tirto.id - Kementerian Keuangan tengah mengkaji penerapan bea masuk tambahan untuk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Skemanya berbentuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) atau safeguard.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan bea masuk ini masih akan dirapatkan dulu dengan pelaku industri hulu dan hilir.
“Nanti tanggal 17 (Oktober) kami rapat lagi (BMTPS). Hulu dan hilir mesti sinkron. Sekarang kebijakan itu mesti milih. Mungkin ada yang akan protes. Tapi harus milih mana yang mau dilindungi dalam jangka pendek,” ucap Suahasil kepada wartawan saat ditemui di DJP Kemenkeu, Senin (14/10/2019).
Suahasil mengatakan penerapan BMTPS ini menjadi salah satu pilihan yang cukup menjanjikan untuk menangani lonjakan impor.
Hanya saja, konsekuensinya bisa tidak menyenangkan bagi pelaku usaha terutama di hilir. Pasalnya, BMTPS akan menjadi tambahan di luar bea masuk umum yang sudah diterapkan.
“Ya kan cara perlindungannya gimana. Kami kasih bea masuk tindakan keamanan atau safeguard. Nah, tapi kalau dikenakan bea masuk, kamu perusahaan kan mesti beli benangnya lebih mahal atau rendah?” ucap Suahasil.
Namun saat ini, kata Suahasil, mau tidak mau pemerintah memang harus menentukan pilihan kendati tidak bisa menyenangkan semua pihak sekaligus. Meskipun demikian, jangka waktunya, kata dia, bersifat sementara.
“Tentu kami ingin menangani lonjakan impor. Satu bea masuk dinaikkan tentu biaya jadi tinggi, tapi ini kami ambil untuk lindungi industri dalam negeri juga,” ucap Suhasil.
Suahasil menyatakan besaran tarif yang akan dikenakan nanti perlu dihitung terlebih dahulu oleh Kementerian Perdagangan. Dari hasil pemeriksaan, maka Kemendag akan mengusulkan besaran bea pada tiap kode HS.
Wacana pengenaan bea pada sektor tekstil ini bukan yang pertama kali. Pada Agustus 2019, Kemendag meminta Kemenkeu menerapkan bea masuk anti-dumping untuk 2 produk benang dan terealisasi dengan PMK No. 114 Tahun 2019 dan PMK No. 115 Tahun 2019.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz