tirto.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku belum menentukan besaran tarif cukai hasil tembakau. Aturan terkait cukai tembakau itu sendiri rencananya bakal diluncurkan pada akhir September atau awal Oktober 2018 mendatang.
“Kira-kira [besaran tarif cukai] yang akan diterapkan, mengacu pada aspek historis serta memperhatikan lima faktor yang ditentukan, serta pertumbuhan ekonomi dan inflasi,” kata Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi, saat jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng pada Kamis (23/8/2018).
Adapun kelima faktor yang dimaksud Heru mencakup perlindungan terhadap kesehatan, industri rokok, petani tembakau, aspek penerimaan, serta aspek pengawasan maupun pengendalian.
Sampai dengan saat ini, Ditjen Bea dan Cukai masih melakukan pendalaman dengan sejumlah kementerian/lembaga terkait.
Heru menyebutkan, berbagai pihak yang diikutsertakan dalam pembahasan tarif cukai hasil tembakau ini ialah Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan juga Kementerian Perdagangan.
Kendati demikian, Heru tak menginginkan apabila harga rokok yang naik lantas diikuti praktik yang melanggar aturan.
“Ada yang bilang [harga] naik setinggi-tingginya, sampai Rp70 ribu. Tapi dengan harga seperti itu malah bakal meningkatkan peredaran rokok ilegal, karena prinsip suplai dan permintaan ini akan menimbulkan efek,” ucap Heru.
Masih dalam kesempatan yang sama, Heru mengatakan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan tarif cukai hasil tembakau itu dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017.
Dalam PMK tersebut, turut terdapat pula peta jalan (roadmap) terkait penyederhanaan layer tarif cukai rokok sampai dengan 2022.
“Yang masih harus dilihat bahwa ada dua dimensi, yaitu simplifikasi layer yang nantinya menjadi 5, serta penggabungan jenis rokok, SKT (Sigaret Kretek Tangan), dan SKM (Sigaret Kretek Mesin),” ucap Heru.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yandri Daniel Damaledo