Menuju konten utama

Kisah Penculikan dan Penyekapan Andi Arief

“Mas Andi, kalau kamu menjawab pertanyaan, yang benar jawabnya, daripada kamu nanti di-Deddy Hamdun-kan”

Kisah Penculikan dan Penyekapan Andi Arief
ANDI ARIEF. ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA

tirto.id - Andi Arief belakangan menjadi sorotan lagi. Politisi Partai Demokrat itu berkali-kali membuat kabar kontroversial. Pada 2 Januari 2019, ia sempat menciak di akun Twitter-nya tentang keberadaan 70 juta surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok. Namun, tak lama kemudian cuitannya itu hilang karena terhapus.

Lalu pada 4 Januari 2019, ia menciak lagi. Kali ini mengabarkan rumahnya di Lampung digerudug dua mobil Polda.

Beberapa bulan sebelumnya, Andi juga mengeluarkan pernyataan yang memancing kegaduhan. Pada detik-detik penentuan calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo, Wasekjen Partai Demokrat itu menyebut Prabowo sebagai “Jenderal Kardus” karena dianggap lebih menghargai uang ketimbang perjuangan.

Diculik di Ruko Kakaknya

Sebelum bergabung dengan Partai Demokrat, Andi dikenal sebagai salah seorang aktivis yang lantang menentang rezim Orde Baru. Sejak kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Andi aktif dalam sejumlah kegiatan kemahasiswaan, di antaranya Senat Mahasiswa, Pers Mahasiswa, dan SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi).

Warsa 1994, ia menjadi Ketua SMID cabang Yogyakarta yang berafiliasi dengan PRD (Partai Rakyat Demokratik). Dua tahun kemudian ia menjadi Ketua Umum SMID. Karena PRD dianggap mengancam rezim Orde Baru, maka sejumlah tokohnya diculik aparat keamanan, termasuk Andi Arief.

Erros Djarot dan kawan-kawan dalam Prabowo Sang Kontroversi: Kisah Penculikan, Isu Kudeta, dan Tumbangnya Seorang Bintang (2007) mengisahkan proses penculikannya.

Mula-mula pada 27 Maret 1998, seseorang yang mengaku bernama Kapten Antoni datang ke sebuah warung milik tetangga Andi yang terletak di kawasan Jl. Flamboyan, Pakiskawat, Bandar Lampung. Orang itu menanyakan keberadaan Andi. Karena curiga, para tetangga ini memberitahu orangtua Andi untuk segera mengungsikan anaknya.

Sehari kemudian orang yang sama datang lagi. Ia mengatakan dirinya petugas keamanan yang akan menangkap Andi karena dianggap terlibat kasus penemuan bom di rumah susun Tanah Tinggi, Jakarta. Untuk keperluan pengintaian, orang itu hendak menyewa sebagian halaman rumah tetangga Andi untuk dijadikan pos, tapi ditolak.

Ia bahkan mengimingi-imingi tetangga Andi itu dengan uang sejumlah 25 juta rupiah jika memberi informasi keberadaan orang yang tengah dicari. Namun, lagi-lagi tawaran itu ditolak.

“Siang hari, sebuah sepeda motor tiba dan menurunkan seseorang yang dibonceng. Kapten tadi mengenalkannya pada tetangga Andi Arief, kemudian pergi naik [mobil Toyota] Kijang. Orang yang baru datang tadi ganti berjaga-jaga,” tulis Erros dan kawan-kawan.

Hari itu, imbuhnya, Andi ditangkap ketika berada di ruko kakaknya di Tanjung Karang, Bandar Lampung.

“Tiba-tiba muncul dua pria berperawakan gemuk, tinggi, dan menyandang pistol. Mereka langsung menghampiri Andi, dan membawanya masuk mobil. Waktu itu hanya ada Andi dan Syahdan, penjaga ruko. Tanpa ba-bi-bu, Andi langsung diajak turun dan masuk ke dalam mobil,” tutur Edy Irawan, kakak Andi, seperti dilansir Gatra edisi 6 April 1998.

Setelah berhasil menculik Andi Arief, orang yang berjaga-jaga di dekat rumah tetangganya dijemput oleh kawannya, lalu keduanya pergi.

Musik Mengiringi Interogasi

Andi kemudian dibawa ke Jawa. Sepanjang jalan matanya ditutup, kecuali saat mobil yang membawanya menyeberangi Selat Sunda. Edy Irawan dalam Gatra edisi 27 April 1998 mengatakan, setelah tiba di Merak, adiknya kemudian dibawa ke sebuah rumah yang lokasinya tidak diketahui.

Sementara dalam wawancara yang terdapat pada buku yang ditulis Eros Djarot dkk, Andi mengatakan dirinya disekap di daerah yang mampu menangkap siaran radio dari Bogor dan Jakarta.

“Ya, kira-kira 1 jam perjalanan lewat tol Kebon Jeruk dalam keadaan Sabtu sore, macet. Ketika dimasukkan ke sel di bawah, yang pertama kali saya dengar adalah radio PRO FM Bogor, tapi kemudian dipindah ke radio Kiss FM Jakarta,” ungkapnya.

Di rumah itu, menurut Edy seperti dikutip Gatra, adiknya mendapat siksaan psikis. Setiap hari selama 24 jam, diperdengarkan musik yang memekakkan telinga. Di tengah kebisingan itu Andi diinterogasi seputar masalah politik, terutama menyangkut aktivitasnya sebagai orang SMID.

Dalam interogasi tersebut, sejumlah tokoh yang dianggap beroposisi terhadap rezim Orde Baru banyak disebut, seperti Megawati, Amien Rais, Sofyan Wanandi, Adi Sasono, Yopie Lasut, Noercholis Madjid, dan lain-lain. Sejumlah organisasi pro demokrasi seperti AJI, Pijar, dan YLBHI pun disebut.

Infografik Andi Arief

Infografik Andi Arief

Menurut Andi dalam Prabowo Sang Kontroversi: Kisah Penculikan, Isu Kudeta, dan Tumbangnya Seorang Bintang (2007), secara umum interogasi itu menanyakan soal politik, organisasi, dan ideologi.

“Soal organisasi, mereka tanyakan jaringan PRD dan keterkaitan PRD dengan Gus Dur dan Megawati. Untuk ideologi, mereka mencoba mengetahui apa sebenarnya ideologi PRD,” ujarnya.

Selain itu, seperti dilaporkan Kompas edisi 22 Juli 1998, ia juga dimintai saran secara tertulis oleh para penculiknya bagaimana caranya menyelamatkan pemerintahan Soeharto. Ia menyebutkan dua cara.

Pertama, merepresi rakyat dengan kekerasan atau militerisme. Meski ia mengingatkan bahwa cara itu berisiko karena rakyat akan melakukan perlawanan. Kedua, Soeharto mesti berbicara di televisi dan menjanjikan tiga hal: menjamin sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sarana umum; menyerahkan kekayaan anak-anaknya dan para konglomerat kepada negara; mengadakan rekonsiliasi nasional.

“Itu enak saja buat kamu. Biar Budiman (Ketua PRD) dan lain-lain dikeluarkan dan kamu juga nggak dipenjara,” komentar si penculik.

Penculik yang menjaganya menyebutkan tempat yang dijadikan penyekapan Andi itu adalah tempat yang digunakan juga untuk menyekap orang-orang pro demokrasi lainnya. Nama-nama yang disebut antara lain Aan Rusdianto, Mugiyanto, Feisol Reza, Waluyo Jati, Suyat, Herman Hendrawan, Pius, Desmond, dan Deddy Hamdun.

Nama terakhir adalah seorang pengusaha dan aktivis PPP, juga suami Eva Arnaz—bintang film era 70-an sampai 90-an—yang sampai sekarang tak diketahui keberadaannya. “Mas Andi, kalau kamu menjawab pertanyaan, yang benar jawabnya, daripada kamu nanti di-Deddy Hamdun-kan,” begitu penculik itu menakut-nakuti.

Dalam catatan Eros Djarot dkk, Andi disekap selama 17 hari sebelum akhirnya diserahkan ke Mabes Polri dan baru dilepaskan pada 4 Juli 1998.

Baca juga artikel terkait PENCULIKAN atau tulisan lainnya dari Irfan Teguh

tirto.id - Humaniora
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Irfan Teguh