tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan kebijakan cukai hasil tembakau untuk tahun 2019 mendatang. Pemerintah mengklaim tak menaikkan tarif cukai hasil tembakau maupun batas harga jual eceran minimum.
Payung hukum yang menaungi beleid tersebut ialah PMK Nomor 156 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
“Penyusunan kebijakan harga tembakau mempertimbangkan aspek-aspek tertentu, yakni pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, tenaga kerja, dan pemberantasan rokok ilegal,” tulis Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (16/12/2018).
Lebih lanjut, Kemenkeu menyebutkan bahwa di sepanjang 2013-2018, kenaikan tarif cukai dan penyesuaian harga jual eceran hasil tembakau telah berhasil mengendalikan produksi hasil tembakau dengan penurunan produksi sebesar 2,8 persen. Dari situ, penerimaan negara pun diklaim mengalami peningkatan hingga sebesar 10,6 persen.
“Namun dari aspek tenaga kerja, pemerintah masih perlu memberikan ruang bagi industri padat karya dengan menjaga keberlangsungan tenaga kerja yang perkembangannya stagnan,” ujar Nufransa.
Fokus dari penerimaan cukai hasil tembakau pada 2019 sendiri adalah upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal. Dengan target tersebut, Kemenkeu berharap industri hasil tembakau yang legal dapat bertumbuh serta mengisi pasar ilegal.
Peningkatan pada hasil tembakau legal pun diharapkan bisa menambah penerimaan negara sekaligus menjaga keberlangsungan tenaga kerja.
“Selain itu, upaya intensifikasi cukai lebih dioptimalkan berupa pengenaan cukai pada produk hasil pengolahan tembakau lainnya,” ungkap Nufransa.
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, kinerja penerimaan untuk hasil pengolahan tembakau lainnya disebut telah mencapai lebih dari Rp154,1 miliar. Sehingga diharapkan target penerimaan cukai pada tahun depan pun masih bisa dicapai.
“Kebijakan cukai hasil tembakau pada 2018 dipandang masih efektif dengan beberapa parameter, seperti aspek pengendalian konsumsi, tenaga kerja, industri, peredaran rokok legal, dan penerimaan negara,” jelas Nufransa.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Maya Saputri