Menuju konten utama
Serba Serbi Pilkada 2018

Kenapa 75 Persen Pilkada 2018 Banten Diisi Calon Tunggal?

Pilkada di Kabupaten Tangerang dan Lebak serta Kotamadya Tangerang menyajikan duel antara calon tunggal versus kotak kosong.

Kenapa 75 Persen Pilkada 2018 Banten Diisi Calon Tunggal?
Ilustrasi Pilkada Banten Calon Tunggal

tirto.id - Tiga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 di Provinsi Banten akan berlangsung antara calon tunggal melawan kotak kosong. Kondisi itu terjadi dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Tangerang dan Pemilihan Bupati (Pilbup) di Kab. Tangerang serta Kab. Lebak.

Secara umum, fenomena calon tunggal memang tidak terjadi di Banten saja. Tahun 2018 ini terdapat 19 Pilkada yang hanya menyajikan calon tunggal. Selain di Banten, calon tunggal juga muncul di Aceh (Pidie Jaya), Jambi (Kerinci), Sumatera Selatan (Kota Palembang dan Prabumilih), Jawa Barat (Purwakarta dan Banjar), Jawa Tengah (Karanganyar), Kalimantan Selatan (Tapin), Sulawesi Utara (Minahasa Tenggara), Sulawesi Selatan (Sinjai), Sulawesi Barat (Mamasa), serta Papua (Puncak).

Akan tetapi, fenomena calon tunggal di Provinsi Banten memang mencolok dan dominan. Sebab tiga calon tunggal dalam Pilkada serentak di Banten jumlahnya mencapai 75 persen. Ya, tiga dari empat Pilkada di Banten pada 2018 ini.

Satu-satunya wilayah di Banten yang tidak menghadirkan calon tunggal dalam Pilkada 2018 adalah Kotamadya Serang. Di sana ada tiga pasangan yang mendaftar ke KPUD. Tiga pasangan tersebut akan bertarung memperebutkan kursi wali kota yang kini dijabat Tubagus Haerul Jaman yang sudah menjadi wali kota selama dua periode (2011-2013 dan 2013-2018) -- periode pertama ia menggantikan H. Bunyamin yang meninggal di tengah masa jabatan.

Faktor petahana yang tidak bisa lagi bertarung inilah yang agaknya membedakan Serang dengan tiga wilayah lain. Seluruh calon tunggal di Kab. dan Kota Tangerang serta Kab. Lebak semuanya merupakan petahana yang baru menjabat selama satu periode.

Di Kab. Tangerang, Ahmad Zaki Iskandar dan Mad Romly menjadi calon tunggal. Mereka didukung koalisi 12 partai yang ada di Kab. Tangerang yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, Demokrat, Hanura, PKS, PPP, PKB, Gerindra, PKPI, PAN, dan PBB (12 partai).

Sedangkan di Kota Tangerang, Arief R. Wismansyah dan Sachrudin menjadi calon tunggal. Mereka didukung koalisi 10 partai yaitu Golkar, Demokrat, PDIP, PKB, Hanura, PPP, Gerindra, PKS, PAN, danNasdem (10 partai).

Sementara Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi menjadi calon tunggal di Kab. Lebak. Mereka didukung Partai Demokrat, PDIP, Golkar, PAN, PKB, PBB, PKS, Hanura, Nasdem, PPP, dan Gerindra (11 partai).

Kendati bukan calon tunggal dan bukan petahana, salah satu kandidat di Pilwalkot Serang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Haerul Jaman. Vera Nurlaela yang berpasangan dengan Nurhasan, yang didukung oleh Golkar, PKB, PBB, PKPI, NasDem, Gerindra, PDIP dan Demokrat, merupakan istri dari Haerul Jaman, sang petahana.

Munculnya Dinasti Politik Baru di Banten

Dosen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai Pilkada dengan calon tunggal di Banten akibat kartelisasi politik yang dilakukan partai. Dalam pengamatannya, partai-partai di tiga wilayah tersebut menciptakan situasi yang mengarah kepada calon tunggal.

“Mereka (parpol) tidak mau mengambil risiko dengan berkontestasi,” kata Adi.

Adi mencontohkan, di Kota Tangerang ada sosok Abdul Syukur dan Sachrudin yang bisa maju sendiri apabila Golkar mau serius melakukannya. Berkaca kepada hasil Pilwalkot Tangerang 2013, menurut Adi, Abdul Syukur yang saat itu hanya meraih posisi kedua punya modal politik yang cukup untuk maju lagi. Terlebih kakanya, Wahidin Halim, kini sedang berkuasa di Banten sebagai gubernur.

“Sachrudin juga sudah jadi kader Golkar. Kemarin juga ada wacana dia untuk maju. Tapi tampaknya Wahidin mau main aman saja,” kata Adi.

Adi menilai menguatnya dominasi calon tunggal di Banten menunjukkan kuatnya usaha mempertahankan klan politik non-Atut di Banten. Adi melihat, klan politik baru itu terlihat terutama di Kab. Lebak dan Kab. Tangerang.

Di Lebak, menurut Adi, yang muncul adalah klan politik Jayabaya, nama yang merujuk Mulyadi Jayabaya, orang yang selama dua periode memimpin Lebak dari 2003 hingga 2013. Iti Octavia merupakan anak Mulyadi Jayabaya.

Setelah lengser dari kepemimpinan Lebak, Mulyadi yang merupakan tokoh penting PDIP di Banten ini pernah berniat mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur (Cagub) Banten dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub 2017). Namun, niat itu urung dan ia mengalihkan dukungan kepada pasangan Rano-Embay yang akhirnya kalah melawan pasangan Wahidin Halim-Andhika Harzumy.

Meski begitu, pengaruh Mulyadi Jayabaya di Lebak terlihat dalam raihan suara Rano-Embay. Di Lebak, Rano-Embay unggul telak dari pasangan Wahidin-Andhika. Rano-Embay meraih 333.079 suara, sementara Wahidin-Andhika hanya memperoleh 254.182 suara.

Jayabaya juga disebut sebagai pengguling klan Atut. Pada Pilbup Lebak 2013, Jayabaya dan Atut terlibat dalam pertarungan langsung. Mulyadi mencalonkan anaknya, Iti Octavia, sedangkan Atut mendukung pasangan Amir Hamzah-Kasmin. Kendati Atut sangat mendominasi politik Banten saat itu, akan tetapi pengaruh Mulyadi di Lebak ternyata tak bisa ditembus. Iti menang telak mengalahkan Amir.

Kekalahan inilah yang menjadi awal mula penangkapan Atut oleh KPK. Amir-Kasmin maju ke Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilbup Lebak itu. KPK kemudian mengendus suap mengalir dari kubu Amir kepada Akil Mochtar yang kala itu menjabat sebagai Ketua MK. Atut dan adiknya, Tubagus Chaerawan, terseret dalam kasus ini -- yang berlanjut dengan pengungkapan kasus-kasus lain yang menumbangkan kekuasaan Atut di Banten. Amir-Kasmin juga kemudian ditangkap oleh KPK.

Kekuatan klan Jayabaya tampak dari terpilihnya anak laki-laki Mulyadi, Mochamad Hasybi Asyidiki, sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019 dari PDIP. Adik Mulyadi, Emuy Mulyanah, juga menjadi anggota DPRD Lebak. Sedangkan adik iparnya, Agus R. Wisas, menjadi anggota DPRD Banten periode 2014-2019.

Selain klan politik Mulyadi Jayabaya, Adi juga menyebut klan Ismet Iskandar di Kabupaten Tangerang. Ismet merupakan Bupati Tangerang dua periode antara 2003-2008 hingga 2008-2013. Mantan Gubernur Banten Rano Karno pun sempat mendampinginya sebagai Wakil Bupati Tangerang periode 2008-2013.

Anak laki-laki Ismet Iskandar, Ahmad Zaki, berhasil melanjutkan kepemimpinan ayahnya dengan memenangkan Pilbub Tangerang pada 2013. Pada Pilgub 2018, Zaki kembali maju dalam pemilihan bupati. Anak perempuan Ismet Iskandar, Intan Nurul Hikmah, juga menjadi Wakil Ketua DPRD Kab. Tangerang periode 2014-2019. Sementara anak laki-lakinya yang lain, Ahmad Zulfikar Ibrahim Iskandar, menjadi manajer klub Persita Tangerang sejak 2012.

Kekuatan klan Ismet Iskandar paling terlihat saat Pilbup Tangerang 2013. Saat itu, bisa dikatakan terjadi perang antar pengusaha dan dinasti politik. Aufar Sadat Hutapea, Cawagub pendamping Ahmad Subadri, merupakan pengusaha dengan harta sebesar Rp 5,1 miiar dan uang sebesar 8000 dolar AS. Ada juga, Aden Abdul Kholiq yang merupakan adik ipar Atut yang juga tercatat memiliki harta sebesar Rp 14,5 miliar.

Kendati didukung oleh Atut, tetapi Aufar-Aden pun keok. Sebagaimana terjadi di Lebak, pengaruh dan jejaring kekuasaan Atut di Banten ternyata gagal di Kab. Tangerang.

Golkar Menolak Disebut Pragmatis

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai calon tunggal dalam Pilkada sebagai bukti kegagalan partai politik. Partai-partai dinilai terlalu pragmatis dan melupakan fungsi dasarnya untuk menghadirkan iklim demokrasi melalui persaingan politik.

“Problemnya parpol tetap saja mencalonkan mereka. Karena memang partai dikelola dengan hubungan kekerabatan,” kata Titi kepada Tirto.

Sikap parpol ini, kata Titi, tidak mencerminkan tugas Parpol sebagaimana disiratkan Undang-Undang Partai Politik yang menyatakan fungsi partai untuk melakukan kaderisasi politik di masyarakat dan bukan sekadar meraih kemenangan semata.

“Kalau parpol serius melakukan kaderisasi pasti mereka punya sosok untuk diusung,” kata Titi.

Wakil Ketua Golkar Kota Tangerang, Hapipi, menjelaskan sikap partainya. Ia mengatakan keputusan untuk tidak mengusung kader sendiri sebagai calon wali kota karena hasil survei internal menunjukkan tingginya elektabilitas pasangan petahana Arief-Sachrudin.

“DPP (Golkar) sudah memberi mandat buat Pak Sachrudin untuk menjadi cawalkot atau cawawalkot. Tapi hasil survei menunjukkan lain dan Pak Sachrudin pun setuju mendampingi Pak Arief lagi,” kata Hapipi kepada Tirto.

Wakil ketua DPRD Kota Tangerang ini menolak partainya dikatakan pragmatis dan tidak berusaha membuat iklim demokrasi yang baik. Ia beralasan, kendati hanya maju sebagai cawalkot, namun Sachrudin adalah kader Golkar. Jadi ia merasa Golkar tetap mendukung kadernya sendiri.

“Yang harus ditanya itu partai lain. Kenapa mereka tidak mengusung calon [dari kadernya] sendiri?” kata Hapipi.

Infografik HL Pilkada 2018 Banten Calon Tunggal

Wasekjen DPP Golkar, Ace Hasan Syadzily, mengafirmasi pernyataan Hapipi. Menurutnya, DPP Golkar telah memberi keleluasaan kepada Sachrudin untuk maju sebagai cawalkot atau cawawalkot. Namun, menurutnya, kader Golkar di Kota Tangerang melaporkan bila masyarakat lebih memilih agar Sachrudin kembali menjadi pasangan Arief.

“DPP dalam posisi hanya memberi keputusan sesuai aspirasi kader. Mereka yang tahu lapangan,” kata Ace kepada Tirto.

Terkait Pilbup Tangerang dan Lebak yang dianggap melanggengkan politik keluarga, Ace menyatakan di kedua wilayah tersebut Golkar telah melakukan langkah yang rasional. Menurutnya, Zaki memang mumpuni untuk dicalonkan kembali sebagai cabup Tangerang.

“Dia kader kami dan prestasinya bagus,” kata Ace.

Sedangkan untuk Pilbup Lebak, menurut Ace, Golkar tidak mencalonkan karena memang tidak mempunyai kader mumpuni untuk diusung. Selain itu, di Lebak pun Golkar tidak mempunyai cukup kursi untuk mengusung sendiri.

“2013 itu kami sudah mengusung sendiri, tapi malah membuat kasus di internal yang menyeret Bu Atut itu. Di sana kami lebih memilih konsolidasi dulu,” kata Ace.

Mengapa PDIP Tidak Maju Sendiri?

PDIP sebenarnya berpeluang memajukan kandidat di Pilwalkot Tangerang dan Pilbup Tangerang. Di kedua wilayah tersebut PDIP memiliki 10 kursi. Dengan menambah lima kursi lagi melalui koalisi, partai berlambang banteng ini berpeluang untuk mengusung kadernya sendiri. Apalagi dalam Pilwalkot Tangerang dan Pilbup Tangerang 2013, PDIP mengusung kandidat sendiri.

Dalam sejumlah pemberitaan di media lokal, PDIP sebenarnya santer diberitakan akan mengusung calonnya sendiri. Di Kota Tangerang, PDIP diberitakan sempat mendekati anak Wahidin Halim, M Fadhlin Akbar dan Abdul Syukur. Sementara di Kab. Tangerang, PDIP sempat berencana mengusung ketua DPC PDIP Kabupaten Tangerang, Bima Topari.

Hanya saja rencana itu buyar. PDIP hanya mengajukan kadernya sendiri di Pilbup Lebak. Sedangkan di Pilwalkot dan Pilbup Tangerang, PDIP seperti partai-partai yang lain: beramai-ramai mendukung calon tunggal.

Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Ketua DPD PDIP Banten, Ananta, mengaku sudah berusaha mendorong kadernya sendiri maju di Pilwalkot Tangerang dan Pilbup Tangerang. Namun, menurutnya, realitas politik tidak mendukung rencana tersebut.

“Partai lain tidak berkenan diajak koalisi. Jadi kami ikut mendukung calon petahana yang maju,” kata Ananta pada Tirto.

Ananta juga menyatakan calon tunggal di Pilwalkot Tangerang dan Pilbup Tangerang tidak akan mempengaruhi proses penggalangan massa menuju Pileg dan Pilpres 2019. Sebaliknya, ia menilai, dengan mendukung pasangan pemenang akan lebih memudahkan memenangkan Pileg dan Pilpres 2019.

“Politik, kan, kesepahaman. Di antara parpol dan calon sudah ada saling kesepahaman. Mereka (calon) sepaham dengan capres yang kami dukung,” kata Ananta.

Alasan serupa juga disampaikan Ketua DPW PKB Banten, Fauzy. Menurutnya, PKB akhirnya tidak mengusung calon sendiri di tiga wilayah tersebut karena tidak punya cukup kursi untuk maju sendiri. Sementara untuk menjalin koalisi, jumlah kursi yang dimiliki PKB terlalu kecil untuk memimpin inisiatif membangun atau memimpin koalisi. Di ketiga wilayah tersebut PKB hanya memiliki 5 kursi.

“Di Lebak kami sudah berusaha mendorong Ketua DPC, Pak Efu Saefullah, di Kabupaten Tangerang kami mengusulkan Tomi Kurniawan sebagai wakil Pak Zaki,” kata Fauzy kepada Tirto.

Khusus untuk di Pilbup Tangerang, Fauzy menyatakan bukan maksud PKB untuk melanggengkan politik dinasti. Namun, menurutnya, PKB sudah sejak periode lalu menjadi pengusung Zaki. “Bahkan awal Pak Ismet naik kami jadi partai pertama yang mengusung bersama Golkar,” kata Fauzy.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Mufti Sholih
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Zen RS