tirto.id - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan kekerasan seksual di lembaga pendidikan harus menjadi perhatian bersama.
Menurut laporan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, kasus kekerasan pada lembaga pendidikan mengalami peningkatan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 12 kasus menjadi 37 kasus.
Bentuk kekerasan seksual ini meliputi, pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan verbal hingga kriminalisasi.
Komisioner Alimatul Qibtiyah yang merupakan Ketua Subkom Pendidikan Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa sejumlah guru, dosen, dan tokoh agama yang berkiprah di dunia pendidikan turut menjadi pelaku kekerasan.
Namun Alim, sapaan akrabnya, juga mengapresiasi segala bentuk yang upaya yang dilakukan pihak swasta maupun pemerintah dalam mencegah kasus kekerasan di lembaga pendidikan.
“Komnas Perempuan mengapresiasi Gerakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lembaga pendidikan dengan adanya 125 (100%) Satgas PPKS Perguruan Tinggi Umum, 30 (52%) Komitmen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN) untuk mewujudkan kampus bebas dari kekerasan seksual dan juga 12 Perguruan Tinggi Keagamaan Budha (100%) yang juga sudah berproses mewujudkan kampus bebas dari kekerasan,” kata Alim dalam keterangan tertulis, Selasa (2/5/2023).
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2023, Komnas Perempuan mendorong penguatan upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan dalam kerangka HAM yang berkeadilan gender dengan melibatkan seluruh ekosistem pendidikan.
“Lembaga pendidikan merupakan institusi strategis dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan seksual,” ujar Komisioner Imam Nahe'i, dalam kesempatan yang sama.
Nahe'i menjelaskan penyelenggaraan pendidikan yang demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajuan bangsa telah diamanatkan dalam UU RI No. 20/2003 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan. Upaya ini juga didukung oleh KMA No. 3/2023 tentang Pedoman Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
“Harus menjadi rujukan dalam bentuk apa pun perlu dipahami oleh civitas akademika dan pembuat kebijakan di lembaga pendidikan,” sambung Nahe'i.
Sementara itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendorong dibentuknya Task Force (Satuan Tugas Bersama) Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G, Feriansyah menyatakan gugus tugas ini dapat diisi oleh perwakilan Kemdikbudristek bersama-sama Kemenag, Kemendagri, Kemen PPPA, Kemenkominfo, dan Polri.
“Gugus Tugas ini sangat urgen melakukan pembimbingan, pembinaan, pengawasan, monitoring, evaluasi terkait pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan,” kata Feriansyah dalam keterangan tertulis, Selasa (2/5).
P2G juga menyatakan mengapresiasi lahirnya UU Nomor Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Sebenarnya di lingkungan sekolah sudah ada Permendikbudristek Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Sekolah tapi masih menjadi macan kertas. Sekolah pada umumnya tak melaksanakan regulasi ini,” ujar Feriansyah.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri