Menuju konten utama

Kemlu: Ada WNI Korban TPPO Berpendidikan S2

Salah satu kasus TPPO yang pernah ditangani Kemlu bahkan melibatkan seorang WNI dengan gelar master atau S2.

Kemlu: Ada WNI Korban TPPO Berpendidikan S2
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, memberikan keterangan pers kepada para wartawan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025). tirto.id/Naufal majid

tirto.id - Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, mengungkapkan banyak anak muda generasi Z (gen Z) yang menjadi korban praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) untuk bekerja di perusahaan penipuan daring di luar negeri.

Judha mengatakan salah satu kasus TPPO yang pernah ditangani Kemlu bahkan melibatkan seorang WNI dengan gelar master atau S2.

“Yang kami hadapi, victim profile untuk korban TPPO online scam, satu, gen Z, usia 18-35 tahun, berpendidikan. Kami pernah menangani kasus WNI yang punya master degree, S2, yang bisa ditipu,” ungkapnya kepada para wartawan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

Judha menerangkan korban TPPO ini tertarik untuk berangkat ke luar negeri karena diiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi. Oleh karena itu, ia menekankan agar lebih kritis sebelum menerima tawaran bekerja di luar negeri. Ia meminta melakukan cross check terkait pekerjaan yang ditawarkan, agar tidak terjerat praktik TPPO.

“Satu, pahami modus TPPO. Kemudian kedua, ketika mendapati tawaran-tawaran tersebut, kritis. Lakukan cross-check,” tegasnya.

Salah satu modus yang digunakan dalam praktik TPPO adalah menggunakan skema penipuan cinta atau love scam. Judha menjelaskan para perekrut ada yang berpura-pura menjadi sosok pria atau perempuan berpenampilan menarik dan mengajak WNI untuk bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi, mulai dari 1.000 sampai 1.200 dolar Amerika Serikat.

“Dia [perekrut] akan kontak melalui berbagai macam cara, [lewat] sosmed gitu ya, kenalan, say hello. Kemudian, love scam itu muncul, dia coba mendekati secara romantik. Kemudian, ketika sudah terjerat, barulah kemudian modus penipuan,” ucap Judha.

Korban lantas diberikan arahan agar bisa lolos dari pemeriksaan di bandara. Perekrut bahkan disebutnya ada yang mengimbau WNI untuk tidak mengaku akan bekerja saat tiba di negara tujuan.

“Contoh misalnya begini, nanti kalau ditanya jangan ngaku kerja, tapi ngakunya wisata atau mengunjungi keluarga dan sebagainya. Dari sini harusnya sudah alert ya kita, kita mau kerja resmi kok disuruh bohong, harusnya lebih kritis,” paparnya.

Judha menyebut tidak semua WNI yang terlibat dalam praktik online scam di luar negeri merupakan korban dari TPPO. Menurutnya, ada WNI yang memang secara sukarela berangkat ke luar negeri untuk bekerja sebagai penipu daring atau online scammer.

Ia mencontohkan saat Kemlu memulangkan WNI korban TPPO di Myanmar pada akhir 2024. Ada seorang WNI berinisial S yang ikut dipulangkan ke Indonesia. Namun, empat bulan kemudian saat Kemlu memulangkan WNI lainnya di Kota Myawaddy, Myanmar, S kedapatan sudah kembali berada di lokasi.

“Kami masuk pada saat itu ke Myawaddy, kami pulangkan 599 [WNI], si S itu sudah ada di situ. Sudah ada di situ dan kami pulangkan yang kedua kali. Jadi, hanya dalam waktu rentang 4 bulan, dia sudah kembali lagi ke Myawaddy, bermasalah hal yang sama,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PENIPUAN ONLINE atau tulisan lainnya dari Naufal Majid

tirto.id - Flash News
Reporter: Naufal Majid
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama