tirto.id - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) meminta Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan jajaran komite eksekutif PSSI untuk mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam tragedi Kanjuruhan.
"Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang, dimana saat laporan ini disusun sudah mencapai 132 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian bisa saja mengalami dampak jangka panjang," bunyi poin 5 kesimpulan rekomendasi TGIPF yang diserahkan kepada Presiden Jokowi, Jumat (14/10/2022).
PSSI diminta untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, tanggung jawab dan bebas konflik kepentingan. TGIPF mendorong agar liga tidak dilanjutkan jika upaya perbaikan belum dilakukan.
"Untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk melakukan percepatan Kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan," bunyi poin 6 kesimpulan dan rekomendasi.
"Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepakbola profesional di bawah PSSI yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepakbola di tanah air.
Adapun pertandingan sepakbola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan aparat keamanan," lanjut Bunyi poin 6 kesimpulan dan rekomendasi.
PSSI juga perlu merevisi statuta PSSI. Mereka dinilai perlu menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik terhadap berbagai sumber dan penggunaan finansial dan kegiatan di bawah PSSI.
Selain itu, TGIPF menilai PSSI perlu membuat aturan publik yang mengedepankan keselamatan publik dan moral nilai etik publik. PSSI juga perlu melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan dengan memberikan BPJS kepada pemain olahraga seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun.
Selain meminta Ketua Umum PSSI dan eksekutif untuk mundur, ada sejumlah poin kesimpulan lain yang ditemukan TGIPF. Pertama, tragedi Kanjuruhan terjadi karena PSSI dan pemangku kepentingan liga sepakbola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing dan cenderung mengabaikan aturan dan standar yang dibuat.
Mereka juga dinilai saling melempar tanggung jawab dalam menjalankan liga dan hal tersebut sudah mengakar sejak lama dalam penyelenggaraan kompetisi sepakbola Indonesia.
TGIPF mengapresiasi langkah pengusutan pidana pelaku yang bertanggung jawab dalam insiden Kanjuruhan. Akan tetapi, TGIPF meminta Polri untuk mengusut pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian No: Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang dilakukan oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur.
TNI dan Polri juga harus menindaklanjuti penyelidikan aparat TNI Polri yang melakukan tindakan berlebihan kepada penonton usai laga Arema melawan Persebaya 1 Oktober 2022 lalu seperti penembakan gas air mata yang diduga di luar komado, pengelola stadion yang tidak membuka semua pintu stadion serta pihak Arema dan PSSI yang tidak melakukan pengawasan atas keamanan dan kelancaran pertandingan.
Polri juga diminta untuk menyelidiki aksi provokasi yang dilakukan supporter seperti yang masuk awal ke lapangan sehingga diikuti oleh supporter lain. TGIPF juga meminta Polri mengusut upaya pembakaran dan pengrusakan mobil di dalam dan di luar stadion serta upaya pelemparan flare.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri