tirto.id - Universitas Negeri Jakarta (UNJ) akhirnya memberikan sanksi kepada lima mahasiswa plagiator disertasi program Pascasarjana UNJ. Sanksi dijatuhkan oleh Pelaksana Harian Rektor Universitas Negeri Jakarta, Prof. Intan Ahmad, Senin 7 Mei kemarin.
Intan, yang menggantikan Prof. Djaali sejak Oktober 2017, diam-diam memberikan sanksi sesuai hasil penelaahan tim independen termasuk hasil rapat Komisi Akademik Senat UNJ.
Sanksi ini memutuskan para plagiat untuk memperbaiki disertasi, termasuk menerbitkan hasil akademik mereka pada jurnal internasional.
"Yang diminta terutama dua hal yang diperbaiki: pertama, selama satu tahun memperbaiki disertasi; dan kedua, hasil penelitian harus bisa diterbitkan di jurnal internasional. Kami lihat saja," ujar Intan kepada Tirto, Senin kemarin (7/5).
Intan menjelaskan alasan mengapa UNJ baru memberikan sanksi sekarang sejak kasus ini mencuat setahun lalu karena prosesnya "membutuhkan waktu relatif lama." Karya ilmiah hasil cangkokan orang lain para plagiator ini harus disandingkan dengan sumber plagiat yang dicomot, katanya.
Caranya, setiap kalimat yang disalin disandingkan sumber utama plagiat, dan hal ini memakan waktu lebih lama dari yang direncanakan.
"Karena ini menyangkut banyak pihak yang diminta pendapat, termasuk para ahli dari kampus lain serta ahli hukum," ujar Intan. Ia menolak proses pemberian sanksi yang lamban ini karena ada tekanan politik.
Namun, putusan sanksi itu terbilang rendah dari janji yang diucapkan Intan pada Oktober tahun lalu, yang akan mencabut gelar dan ijazah kelima mahasiswa doktoral itu jika terbukti melakukan plagiarisme.
"Rektor tidak dapat mengambil keputusan tanpa ada rekomendasi dari senat. Bila rektor memutuskan sendiri, governance yang baik tidak berjalan," dalih Intan.
Mengabaikan Rekomendasi Kemenristekdikti
Supriadi Rustad, Ketua Tim Evaluasi Kinerja Akademik, menanggapi putusan sanksi itu menimbulkan "kekosongan hukum" karena status kelima plagiator itu sudah bukan mahasiswa UNJ.
Terlebih jika merujuk rekomendasi Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, seharusnya gelar doktor dan ijazah kelima plagiator itu dicabut, ujar Supriadi kepada Tirto lewat telepon, Senin malam (7/5).
Supriadi menilai sanksi yang ringan ini bisa memicu pertanyaan publik atas keseriusan pemerintah membenahi institusi pendidikan. Apalagi jika kasus plagiat terjadi juga di kampus-kampus selain UNJ.
"Kasus plagiat di UNJ ini terjadi di pusat pemerintahan. [Putusan] sanksi ini akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kita harus mencegah ini. Jadi saya tak ingin ada persepsi bahwa moralitas pemerintah tidak baik karena melakukan pembiaran [plagiat] dan seakan tak berdaya," ujarnya.
Supriadi menegaskan penting bagi institusi pendidikan memberikan sanksi tegas kepada plagiator agar menjadi acuan bagi akademisi lain dan menjadikan perguruan tinggi sebagai marwah pusat ilmu pengetahuan.
Ali Ghufron Mukti, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, yang memimpin Tim Independen mengusut kasus plagiat pada program Pascasarjana UNJ, menolak berkomentar terkait sanksi ringan tersebut. Ia hanya menjawab singkat pertanyaan Tirto terkait rekomendasi Menristekdikti untuk mencabut gelar dan ijazah, dan langkah sanksi itu tak ada dasar hukumnya.
"Bisa ditanyakan ke Dirjen Belmawa (Pembelajaran dan Kemahasiswaan), yang juga Plt. Rektor UNJ," ujar Ali Ghufron.
Jika merujuk rekomendasi Kemenristekdikti, Ali Ghufron pernah berkata sudah sepatutnya gelar doktor dan ijazah para plagiator itu dicabut. Namun, ia menegaskan, rekomendasi ini dikembalikan kepada UNJ yang akan menjalankan keputusan.
Pembusukan Akademik
Sigit Riyanto, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Gajah Mada sekaligus anggota Dewan Riset Nasional, menyayangkan sanksi final dari UNJ terhadap kelima plagiator yang terbilang ringan, sehingga bisa memperburuk citra pendidikan tinggi sebagai sumber ilmu pengetahuan.
"Harusnya karya disertasi mereka itu batal. Apalagi setiap disertasi atau karya ilmiah ada pernyataan bukan hasil plagiat. Menurut saya, mestinya dibatalkan," ujar Sigit via telepon, Senin malam (7/5).
Sigit berkata pelanggaran plagiarisme harusnya "zero tolerance". Ia juga mengkritisi putusan UNJ bahwa para plagiator itu diberi toleransi agar karyanya terbit di jurnal internasional. Dalam prosedur akademik, karya ilmiah yang terbit di jurnal internasional seharusnya sudah dilakukan sebelum si mahasiswa melakukan penelitian.
Ia menilai putusan sanksi itu mencoreng paras pendidikan tinggi di Indonesia, dan mendorong "proses pembusukan akademik". Ini berdampak pada integritas lembaga atau institusi kampus yang mengeluarkan ijazah kepada para plagiator.
"Artinya, pendidikan tinggi bukan lagi wadah ilmu pengetahuan," tegas Sigit.
Kasus plagiarisme pada program Pascarsarjana UNJ mencuat pada tahun lalu ketika Tim Evaluasi Kinerja Akademik dari Kemenristekdikti mengecek sejumlah kejanggalan pada disertasi kelima plagiator, yang semuanya adalah mahasiswa dari lingkungan pejabat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kelimanya adalah Nur Alam (saat itu masih Gubernur Sultra sebelum terpidana kasus korupsi), Hado Hasina (kepala dinas perhubungan), Muhammad Nasir Andi Baso (kepala badan perencanaan pembangunan daerah), Nur Endang Abbas (kepala badan kepegawaian daerah), dan Sarifuddin Safaa (asisten I sekretariat provinsi).
Baik Nur Alam maupun keempat pegawai itu adalah mahasiswa program doktor Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia Pascasarjana UNJ Angkatan 2014. Dalam data mahasiswa, nama mereka tercatat dalam kelas kerja sama yang disebut "Blok Kendari." Disertasi mereka dipromotori oleh Prof. Djaali.
Akibat kasus itu, selain mencopot jabatan rektor Prof. Djaali, Menristekdikti Mohamad Nasir juga memberhentikan Moch. Asnawi sebagai Direktur Pascasarjana UNJ.
=========
- Manuver Djaali Usai Diberhentikan sebagai Rektor UNJ
- Upaya Memulihkan UNJ Setelah Kasus Plagiat
- Menanti Sanksi untuk Lima Plagiator di UNJ
- Akrobat Djaali: Melawan M. Nasir, Memperkarakan Jokowi
- Angka Irasional Mahasiswa Pascasarjana UNJ di bawah Promotor Djaali
- Akhir Para Plagiator Disertasi di Universitas Negeri Jakarta
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam