Menuju konten utama

Kenapa Kereta Api Tidak Bisa Berhenti Mendadak?

Faktor yang menyebabkan kereta api tidak dapat berhenti mendadak lantaran sistem pengereman yang menggunakan jenis rem udara.

Kenapa Kereta Api Tidak Bisa Berhenti Mendadak?
Rangkaian Kereta Api (KA) Kahuripan relasi Kiara Condong – Blitar melaju di Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis (1/6/2023). ANTARA FOTO/Siswowidodo/aww.

tirto.id - Insiden tabrakan antara kereta api dengan truk di Semarang dan Bandar Lampung pada Selasa (18/7/2023 lalu mendapatkan respons beragam dari publik. Salah satunya terkait sistem pengereman di transportasi kereta api.

Terkait hal itu, Public Relations KAI, Joni Martinus menjelaskan, secara sistem pengereman, transportasi kereta api membutuhkan jarak agar benar-benar berhenti. Berbeda dengan transportasi darat pada umumnya, kereta api memiliki karakteristik yang secara teknis tidak dapat dilakukan pengereman secara mendadak.

"Untuk itu, kami mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati sebelum melewati perlintasan sebidang,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (21/7/2023).

Joni menuturkan, kereta api tidak bisa berhenti mendadak karena memiliki panjang dan bobot rangkaian. Dia menjelaskan, semakin panjang dan berat rangkaiannya, maka jarak yang dibutuhkan kereta api untuk dapat berhenti akan semakin panjang.

Di Indonesia kata Joni, rata-rata 1 rangkaian kereta penumpang terdiri dari 8-12 kereta (gerbong) dengan bobot mencapai 600 ton, belum termasuk penumpang dan barang bawaannya.

"Dengan kondisi tersebut, maka akan dibutuhkan energi yang besar untuk membuat rangkaian kereta api berhenti," bebernya.

Joni menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh pada jarak pengereman yang dibutuhkan kereta agar bisa berhenti. Pertama, kecepatan kereta api.

Dia menuturkan semakin tinggi kecepatan kereta api, maka semakin panjang jarak pengereman. Tidak hanya itu, kemiringan/lereng (gradient) jalan rel (datar, menurun, atau tanjakan). Kemudian, persentase pengereman yang diindikasikan dengan besarnya gaya rem. Lalu, jenis kereta api (kereta penumpang/barang), rem (blok komposit/blok besi cor), kondisi cuaca.

Sistem Pengereman Kereta Api

Joni menuturkan sistem pengereman yang dipakai pada kereta api umumnya menggunakan sistem jenis rem udara. Cara kerjanya dengan mengompresi udara dan disimpan hingga proses pengereman terjadi.

"Saat masinis mengaktifkan sistem pengereman, udara tadi akan didistribusikan melalui pipa kecil di sepanjang roda dan membuat friksi pada roda. Friksi ini yang akan membuat kereta berhenti," bebernya.

Kemudian dia menjelaskan, sistem kinerja rem pada roda dihubungkan ke piston dan susunan silinder. Mekanisme yang mengurangi tekanan udara di kereta api akan memaksa rem mengunci dengan roda. Jika tekanan dilepaskan secara tiba-tiba, maka akan menyebabkan pengereman yang tidak seragam, sehingga rem bekerja lebih dulu dari titik keluarnya udara.

"Pengereman yang tidak seragam dapat menyebabkan kereta atau gerbong tergelincir, terseret, bahkan terguling," bebernya.

Sementara itu, dia menuturkan, walaupun kereta api telah dilengkapi dengan rem darurat tersebut. Namun, tidak dapat secara langsung membuat rangkaian berhenti. Melainkan membuat tekanan udara dan energi lebih besar sehingga kereta dapat lebih cepat berhenti. Tidak hanya itu, rem hanya menghasilkan lebih banyak energi dan tekanan udara lebih besar untuk menghentikan kereta lebih cepat.

"Jadi, meskipun masinis telah melihat ada yang menerobos palang kereta, selanjutnya melakukan proses pengereman, maka tetap akan membutuhkan suatu jarak pengereman agar benar-benar berhenti. Hal inilah yang nantinya menyebabkan kejadian tabrakan, apabila jarak pengereman tidak terpenuhi," bebernya.

Sebab itu, dia mengingatkan kepada masyarakat saat melintas di perlintasan sebidang yaitu berhenti di rambu tanda stop, melihat kiri-kanan, apabila telah yakin aman, baru bisa melintas. Palang pintu, sirine dan penjaga perlintasan merupakan alat bantu keamanan semata. Alat utama keselamatannya ada di rambu-rambu lalu lintas bertanda setop tersebut.

"Jadi apabila masyarakat Ketika di perlintasan sudah melihat adanya kereta api walaupun masih jauh, maka seharusnya berhenti terlebih dahulu hingga kereta api tersebut lewat,” tutup Joni.

Untuk diketahui, sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pasal 114 menyatakan: "Pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup dan/atau ada isyarat lain. Mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Apabila pengguna jalan raya tidak mematuhi aturan tersebut, maka sanksi hukum telah menanti, sesuai sanksi hukum yang tertera pada aturan UU Nomor 22 tahun 2009 pada pasal 296 yaitu setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN KERETA API DI SEMARANG atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin