tirto.id - Mentari bersinar cerah dan hanya sejumput awan yang tampak di langit biru. Namun, pada Sabtu (26/4/2025) siang itu, kelabu menyelimuti hati rombongan yang mengantarkan jenazah Hamzah Sulaiman menuju keabadian.
Pengusaha, budayawan, sekaligus seniman, tersebut meninggal dunia pada Rabu (23/4/2025) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sardjito. Almarhum disemayamkan terlebih dahulu di Perkumpulan Urusan Kematian Yogyakarta (PUKY) Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebelum diantarkan menuju krematorium pada Sabtu pagi.
Pukul 10.30 WIB, iring-iringan mulai berangkat mengantar jenazah yang terkenal dengan nama Raminten itu ke lokasi kremasi. Rombongan bergerak dari jalan Wates menuju perempatan Gondomanan, lalu belok ke utara menuju jalan Mataram, kemudian beralih ke arah barat di perempatan Hotel Garuda menuju Jalan Malioboro.
Sejenak, rombongan memberi kesempatan bagi segenap karyawan, yang turut berkumpul di kawasan Hamzah Batik Malioboro, untuk memberi penghormatan terakhir kepada sang legenda. Isak tangis pun mewarnai suasana saat ambulans yang membawa jenazah almarhum melintas.
Para karyawan Hamzah Batik berdiri berjajar, tak peduli peluh bercucuran, menantikan kedatangan jenazah sembari memegang bunga di tangan. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, warna yang kontras dibandingkan dengan bunga putih yang mereka lambaikan untuk almarhum.
Lantas, iring-iringan melanjutkan perjalanannya melintasi perempatan Titik Nol Kilometer Jogja, lalu belok ke timur menuju perempatan bangjo Gedung Kuning.
Almarhum seolah diajak mengenang kembali jalanan yang tak asing baginya, melewati Jogja Expo Center, perempatan Blok O, hingga Jalan Wonosari. Sampai akhirnya, jenazah Hamzah tiba di ujung dunianya. Ia menuju Krematorium Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kebondalem Madurejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY.
Kepergian Hamzah ke pangkuan Tuhan menyisakan duka mendalam bagi dunia seni, budaya, bisnis, dan pendidikan. Hal itu tampak jelas dari banyaknya karangan bunga yang berjajar dari area pintu masuk hingga memenuhi halaman krematorium.
Sanak saudara, kerabat, dan handai tolan, hanya punya sedikit waktu menemani sang jenazah sebelum tengah hari. Selepas itu, mereka harus merelakan jasadnya pergi. Peti putih, tempat jenazah Hamzah berbaring, diserahkan oleh pihak keluarga kepada petugas krematorium sekitar pukul 12.00 WIB. Proses kremasi pun segera dilangsungkan ketika jenazah memasuki ruangan.
Sosoknya Pergi, tapi Keluhurannya Menetap
Adjie Ronowijoyo, manager operasional Olah-Oleh Raminten, mewakili keluarga dan karyawan, merasa kehilangan sosok pengayom sekaligus bapak. Dia pun berharap, segenap putra-putri dan karyawan Hamzah Batik dan Raminten Grup dapat terus melestarikan nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan oleh almarhum selama hidup.

Dalam benak Adjie, Hamzah Sulaiman adalah sosok yang sarat kebaikan. Ia, kata Adjie, selalu mengajarkan dan berpesan agar keluarga dan karyawannya selalu berbakti dan berbudi luhur, senantiasa memanusiakan manusia, rendah hati, serta sederhana.
"Itulah pesan yang selalu disampaikan ke kami," lontarnya, ketika diwawancarai di lokasi kremasi pada Sabtu (26/4).
Memandang sosok Hamzah, Adjie menilai bahwa bosnya itu merupakan pelestari budaya yang gigih berjuang demi menjaga tradisi budaya Yogyakarta. Dedikasi tersebut dituangkan lewat berbagai acara kebudayaan yang menjadi ikon khas toko oleh-oleh Hamzah Batik.
"Semoga ini menjadi alasan Pak Hamzah diterima di sisi Tuhan yang Maha Esa dan diampuni segala dosa-dosanya," ujarnya, mengenang kebaikan almarhum Hamzah.
Oleh sebab itu, Adjie meminta maaf sekaligus mengucapkan terima kasih kepada masyarakat, khususnya warga Kota Yogyakarta, yang berkenan turut mengantarkan almarhum ke krematorium.
"Sekali lagi kami aturkan terima kasih sebanyak-banyaknya [karena] telah mengucapkan belasungkawa dan turut berdoa," ungkapnya.
Proses kremasi Hamzah berjalan khidmat. Terdengar alunan gamelan yang menggema di telinga para peziarah, mengiringi proses kremasi. Rombongan yang mengantar jenazah berasal dari berbagai kalangan, lintas usia, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga para sesepuh.
Sutrisno, petugas Krematorium Madurejo, menyebut bahwa duka atas berpulangnya Hamzah telah telah terasa di lokasi kremasi sejak Jumat pagi (25/4/2025). Sebab, saat itu, rangkaian papan bunga belasungkawa mulai berdatangan ke lokasi kremasi.
"Itu lengkap, semua ada. Mulai dari artis, pebisnis, trah Keraton [Ngayogyakarta], pokoknya orang-orang besar," terangnya, menggambarkan suasana yang diliputi duka sejak sehari sebelum kremasi.

Proses kremasi memakan waktu sekitar dua jam dengan suhu mencapai 1.000 derajat celcius. Namun, tentu saja, petugas baru dapat melanjutkan pengemasan abu setelah suhu turun.
Begitu pintu kremasi dibuka, rombongan yang mengantar jenazah segera mendekat. Isak tangis kembali menyelimuti. Beberapa dari mereka saling memeluk untuk sama-sama menguatkan.
Dengan hati-hati, petugas memindahkan abu ke dalam sebuah guci keramik. Setelah mengawalinya dengan doa, petugas pun menyerahkan guci tersebut kepada perwakilan keluarga almarhum.
Anak bungsu Hamzah, Ratri, menerima ulungan guci keramik yang diserahkan petugas seusai didoakan.
"Doakan semoga bapak tenang dan damai di sana," ujar Ratri, dikutip dari keterangan resminya.
Proses kremasi selesai. Sosok Hamzah pun telah pergi ke haribaan Tuhan. Abu jenazahnya dibawa ke rumah keluarga yang berlokasi di Kotabaru, Kota Yogyakarta.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Fadli Nasrudin
Masuk tirto.id


































