Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Ketika Kerja dari Rumah Akibat Corona Terganggu Urusan Domestik

Sejumlah pekerja mengikuti imbauan agar bekerja dari rumah setelah pandemi COVID-19 semakin meluas. Namun urusan domestik kerap menjadi penghambat.

Ketika Kerja dari Rumah Akibat Corona Terganggu Urusan Domestik
Ilustrasi Bekerja di Rumah. foto/istockphoto

tirto.id - Senin, 16 Maret 2020 menjadi hari pertama Muhammad Alif bekerja dari rumah. Ia bukan seorang pekerja lepas atau baru saja menjadi pengangguran. Kantornya mengikuti imbauan Pemprov DKI untuk mempekerjakan seluruh karyawan dari rumah setelah pandemi COVID-19 kian merajalela.

Berdasarkan data per Selasa, 17 Maret 2020, jumlah pasien positif COVID-19 di seluruh Indonesia sudah mencapai 172, 7 orang di antaranya meninggal dan 9 lainnya dinyatakan sembuh.

Bekerja dari rumah atau dari kantor bagi Alif tak jauh berbeda. Sebab, ia sudah terbiasa bekerja dari satu tempat kerja bersama ke tempat kerja bersama lainnya. Alif merupakan desainer grafis. Kini ia bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta Pusat.

"Nggak ada hambatan [kerja dari rumah] sejauh ini. Tools yang biasa gua pakai di kantor, bisa gua bawa semua ke rumah," ujarnya saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (17/3/2020).

Hari pertama itu, ia akan mengerjakan profil perusahaan tempatnya bekerja. Sejak pagi hari, Alif sudah menyamankan diri. Ia seduh segelas kopi hitam panas dan beberapa cemilan di atas meja kerjanya.

Perangkat lunak untuk membuat desain sudah terbuka di layar komputer jinjingnya. Akan tetapi, ia mendaku banyak sekali distraksi dari lingkungan sekitar saat bekerja di rumah.

Mulai dari anak kecil tetangga yang menangis, tiba-tiba pengamen datang ke rumahnya, sampai diminta bantuan oleh sang istri untuk memandikan anaknya.

"Keganggu sedikit, jelas. Tapi gua masih bisa tetap melanjutkan ngdesain. Beginilah risikonya [kerja dari rumah]," ujar Alif.

Namun, Alif tidak terlalu ambil pusing soal segala macam gangguan tersebut. Baginya, hal itu belum seberapa ketimbang ia harus memaksakan diri kerja di kantor di tengah maraknya virus Corona.

Setiap hari Alif bekerja dengan menggunakan KRL Jabodetabek dari Stasiun Depok Baru menuju Stasiun Cikini. Saat kondisi pandemi COVID-19 yang tidak terkendali seperti sekarang, tentu risikonya juga besar. Alif tak mau sok jago, ambil segala risikonya tersebut.

"Nggak apa-apa lah, gua kerja sambil momong anak. Daripada kena Corona," ujar dia.

Alif asyik mengerjakan tugas-tugas kantornya. Ketika hari menjelang sore, hujan deras mengguyur Kota Depok. Alif berniat menambah satu gelas kopi hitam panas lagi. Ia pikir akan nikmat, bekerja sembari meneguk kopi kala hujan.

Usai selesai membuat kopi, Alif menuju ke meja kerjanya. Masih ada beberapa halaman yang mesti segera dirampungkan untuk didesain. Namun tiba-tiba listrik rumahnya padam, usai sekian detik suara petir menggelegar di langit.

Alif sempat termenung bingung. Ia mesti mengirimkan desain pra-tinjau ke kepala divisinya sore itu juga. Sementara jaringan WiFi miliknya terputus dan hujan membuat jaringan internet di telepon genggamnya menjadi lambat.

Beruntung baterai komputer jinjingnya masih cukup untuk merampungkan pekerjaan.

Alif mencoba berkoordinasi kepada kepala divisinya, agar diberikan kelonggaran sedikit mengirim desain pra-tinjau. Pimpinannya pun mengamini.

Ketika hendak bersungguh-sungguh merampungkan desain profil perusahaan, tiba-tiba saja rumah Alif mengalami bocor di ruang tamu. Angin kencang dan hujan lebat membuat struktur genteng bergeser. Sehingga air mengucur deras ke dalam rumah.

Ia bersama sang istri akhirnya menyelesaikan urusan rumah dulu. Mereka bekerja sama untuk membuat tanggul temporer agar air tidak menyebar ke bagian rumah yang lain. Mereka juga sibuk membersihkan kotoran-kotoran yang terbawa oleh air hujan.

Sementara Alif memecah pikirannya ke pekerjaan yang sedang ia tinggalkan.

"Gua pikir bakal aman-aman saja kerja dari rumah, nggak tahunya, banyak gangguannya. Untung kerjaan gua selesai. Bos kayaknya maklumin," kata dia.

Dihambat Urusan Domestik

Lutfi Julhram sebenarnya senang bisa bekerja dari rumah. Setelah kantornya mengikuti imbauan Pemerintah Provinsi DKI untuk mempekerjakan karyawan dari rumah, lantaran pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.

Dengan bekerja dari rumah, Lutfi bisa lebih rileks bekerja karena tidak dipantau secara langsung oleh pimpinan.

"Karena kalau di kantor agak monoton dan sok serius saja di depan bos," ujar dia kepada reporter Tirto.

Lutfi bekerja sebagai seorang desainer grafis untuk salah satu lembaga survei di Jakarta Selatan. Kantor Lutfi menerapkan kebijakan kerja dari rumah selama 14 hari, terhitung sejak 16 Maret 2020.

Lutfi menyambut kebijakan itu dengan senang, karena jam kerjanya menjadi lebih fleksibel. Meski porsi dan tuntutan kerja tidak berkurang.

Ia bisa saja fokus bekerja di rumah. Namun mustahil tanpa distraksi. Sebab Lutfi memiliki seorang batita perempuan yang masih gesit-gesitnya bergerak.

"Kendala kerja di rumah cuma, kalau tiba-tiba anak gua ngajak main. Sudah itu saja," ujar dia.

Jika anaknya merengek untuk minta ditemani, mau tidak mau pekerjaan Lutfi harus ditinggal sejenak. Begitu juga jika tetiba ada tamu yang menyambangi kediamannya.

"Kalau ada tamu atau teman main. Tapi bisa sih sambil kerja walaupun jadi sedikit terlambat," ujarnya.

Hal lain justru dialami oleh Riska Cynthia. Ia juga bagian dari karyawan yang diperkerjaan di rumah oleh kantornya akibat pandemi COVID-19.

Ica—panggilan akrabnya—senang-senang saja bisa bekerja di rumah. Selain menjauhkan dirinya dari potensi tertular COVID-19, ia tak perlu panas-panasan segala.

Tapi bekerja dari rumah bukan sesuatu hal yang mudah. Ica masih tinggal dengan orangtuanya, meski usianya sudah 24 tahun. Orangtuanya memahami kebijakan kerja dari rumah sebagai hari libur.

"Otomatis, gua jadi sering disuruh-suruh. Nggak bisa tuh diam dikit," ujarnya kepada reporter Tirto.

Ica bekerja sebagai seorang admin media sosial untuk sebuah merk busana lokal. Pekerjaannya menuntut Ica harus selalu berada di depan telepon genggam. Hal ini yang kadang tidak dipahami orangtuanya.

Ia bertugas mengunggah gambar berikut teks ke tiga jenis media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram dalam waktu yang berbeda. Jumlah unggah pun berbeda.

"Gua disangka males-malesan. Sampai mereka bilang, 'lagi libur bukannya bantu orangtua malah main hape mulu'. Mau kesel tapi ngakak," ujarnya.

Ica tahu orangtuanya tidak memahami jenis pekerjaan yang ditekuninya. Sebab itu, Ica tak berniat untuk konfrontasi orangtuanya. Ia memilih untuk menuruti saja, jika memang dimintai tolong.

Ica diminta kerja dari rumah oleh kantornya terhitung sejak Senin kemarin. Untuk sampai kapannya, ia mengatakan kantornya mengikuti perkembangan situasi.

"Gua betah-betahin ajalah. Tapi [pandemi COVID-19] sampai kapan sih? Pengen kerja di kantor saja," ujarnya.

Sementara itu, pemerintah menetapkan status bencana COVID-19 menjadi 91 hari hingga 29 Mei 2020. Hal tersebut berdasarkan surat keputusan Kepala Badan Nasional dan Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 13 A tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia dalam poin kedua.

"Perpanjangan status keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum ke satu berlaku selama 91 hari terhitung sejak tanggal 29 februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020," demikian bunyi surat keputusan itu.

Surat tersebut juga menyatakan kalau segala biaya yang dikeluarkan akibat perpanjangan status tanggap COVID-19 dibebankan pada dana siap pakai yang masuk dalam anggaran BNPB. Lalu keputusan tersebut berlaku mulai tanggal 29 Februari 2020.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz