Belanda,” ujar Fatimah saat ditemui para wartawan di Jalan Waluh nomor 19, Malabar, Kota Bandung. Jumat (15/8/2025).
Di masa revolusi fisik itu, Fatimah bergabung dengan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Ia ditugaskan turun ke kota membawa pesan untuk para pejuang Republik yang masih berada di wilayah pendudukan Belanda.
Saat bertugas, Fatimah berpakaian layaknya anak kampung dan ikut bersama para pedagang. Ia turun dari kawasan gerilya ke Kecamatan Ciwaru di pusat kota. Tanpa latihan dan persiapan memadai, ia membawa secarik kertas pesan rahasia.
“Saya tidak pernah tahu [isi] pesan itu. Pesan atau surat rahasia dari komandan ibu sembunyikan di kaos kaki, dan menyampaikan pesan ke pejuang-pejuang yang bekerja di pabrik, di perkebunan. Mereka (para pekerja itu) tetap mendukung perjuangan secara diam-diam,” tuturnya.
Ia yang memiliki 10 orang anak ini mencoba lagi mengingat-ingat momen tak terlupakan saat bertugas. Menurutnya, ia pernah dua kali menaiki truk Belanda tanpa dicurigai walaupun sempat terjadi penyerangan oleh tentara Republik.
Lain itu, ia juga hampir tertangkap oleh patroli tentara Belanda yang mulai mencurigainya. Beruntung ia ditolong oleh para pedagang. “Semua pedagang membela saya, mereka bilang ‘ini anak saya’, akhirnya saya lolos,” ujarnya.
Januari 1946, pusat pemerintahan Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta. Lalu pada 1948 Divisi Siliwangi hijrah ke Yogyakarta seiring ditandatanganinya Perjanjian Renville. Kala itu Fatimah tak turut pindah.
“Perjuangan di daerah yang ditinggalkan justru lebih berat. Ibu tetap bertahan di Jawa Barat karena orang tua masih di sini,” terangnya.
Sementara Muhammad Tomi—yang kelak menjadi suaminya—ikut hijrah ke Yogyakarta dan terlibat dalam memadamkan pemberontakan PKI di Madiun.
Sebagai catatan, peristiwa hijrah Divisi Siliwangi dari Jawa Barat ke Jawa Tengah dan Yogyakarta, juga kembalinya mereka dengan cara long march, menjadi salah satu babak perjuangan yang paling diingat rakyat Jawa Barat. Betapa tidak, mereka, rakyat Jawa Barat banyak yang harus berpisah dengan keluarga, bahkan ditinggalkan orang-orang tercinta untuk selama-lamanya karena gugur dalam perjuangan.
Ya, sebagaimana banyak warga lain, Fatimah juga sempat terpisah dengan kekasihnya yang turut hijrah sementara ia berjuang di tanah kelahiran. Atas perjuangannya, Siti Fatimah mendapat penghargaan Bintang Gerilya dari pemerintah.
Setelah perang usai, ia menikah dengan Muhammad Tomi dan dikarunia 10 orang anak. Fatimah sekian lama menempati rumah pensiunan di Jalan Rakata, Bandung, kini ia tinggal dengan anaknya yang ke-9.
“Sekarang untuk mengisi [kemerdekaan] sebetulnya lebih berat, [dan itu adalah] tugas yang muda. Semoga dengan ilmu yang didapat bisa dimanfaatkan untuk negara kita ini,” terangnya.
Masih Banyak Veteran yang Belum Tercatat
Siti Fatimah merupakan satu dari sekian ratus veteran yang tercatat di Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Bandung. Menurut Putu Susanto, staf administrasi LVRI Kota Bandung, masih banyak para veteran yang belum tercatat.
Putut menjelaskan, jumlah veteran di Kota Bandung yang terdaftar saat ini sekitar 410 orang. Jumlah tersebut, imbuhnya, belum diperbarui karena sebagian telah meninggal dunia.
Ia menambahkan, para veteran itu di antaranya mereka yang terlibat dalam peristiwa Bandung Lautan Api dan Operasi Trikora.
Saat ini, kata Putut, pemerintah telah memberikan perhatian terhadap para veteran dengan memberikan tunjangan. Akan tetapi, tidak semua golongan mendapatkannya secara penuh.
"Ada tunjangan veteran. Intinya negara tidak melupakan jasa-jasa mereka," ujarnya.
Penulis: Akmal Firmansyah
Editor: Irfan Teguh Pribadi
Masuk tirto.id


































