tirto.id - Sepanjang tahun 2019 banyak inovasi teknologi baru yang telah diluncurkan, mulai dari ponsel lipat, laptop portabel hingga teknologi 5G yang marak diperbincangkan.
Tahun ini penuh dengan teknologi baru yang menjanjikan dan berpotensi mengubah industri secara monumental. Akan tetapi, sejumlah produk baru ini justru hanya menambah daftar kegagalan teknologi di tahun ini.
Sebagian besar produk dalam daftar teknologi buruk tahun ini adalah korban dari ambisius yang terlalu berlebihan, sehingga terkesan tidak matang dan terburu-buru dalam peluncurannya. Misalnya, Galaxy Fold.
Tak hanya produk gawai saja, teknologi buruk tahun ini juga termasuk sejumlah software dan perangkat lainnya yang dianggap tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Berikut daftar seputar teknologi yang gagal di tahun 2019 sebagaimana dirangkum Tirto dari laman Engadget dan Technology Review:
Samsung Galaxy Fold
Di tahun ini, Samsung secara resmi perkenalkan ponsel layar lipat pertama di dunia yakni Galaxy Fold.
Smartphone Samsung terambisius yang dibanderol seharga 2.000 dolar AS itu sayangnya mengalami masalah besar terutama pada bagian layar lipat didalamnya.
Sejumlah pengguna mengeluhkan pada bagian layar lipatnya yang riskan dapat cepat rusak. Pada bagian engsel pun disebut tidak bergerak dengan baik dan mulus.
Hal inilah yang membuat perusahaan dengan cepat kembali untuk membuat desaing ulang Galaxy Fold dengan perakitan layar yang lebih kokoh dan gestur engsel yang lebih baik.
Kegagalan Samsung pada Galaxy Fold miliknya membuat sejumlah produsen lain untuk melakukan pengujian ulang yang lebih intens sebelum dipasarkan, seperti Huawei Mate X dan Motorola Razr.
Microsoft Surface Pro X
Perangkat terbaru besutan Microsoft ini merupakan inovasi baru dalam mewujudkan Windows pada ARM, yang membawa Windows 10 ke perangkat dengan dukungan chipset Snapdragon milik Qualcomm.
Surface Pro X adalah upaya nyata pertama Microsoft untuk mengambil alih kendali Windows pada kinerja Snapdragon. Dengan chipset SQ1 yang dirancang khusus, perusahaan menjanjikan banyak kemampuan yang dapat dilakukan oleh perangkat tersebut.
Akan tetapi, kendati Microsoft mencoba untuk membuat kompilasi ulang aplikasi Windows untuk ARM64 agar lebih mudah, ekosistem di dalamnya masih mengalami keterbatasan kompatibilitas aplikasi.
Lebih buruknya lagi, banyak pengulas yang menemukan Blue Screen of Death ketika sedang menguji perangkat Surface Pro X tersebut.
Pesawat Boeing 737 Max
Di tahun 2019, perusahaan pembuat pesawat, Boeing, santer diberitakan di banyak media. Hal ini disebabkan oleh jatuhnya pesawat 737 Max, Ethiopian Airlines penerbangan 302, yang menewaskan seluruh penumpang dan awak kabinnya.
Tak hanya itu, pesawat Boeing 737 Max juga seringkali dikabarkan bermasalah. Dalam setiap kasus dilaporkan bahwa para pilot harus berjuang mengendalikan sistem autopilot yang mengalami malfungsi.
Sebelumnya, pada Oktober 2018, pesawat ini juga pernah jatuh ke laut dan menewaskan seluruh penumpang beserta awak kabinnya pada penerbangan Lion Air JT610.
Akibat serangkaian peristiwa naas tersebut, pesawat Boeing 737 Max berhenti beroperasi sepenuhnya di seluruh dunia.
Aplikasi Uji Gen Homoseksual
Sebuah aplikasi bernama How Gay Are You pernah diluncurkan untuk mengidentifikasi gen yang terkait dengan perilaku homoseksual.
Pengembang aplikasi tersebut mengatakan bahwa mereka menggunakan temuan-temuan penelitian sebagai panduan untuk menghitung tingkat gay di setiap orang.
Namun, hal ini justru menjadi kontroversi. Banyak orang yang beranggapan bahwa aplikasi ini seperti kesalahan karakterisasi atas sains pada seseorang.
Selain itu, aplikasi ini juga dipertanyakan keakuratannya dengan menggarisbawahi poin utama yaitu apakah benar ada gen untuk menjadi homoseksual.
Atau, apakah sebenarnya aplikasi itu hanya sekadar proyek untuk membuktikan penelitian terkait perilaku alami dari homoseksual tersebut.
Komputer Pembuat Makanan Palsu
The MIT Media Lab yang disebut sebagai "pabrik masa depan" memperkenalkan sebuah alat kotak hidroponik elektronik dengan bantuan teknologi AI, yang diklaim dapat mengukur jutaan kombinasi cahaya, suhu, dan kelembaban.
Alat ini disebut sebagai pelopor pertanian cyber. Tapi sayangnya, alat pencipta makanan ini ternyata tak lebih dari kotak penumbuh biji bijian yang tidak bekerja dengan baik.
Hingga akhirnya, pada September, para pekerja berinisiatif memberi tahu kepada media tentang dokumentasi palsu, taktik asap dan cermin, serta pelanggaran lingkungan.
Pada Oktober, para pejabat MIT secara resmi menghentikan sebagian besar pekerjaan yang mereka lakukan tersebut.