tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa nilai transaksi ilegal pada ekosistem Kripto di Indonesia sudah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun dalam setahun terakhir. Angka perputaran ini membuat Indonesia berada di peringkat ketiga dalam indeks adopsi Kripto global periode 2024.
"Adanya aliran dana ilegal melalui ekosistem kripto yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,3 triliun dalam kurun waktu setahun dengan memanfaatkan perangkat digital," ungkap Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Asep Nana Mulyana, dalam keterangan tertulis, Senin (3/2/2025).
Asep mengungkapkan, berdasarkan data, transaksi Kripto di Indonesia sendiri mencapai USD157,1 miliar. “Para pelaku semakin mahir melakukan penipuan investasi berbasis kripto yang merugikan negara kita menggunakan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk menghilangkan jejak transaksi, cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar blockchain tanpa terdeteksi," ucap Asep.
Dia menekankan, dengan adanya dugaan penggunaan Kripto dalam menyamarkan hasil tindak pidana, para penyidik Kejagung harus memiliki kemampuan investigasi lebih. Sehingga, indikasi-indikasi yang sudah ada bisa ditindaklanjuti segera.
Menurut Asep, pemahaman mengenai teknologi digital harus dimiliki para penyidik. Dengan begitu, Indonesia juga tetap menjadi negara yang aman untuk berbisnis.
"Kita akan menghadapi banyak kasus yang menuntut kolaborasi antar satuan kerja. Dengan pemahaman yang sama, tentu best practices dalam investigasi aset kripto perlu menjadi pengetahuan kolektif,” tutur Asep.
Asep mengingatkan, Indonesia telah memiliki aturan tentang perkembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PSK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Aset Kripto. Aturan itu sebagai bentuk pemerintah telah berupaya menciptakan ekosistem kripto yang tertib, aman, dan menguntungkan bagi perekonomian negara.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher