tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menampik adanya emas palsu berasal dari kasus dugaan korupsi PT Antam yang beredar di masyarakat. Dalam kasus tersebut, 109 ton emas yang dinyatakan ilegal dipastikan asli.
Ketut Sumedana selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung memaparkan, penyidik memang menyatakan bahwa 109 ton emas dalam kasus dugaan korupsi di PT Antam itu ilegal. Namun, bukan terkait kandungan emasnya yang dinyatakan palsu, melainkan prosedurnya.
"Harusnya mereka (tersangka) melalui verifikasi, melalui studi kelaikan, semua itu ada prosedurnya untuk memasukkan emas ke Antam. Nah ketika teman-teman penyidik menyidik, ditemukan berasal dari emas ilegal yang tidak melalui prosedur bagaimana ketentuan Antam," tutur Ketut dikutip Rabu (5/6/2024).
Ketut menjelaskan, emas yang sudah keluar dari Antam itu hanya beredar di dalam negeri. Kendati demikian, tetap dinyatakan emas asli sebagaimana yang tidak dari hasil kasus dugaan korupsi tersebut.
"Sebagian juga berasal dari penambang-penambang ilegal. Ini masih kami dalami," ucap Ketut.
Lebih lanjut Ketut mengemukakan, masyarakat tidak perlu khawatir jika memiliki emas logam mulia yang ternyata bagian dari prosedur ilegal tersebut. Sebab, Antam tetap menerimanya dan para tersangka yang mempertanggungjawabkan semuanya.
Dia juga menyampaikan, tidak dipungkiri bahwa supply emas di masyarakat sangatlah tinggi. Sehingga, kasus dugaan korupsi ini mengakibatkan supply dan demand yang tidak sesuai.
"Menyebabkan harga emas di pasaran menjadi rendah," kata Ketut.
Dalam kasus itu sendiri penyidik masih menunggu penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tidak dipungkirinya, penghitungan kerugian negara atas kasus emas memang membutuhkan waktu yang tak sebentar karena menyesuaikan harga standar internasional.
Diketahui, dalam kasus ini, penyidik menetapkan General Manager (GM) UBPP LM PT Antam Tbk, yakni inisial TK (GM periode 2010-201), HN (GM periode 2011-2013); DM (GM periode 2013-2017); AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2021), dan ID (GM periode 2021-2022) seebagai tersangka. Dugaan korupsi itu sendiri terjadi sejak 2010 hingga 2021.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang