tirto.id - Reni Indah Budi Setianingrum, 32 tahun, gagal mendaftar formasi umum CPNS 2019 di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, akibat terkendala sistem pendaftaran.
Warga Bantul penyandang disabilitas daksa ini memiliki kualifikasi ijazah S1 Pendidikan Matematika. Ia bercerita telah mendaftar formasi di tempat tinggalnya, tapi pada tahap pengisian formulir, sistemnya tak mendukung.
“Jadi saya daftar umum karena ada kualifikasi yang sesuai dan dekat dengan rumah," ujarnya di kantor Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY pada Kamis (21/11/2019).
"Sebelumnya, saya mengajar di Sapda [Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak Jogja],” kata dia.
Saat mengurus surat keterangan jenis dan derajat disabilitas di salah satu rumah sakit, Reni diberi tahu skala pengukurannya. Petugas kesehatan memberi tahu derajatnya, mulai sedang hingga berat. Namun, menurutnya, hal ini berbeda dengan keadaannya sehingga ia mencari referensi lain.
“Akhirnya, saya ketemu panduan mengukur derajat dari Kementerian Kesehatan. Ini yang sesuai karena ada angkanya,” ujarnya.
Setelah Reni mengantongi dokumen lengkap, ia mengisi formulir via online. Pada tahap awal, ia telah memasukkan surat yang diperlukan seperti identitas diri dan pas foto, termasuk mengisi bagian disabilitas.
Kata Reni, usai memasukkan dokumen ke formasi umum, ada penjelasan dalam sistem bahwa formasi itu hanya untuk non-disabilitas.
“Saya kumpulkan berkas capek sekali. Baru mau pilih formasi sudah ditolak. Kami belum lampirkan syarat apa-apa,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo meneken Surat Edaran Nomor B/1236/M.SM.01.00/2019 tentang Pendaftaran CPNS tahun 2019 Bagi Penyandang Disabilitas tertanggal 19 November 2019.
Isinya menegaskan disabilitas boleh mendaftar formasi umum sebagaimana Peraturan MenPAN-RB Nomor 23/2019.
Selain itu, surat edaran itu meminta instansi yang sudah atau belum mengumumkan formasi CPNS agar menghapus persyaratan bagi pelamar disabilitas seperti dapat berbicara, melihat, membedakan warna atau mampu beraktivitas aktif secara mandiri tanpa kursi roda. Surat ini menjadi pegangan Reni untuk melamar formasi umum.
Reni berharap aturan ini dipatuhi oleh pemerintah daerah setelah surat edaran ini muncul sehingga sistem pendaftaran online berubah.
“Saya masih menunggu ada perubahan sistem agar bisa mendaftar lagi,” imbuhnya.
Menurut Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY Setia Adi Purwanta, dalam mengukur derajat disabilitas, petugas kesehatan tak boleh menghakimi dengan skala berdasar kualitas.
Surat keterangan derajat itu harus dibuat secara deskriptif tanpa bertendensi memvonisnya.
Peluang bagi Disabilitas
Penegasan MenPAN-RB terkait disabilitas ini menjadi kabar baik bagi Nur Fiani, penyandang disabilitas cerebral palsy. Ia punya kualifikasi S1 Pertanian dan S2 Fitopatologi.
Ia berencana mendaftar formasi umum karena pada formasi khusus tak ada yang sesuai kualifikasi pendidikannya.
Nur berharap pemerintah dapat memberikan fasilitas kepadanya karena punya kekhususan.
“Kalau disamakan dengan umum, ini kesulitan. Harus disesuaikan dengan kondisi disabilitas agar tidak sulit,” imbuhnya.
Ia mencontohkan dalam tahap seleksi perlu alat bantu atau seorang pendamping saat mengikuti tes bila berhasil mendaftar.
“Tahun lalu saya sudah ikut formasi umum. Saya disabilitas, lalu saat tes SKD [seleksi kompetensi dasar] ditahan di pintu oleh petugasnya. Saya jawab ke petugas mampu ikut tes, kok. Lalu saya boleh masuk. Meski akhirnya enggak lulus,” ungkapnya.
Pemerintah telah mengalokasikan kuota minimal 2 persen bagi disabilitas dalam pendaftaran CPNS 2019.
Jumlah lowongan CPNS disabilitas 2019 di Provinsi Yogyakarta meliputi Pemprov DIY ada 712 formasi umum dan formasi khusus disabilitas 14 orang; Kabupaten Sleman 643 formasi umum dan 13 disabilitas; Kota Yogya 419 formasi umum dan 8 disabilitas; Bantul 601 formasi umum dan 12 diabilitas; Kulonprogo 360 formasi umum dan 8 disabilitas; dan Gunungkidul 250 dan 7 disabilitas.
Ketersediaan lowongan ini membuat Sinta, penyandang tuna rungu, yang punya kualifikasi S1 Pendidikan Seni Rupa, punya harapan.
“Saya masih mengumpulkan dokumen. Nanti, kalau sudah lengkap, saya mau daftar," ujar Sinta.
"Tapi, lihat persoalan yang dihadapi teman disabilitas, saya berharap agar ada advokasi. Bisa juga ajak kami bertemu BKD [Badan Kepegawaian Daerah] agar tahu kebutuhan kami dalam proses pendaftaran,” imbuhnya.
Komisioner Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY Winata mengatakan telah mengadakan audiensi dengan BKD tingkat provinsi dan kabupaten/kota di DIY terkait sejumlah hambatan tersebut.
“Kami berharap agar instansi memfasilitasi pendaftar disabilitas untuk pemenuhan hak-haknya. Kalau ada yang tidak terpenuhi, kami sudah buka posko dan bisa melapor. Nanti kami advokasi,” ujarnya.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Maya Saputri